"Excuse me ! Apa Zayn ada di rumah?" tanya gadis berambut blonde bermata cokelat kepada wanita paruh baya yang berwajah teduh.
"Iya, temannya Zayn ya ? Ayo silahkan masuk"
Gadis itu mengangguk dan menuruti perkataan ibunya Zayn. Dia tidak menyangka bisa senekat ini datang ke rumah Zayn. Meminjam buku adalah alasan yang paling jitu yang dapat dia lakukan.
Rumah Zayn terlihat bersih dan nyaman.
"Mmm.. Namaku Kelly, aku teman kuliah Zayn. Senang bisa bertemu dengan anda miss" memperkenalkan dirinya saat berada tepat di dalam rumah Zayn.
"Senang juga bisa mengenalmu. Ngomong-ngomong, Kelly adalah gadis kedua yang berkunjung ke rumah ini."
"benarkah ?"
"Ya.. Zayn sangat kaku jika berhadapan dengan wanita"
Obrolan seru kedua kaum hawa itu terhenti saat Zayn berdiri di ujung anak tangga lalu mengajak Kelly naik ke atas, tepatnya ke dalam kamarnya.
"Masuklah ! maaf kamarku agak berantakan" kata Zayn.
"Tidak terlalu buruk untuk kamar laki-laki"
Kelly duduk diatas kursi tepat di depan meja belajar Zayn, sedang pria tampan itu hanya menyandarkan dirinya di tembok tepat di dekat jendela kamarnya.
Rasa canggung memenuhi ruangan itu. Hening.
"Kata Ibumu.." suara Kelly terdengar hati-hati.
"Aku gadis kedua yang datang kesini, siapa gadis pertama itu ?" tanya Kelly sangat hati-hati.
Zayn tetap diam dan hanya menatap Kally yang mulai kikuk merasa salah bicara.
"Ohh.. maafkan aku, aku sudah bertanya sesuatu yang tidak perlu aku ketahui" ucapnya cepat.
"Dia adalah sahabatku" jawab Zayn singkat.
"Benarkah ?"
Zayn terseyum lalu duduk diatas tempat tidurnya
"Ya.. kami berteman saat masih berumur 9 tahun. Tapi kami berpisah saat dia dan juga keluarganya move ke London"
Kelly dapat melihat air muka Zayb berubah menjadi ceria saat berbicara tentang sahabatnya.
Kelly bangkit dan menghampiri sebuah foto yang mengundang perhatiannya.
"Siapa gadis ini Zayn ? apa dia yang kau maksud ?"
"Iya..."
"Dia sangat manis, Is she an Asian ?"
"Dia blasteran Inggris dan Jepang, mungkin itu salah satu alasan kenapa dia sangat menyukai sushi"
"Siapa namanya ?"
"Zayn, berikan ini pada tamu kita" kata ibunya dengan kedua tangan memegang talenan berisi dua cangkir teh hangat dan dua piring brownise cokelat yang nikmat.
Zayn menghampiri ibunya dan mengambil alih talenan itu. Meletakkannya di atas karpet dekat tempat tidurnya.
Kelly mendekat dan membantu Zayn menata piring dan cangkir itu.
"Namanya Nina.. Dia adalah gadis yang aneh" ucap Zayn dengan mata terpaku pada lingkaran mulut cangkir di hadapannya.
"Tapi kau menyukainyakan ?" tebak Kelly.
Spontan ucapan Kelly membuat Zayn terbelalak namun tak membuat wajah tampan Zayn berubah sedikitpun.
"Ini aneh, aku mengenal Nina lebih dari setengah umurku tapi dia tidak menyadarinya" Zayn berhenti sejenak
"Tapi kau mengetahuinya padahal aku baru mengenalmu seminggu yang lalu, bagaimana bisa ? Apa kau peramal ?" senyum Zayn melebar
"Memangnya ada peramal secantik aku?" Goda Kelly
"I don't know"
"Tidak ada namanya sabahat antara laki-laki dan perempuan"
"Benarkah ?" gantian giliran Zayn yang menggodanya.
Ruangan itu diselimuti canda tawa dari keduanya.
Kelly memperhatikan Zayn yang terhilat sangat menikmati teh hangatnya. Saat Bibir Zayn menyentuh bibir cangkir itu Kelly merasa menatap orang yang sedang minum bukanlah hal yang membosankan. Dia tiba-tiba ingin menjadi cangkir itu.
Lamunannya berantakan saat tatapannya dengan Zayn bertemu. Wajahnya memerah dan salah tingkah.
"Ada apa denganmu ?" tanya Zayn.
"Oh tidak ada apa-apa" ketusnya.
"Bisakah kau ceritakan padaku tentang persahabatanmu dengan Na-"
"Nina"
"Iya Nina"
Zayn memperbaiki posisi duduknya dan memulai bercerita kepada Kelly.
Mulai dari hal-hal aneh yang dia dan Nina lakukan sampai hal-hal yang tergolong rahasia. Dia mendeskripsikan setiap kejadian dengan sangat detail seperti dia mendeskripsikan senyum indah Nina. Sedang Kelly menjadi pendengar yang baik dan air mukanya mengikuti air muka Zayn.
Singkat cerita
"Jika dia marah sebatang Coklat akan memulihkan amarahnya. Jadi saat dia marah padaku aku akan pergi ke supermarket untuk membelikannya Coklat walaupun saat itu sedang hujan deras" kata Zayn.
"Lalu apa yang Nina lakukan saat kau marah"
Pertanyaan Kelly barusan membuat suasana kamar Zayn menjadi hening.
................................................................................
"Aku akan meninggalkannya sendiri. Jika dia marah dia butuh waktu sendiri untuk menjernihkan kepalanya"
"Lalu?"
"Lalu aku akan muncul dan memeluknya. Itu saja"
"Oh begitu. Tapi pernah tidak Zayn marah padamu lebih dari sehari?"
Nina diam sejenak, mencoba mengingat setiap kejadian yang dilakukannya bersama Zayn.
"Aku rasa tidak, walau dia marah besar tidak pernah lebih dari sehari" jelas Nina.
"Wahhh.. beruntung sekali kau memiliki sahabat seperti Zayn. Kalau aku dan Zayn pacaran apa kau merestui kami?" tanya Lucy pada gadis manis di depannya.
"Aku tidak yakin Zayn menyukaimu" ledek Nina
"Ahh, kau membuat hatiku sakit"
Walau baru saja dipertemukan karena memasuki jurusan yang sama tetapi Lucy dan Nina terlihat seperti teman lama. Mengerjakan tugas bersama, hang out bareng, dan berbagi cerita seperti yang mereka lakukan sekarang.
Kali ini giliran Nina menceritakan hal menarik dalam hidupnya. Dan Zayn adalah hal paling menarik yang dapat dia ceritakan kepada Lucy.
"Aku lapar Nin, apa kau tidak lapar?" tanya Lucy.
Nina terlihat menimbang-nimbang sesuatu
"mm, ayo kita ke Shusi Hibora"
"Ke sana lagi? aku bosan. Aku ingin makan yang lain"
"Kalau begitu ayo kita ke supermarket. Aku akan memasakkanmu sesuatu"
"Kau bisa masak?" tanya Lucy dengan alis terangkat satu.
"Ya lumayan"
"Kalau begitu tunggu apalagi"
Secepat kilat keduanya sudah berada di dalam supermarket.
"Aku akan kesana mencari bahan masakan yang lain. kau pergilah cari yang ada di kertas ini"
Kata Nina sambil menyodorkan sebuah kertas kecil kepada Lucy. Lucy mengangguk lalu menuruti perkataan Nina. Mereka berpencar.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Would
FanfictionZayn dan Nina adalah dua sahabat aneh asal Irlandia. Sebagai sahabat Nina selalu berbagi cerita kepada Zayn, begitupun dengan Zayn. Namun, ada rahasia kecil Zayn yang tak diketauhi Nina. Sampai pada saat Nina pindah ke London Zayn tak pernah memberi...