-Ravhel's POV-
"FroYo, huh?"
Aku menoleh ke kanan di mana Harry sedang berdiri dan menatap papan menu yang ada di balik counter kedai Booster yang sedang kami kunjungi. Seperti sedang memilih apa yang akan di pesannya ketika kami berbaris menunggu giliran.
Setelah aku berpikir kemana akan membawanya, aku akhirnya memilih kedai frozen yogurt yang ada di dekat daerah sekolah yang sering kudatangi ketika aku sedang moody menjadi tempat tujuanku untuk membawa Harry. Bisa dikatakan, jika aku memakan FroYo disini, moodku akan membaik. Maka dari itu aku membawanya kesini. Berharap efek memakan FroYo di kedai Booster yang kurasakan, menular padanya.
Aku tahu ini bukan ide yang begitu cemerlang, tapi melihat wajah Harry yang sudah tidak lagi merengut kesal begitu kami sampai Booster, sepertinya usahaku berhasil. Yeah, walaupun ia baru angkat bicara sekarang.
Aku tersenyum. "Kenapa? Kau kecewa karena sudah kubawa kesini?" godaku membuat Harry menatapku dengan alis menaut.
"Jujur, bukan kecewa yang kurasakan, tapi cukup terkejut."
"Ya? Kenapa terkejut?"
Harry mendecakkan lidahnya sebelum kembali menatap papan menu di depan. Kini sembari mencubit bibir bawahnya dengan sebelah tangan terlipat di depan dada. "Kukira kau akan membawaku ke kelab atau semacamnya, bukan ke tempat anak kecil seperti Booster." jawabnya dengan suara rendah. Aku yakin dia sengaja tidak melihatku untuk menyembunyikan wajahnya yang sedang menahan senyum. Tapi tentu saja aku bisa melihatnya dengan jelas jika bibirnya terus berkedut.
Nah, sepertinya mood-nya sudah kembali ke Harry yang playful. Ternyata usahaku cukup berhasil.
"Hmm, begitu. Aku kira juga tadi kau akan membawaku ke hotel. Tapi bar juga memang dugaanku setelah hotel, jadi aku tidak begitu terkejut." aku ikut membalas candaannya sambil mengangguk.
Mendengarnya, Harry langsung menatapku dengan cepat. Kedua matanya melebar. "Apa? Hotel? Aku tidak se-bajingan itu," tukasnya dengan suara tinggi. Membuat sedikitnya orang yang sedang menikmati FroYo di dalam kedai menatap ke arah kami. Tapi sepertinya Harry tidak begitu peduli karena ia dari tadi terus menatapku. "Dan tadi sudah kubilang, sebenarnya bar bukanlah tujuan utamaku."
Aku tertawa melihat wajah terkejutnya yang juga merona merah. "Lantas tadinya kau mau mengajakku kemana?" Sebenarnya aku masih sangat penasaran kemana Harry akan membawaku jika bar tadi bukanlah tujuannya. Apa dugaan awalku memang benar?
"Aku tadinya..." Harry menggantungkan kata-katanya sambil melirikku. Terlihat sedang memikirkan apakah ia akan memberi tahuku atau tidak. Namun tidak lama ia kembali menatap kedepan sambil mendesah keras. "Sudahlah lupakan saja." gumamnya terlihat menautkan alis.
"Bagaimana jika aku tidak bisa melupakannya?" aku kembali mendesaknya. Aku hanya penasaran. Sebelumnya aku tidak pernah diajak keluar oleh orang seperti Harry. Kau tahu, preman sekolah yang banyak di takuti.
"Maka aku akan kembali kehilangan mood dan ingin segera pulang. Kau mau itu terjadi lagi?" ucap Harry sembari menatapku dengan melipat kedua tangannya di depan dada.
Disitu aku mengatupkan bibirku, langsung terdiam melihat wajah Harry yang kembali terlihat kesal. Mata hijaunya yang tadi sempat mencair, kembali mengeras. Sepertinya aku sudah kembali membuat mood-nya buruk dengan topik ini.
"Oh, jadi kau uring-uringan karena tidak jadi ke tempat tujuanmu?" aku memberanikan diri untuk bertanya sambil tersenyum.
Keningnya berkerut. "Uring-uringan? Tidak tidak, aku hanya kesal, oke?" Harry membenarkan. Dia mengusap rambutnya yang panjang dengan jari-jarinya terlihat frustasi. "Tadinya aku ingin membuat malam ini tak pernah bisa kau lupakan. Aku sudah mempersiapkan segalanya dengan susah payah, kau tahu." jelas Harry dengan pipi merona merah tanpa mau menatapku. "Tapi semuanya batal karena sepasang kekasih sialan yang sudah menghancurkannya dalam satu jentikan jari." tambahnya sembari menggelengkan kepala terlihat kesal saat ia kembali membayangkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kismet | H.S.
FanfictionSiapa sangka jika seorang Harry Edward Styles, preman sekolah yang banyak ditakuti karena ke bringasannya, diam-diam menyukai gadis periang dan popular seperti Ravhel Allecra Moyes? Well, Semuanya bermula di saat Harry mengumpat kasar pada Ravhel.