6. Tembak aku!!

58 5 4
                                    

*Nessa*

"Mbak Nessa kenapa sih? Belakangan sering banget bengong."

Si cerewet Widi mulai kepo. Wajahnya dia tekuk, menyembunyikan rasa kesal karna harus membereskan lagi serpihan gelas yang aku pecahkan. Pagi ini sudah yang kedua, setelah baru sejaman yang lalu, kujatuhkan panci berisi air hangat, bekas rebusan Ayam.

"Kalo masih sakit, mending tidur aja deh. Biar aku ama Anton yang masak."

Enggan menanggapi ocehan Widi, aku memilih keluar. Mungkin udara segar bisa me-refresh otakku.

Malas, kubawa kakiku keluar dapur, menuju teras.

"NUNAAA!!"

Beneran udah ga waras nih otak. Bahkan suaranya aja bisa kayak terngiang gitu. Jarak antara aku berdiri dan pagar, tak lebih dari 9 meter, mataku juga ga minus. Jadi aku simpulkan, itu fatamorgana.

"NUNAAA!!!"

Teriakan itu terdengar lebih nyaring. Mataku terkejap dan menoleh kearah pagar. Satu tarikan nafas panjang, dan hembusan kuat, sekedar meyakinkan bahwa pengelihatanku masih berfungsi sangat baik.

"Hei!" Cuma itu yang mampu aku ucapkan, setelah yakin bahwa itu bukan tipuan mata.

Rasa penasaran akan maksud dia datang pagi-pagi yang sungguh tidak biasa, membuat kakiku jadi ringan melangkah menuju kearahnya. Makin dekat, gemuruh di hatiku makin kuat.

"Aku cuma pingin liat nuna aja sih. Jadi sebelum nanya ngapain aku pagi-pagi kesini, aku jawab duluan," dia bicara dari atas sadel sepeda gunungnya. Sementara aku masih berdiri di balik jeruji pagar besi setinggi hampir 2 meter.

Nih brondrong maunya apa sih?
Mainin aku? Ngapain coba pake ngomong kayak gitu?

Tenang, Nessa....tenang. beraktinglah sewajar mungkin.

"Ngaruh gitu kalo abis ngeliat aku?"

"Banget! Penyemangat pagi. Gantinya ngopi."

"Duuhh.....iklan. Berasa kayak permen aja."

"Lebih! Betewe, ternyata nuna tetep cantik biar belum mandi."

"Tau dari mana aku belum mandi?"

"Itu beleknya masih belum ilang....hahahha...."

Sial! Sial!

Aku gelagapan membersihkan tiap sudut mataku. Harga diriku jatuh! Kenapa aku tadi ga langsung mandi aja? Kenapa aku begitu begonya nyamperin dia? Sisa krim malam, obat jerawat, pasti masih menempel juga. Mukaku pun mengkilat kayak abis diolesin minyak goreng. Hiks....aku pingin nangis.

"Udah ga usah nangis!", tuturnya, seakan tau isi hatiku. "Percaya deh. Masih cakep kok. Anggap aja hari ini sebagai latihan, karna besok-besok aku akan terbiasa ngeliat ini. Aku kuliah dulu," kaki kanannya sudah siap mengayuh pedal, dia tinggalkan sebuah senyuman dengan lesung pipi samar di sebelah kanan.

"Hati-hati!" Seiring kataku meluncur ringan dari bibir, Chandra melambaikan tangan membelakangiku dan mengayuh sepedanya penuh semangat. Aku kembali terkejap.

Apaan sih? Berasa kayak istrinya aja. Suami lagi kerja, istri nganter sampe pager. Ciiihh....dia cuma pergi ke kampus, Nes. Lagian mikir apa coba? Pacar juga bukan.

"Anggap aja hari ini sebagai latihan, karna besok-besok aku akan terbiasa ngeliat ini."

Apalagi ini maksudnya? Jangan-jangan......aaahh....seru!  Lucu juga kalo punya suami brondong yang masih kuliah. Ahaaayy......hayalan pagiku. Mana hayalan pagimu?

Brogan Kesayangan NunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang