"Sakkun, kau mau pulang?" Seseorang menghentikan langkah Sakuya sebelum beranjak pergi dari studio musik.
"Ya... sepertinya aku agak capek," jawabnya. "Ada apa, Kenty?"
"Tak apa."
"Nanti kutelpon setelah livestreaming."
"Oke," sahut Kenty sambil melambaikan tangan.Hari telah beranjak gelap. Sakuya bergegas melangkahkan kaki menuju stasiun. Kebetulan jarak kedua tempat itu tak terlalu jauh. Sambil meniti trotoar sempit di sepanjang kawasan pertokoan, pikirannya tersusupi berbagai lamunan tentang banyak hal.
Entah sudah berapa lama Sakuya menjalani kehidupan semacam ini. Menjadi seorang penyanyi tenar di Niconico, melakukan siaran atau livestreaming di internet dengan ribuan viewers, melakukan konser besar bersama grupnya, Love Desire, ia kerap pula menjadi seorang model di beberapa majalah. Meski demikian, tak semua orang tau siapa dirinya. Bisa saja orang-orang tak menyadari bahwa mereka tengah berpapasan dengan laki-laki kurus ini di jalan... atau tengah bersebelahan di kereta dengan seorang Sakuya seperti saat ini.
Memang begitulah dunia utaite. Seperti ada sebuah sekat antara kehidupan pribadi dan dunia hiburan yang mereka geluti. Kerap kali mereka tak menunjukkan rupa mereka yang sesungguhnya karena alasan privasi dan semacamnya. Demikian pula dengannya.
Sakuya menangkap sebuah pemandangan tak mengenakkan ketika berada di kereta. Seorang laki-laki paruh baya mencoba mengambil dompet milik seorang gadis SMA tak jauh dari tempatnya berdiri. Seorang pencopet, pikirnya.
"Permisi!" Seru Sakuya. Murid perempuan itu tampak terkejut, demikian pula sosok si pencopet. "Apa kau dari SMA xxx?"
"E-eh? Ya, benar..." gadis itu tampak bingung mendapati sosok asing Sakuya.
"Kau masih ingat denganku?" Sakuya sengaja mengajaknya mengobrol sebelum si pencopet mengambil dompet miliknya. Meski si gadis tampak bingung, namun ia tetap menanggapi Sakuya.
"Ah, maaf... ternyata aku salah orang," ia berbasa basi.
"Ah, tak apa. Namaku Rie, bukan Yuri."
"Oh... Sekali lagi maaf ya."
Si pencopet tampaknya telah menjauh dari mereka sambil menggerutu karena tak berhasil menjalankan misinya. Sakuya lega karena ia tak harus berurusan panjang untuk menyelamatkan dompet milik murid perempuan ini.Keesokan harinya, Sakuya menaiki kereta yang sama. Tatap matanya menangkap sesosok gadis berseragam SMA yang kemarin ia temui. Rambut panjang terurai dengan wajah manis berpipi chubby itu sangat khas membekas dalam ingatannya. Kedua telinganya tersumpal sepasang headset hingga ia tak menyadari seseorang tengah berjalan tergesa di gerbong kereta menyenggolnya hingga terjatuh.
"Auwh..."
Tanpa disadarinya, Sakuya telah mengulurkan tangan kepada gadis bersurai kecoklatan itu.
"Terima kasih," ia menerima uluran tangan laki-laki di hadapannya.
"Kau tak apa-apa?"
"Ya, aku seharusnya lebih hati-hati." Selekuk senyum pada wajah bulatnya membuat Sakuya merasakan keramahan pada sosok itu. "Eh? Bukankah kau ini orang yang kemarin?" Ia mulai menyadarinya.
"Kau masih ingat rupanya."
"Tentu saja."
Mereka mengobrol sepanjang perjalanan.
"Namamu Rie bukan?"
"Ya, benar. Namamu siapa?"
"Sakuya."
"Sakkun..." gumam gadis itu.
"Eh?"
"Ah, maaf... namanya mirip seperti seseorang dan orang itu biasa dipanggil Sakkun," jelas Rie.
"Wah, kebetulan sekali. Siapa orang itu?"
"Seorang utaite. Dia member Love Desire."
"Ah... begitu..." Sudah jelas yang dibicarakan adalah dirinya.
"Sakuya-san pernah mendengarnya?"
"Ya... aku pernah dengar di Niconico. Kau penggemar Love Desire?" tanya Sakuya.
"Ya, dulu..."
"Dulu? Kenapa sekarang tidak lagi?"
"Karena... ah, tidak apa-apa." Ia urung mengatakan sesuatu.
"Kenapa? Katakanlah!"
"Emm... karena aku sangat menyukai Sakkun..."
"Lalu apa hubungannya dengan sekarang?"
Rie terdiam sejenak. "Sebenarnya... Dulu aku selalu menonton livestreaming Sakkun, membeli CD Love Desire, datang ke setiap live & event-nya, mengirimi fanmail dan pesan di Line setiap hari... kadang aku mendapat balasan dari Sakkun dan rasanya senaaang sekali seperti medapat lotere!"
"Lalu?"
"Semakin hari aku merasa semakin tak realistis. Aku makin menyukai Sakkun lebih dari apapun. Hingga akhirnya aku tak lagi mendapat balasan dari Sakkun. Hal itu menyadarkanku bahwa aku bermimpi terlalu tinggi... apapun yang kulakukan, hal itu tak akan pernah mengubah takdir antara fans dan idolanya... jadi aku memutuskan untuk tak mengikuti Love Desire lagi."
"Hm..." Sakkun terlihat seperti berpikir.
"Apa ceritaku tadi konyol? Haha... ya, mungkin memang aku terlalu berlebihan."
"Tidak... itu tidak konyol, Rie-san."
"Ah, syukurlah... Apa kau tau, aku sampai nekat mengiriminya..." Rie membisikkan sesuatu ke telinga Sakuya.
"EH?!"
"Ssstt... jangan katakan pada siapapun ya."
"Kau..." Sakkun seperti teringat pada sesuatu.Dulu memang ada beberapa fans yang selalu rutin muncul di berbagai event dan livestreaming-nya, mungkin gadis ini salah satunya. Dan dulu ia masih sempat membalas pesan-pesan dari para penggemarnya tapi seiring bertambah tenarnya Love Desire, Sakuya tak dapat melakukan hal itu lagi sekarang.
Obrolan mereka terhenti karena kereta telah tiba di stasiun yang mereka tuju. Sebelum berpisah, Sakkun sempat menanyakan sesuatu.
"Boleh aku minta ID Line-mu?"
"Oh... ya, tentu, Sakuya-san."
"Kau boleh memanggilku Sakkun."
"Benarkah?? Kalau begitu panggil saja aku Riecchi," balasnya.
"Baiklah... Riecchi."
"Sampai jumpa, Sakkun!" Gadis itu melambaikan tangan seraya tersenyum lebar menatap kepergian laki-laki itu.Beberapa saat kemudian, sesuatu membuatnya terkejut. Sebuah pesan muncul lewat Line-nya dengan nama pengirim yang sangat tak asing.
Aku sudah membaca semua pesanmu. Terima kasih banyak, Riecchi. Berhati-hatilah di jalan.
"S-s-sakkun..."
The End
YOU ARE READING
Your Number One Fan
RomanceSebuah cerita singkat tentang seorang fangirl dan idolanya. Please enjoy~ Story cover: @sakuya_252525