"Dia Abi, tamu yang aku tunggu." Suara Bima menyentak gadis itu, mengendalikan kesadarannya dari hipnotis sepasang mata kelam di depannya.
"Bi, ini Yata" pemilik sepasang mata sekelam malam itu mengalihkan perhatiannya kepada Bima, kemudian kembali menatap gadis di depannya.
"Gayatri..." Abi mendesis hampir tak terdengar. Tapi kedua telinga Bima dengan jelas menangkap suara desisan itu.
"Ya. Gayatri. Eh? Kalian saling mengenal? Panggil saja Yata, Gayatri terlalu panjang untuk sebuah panggilan. Boleh,yaa...dia panggil Yata?" Bima melempar senyum lemahnya meminta persetujuan Gayatri.
"Yata?" Abi mengulurkan tangan dengan alis terangkat.
"Hai..." Gayatri melirik sekilas kearah Bima sebelum menyambut uluran tangan pria tampan di depannya. Abi menahan genggaman beberapa detik sebelum melepaskannya. Kehangatan tangan itu menjalar dari tangan hingga ke dadanya membuat jantung gadis itu kehilangan detak teraturnya.
Flashback
Gayatri bergegas menyusuri lorong rumah sakit. Di ujung lorong tampak Puspanjali menyambutnya dengan senyum di wajah letihnya.
"Aku berusaha menghubungimu dari setengah empat sore tadi, tapi tak bisa tersambung."
"Aku ada di perbatasan Buleleng, hujan deras sampai menjebol jalan. Mungkin saat itu ponselku tak ada sinyal. Bagaimana Bima?"
"Masih belum sadar setelah operasi."
"Operasi?"
"Usus buntu." Puspa melangkah mundur dan duduk dengan perlahan di kursi putih di belakangnya.
"Bagaimana bisa?" Gayatri tanpa sadar memekik. Seingatnya Jumat lalu Bima ditinggalnya di restauran langganan mereka dalam keadaan baik-baik saja. Dan sekarang dia mendapati Bima telah selesai menjalani operasi.
"Tadi pagi dia ke rumah, menemani Intan bermain. Menjelang siang dia mengeluh sakit perut. Ketika berpamitan mau pulang, Kis malah mendapatinya pingsan di samping mobilnya." Puspa menjelaskan panjang lebar bagaimana Bima sampai masuk rumah sakit, setelah Gayatri ikut duduk di kursi sebelahnya. Wajahnya terlihat lelah. Seharusnya hari Minggu dia beristirahat di rumah menghabiskan waktu seharian bersama suami dan Intan, putri kecilnya. Tiba-tiba pintu ruangan di depan mereka terbuka dan dua orang laki-laki muncul dari balik pintu.
"Yata, kamu udah datang." Kiskenda, suami Puspa keluar dari ruangan itu. Dan di belakangnya terlihat lelaki tua yang dipeluknya beberapa jam yang lalu.
"Baru saja , Om," kemudian tatapannya beralih pada laki-laki tua itu, "Kakek sudah disini?"
"Sudah sejam yang lalu. Masuklah! Dia terus menggumamkan namamu." Tanpa menjawab Gayatri langsung masuk setelah dua laki-laki itu menggeser tubuh mereka, memberi jalan masuk.
***
"Tuh perawatnya kabur lihat kamu datang pagi-pagi."
"Trus?"
"Biasanya kalau ga ada kamu, dia menemaniku ngobrol setelah periksa."
"Jadi aku mengganggu?"
"Mungkin." Bima tersenyum geli melihat ekspresi sebal di wajah Gayatri.
"Akan kupanggilkan perawat itu biar menemanimu disini. Mungkin masih mau tinggal beberapa hari disini, ga masalah." Tanpa menunggu jawaban, Gayatri beranjak dari sisi ranjang rumah sakit menuju pintu keluar dengan wajah tanpa ekspresi. Tapi tangan Bima lebih dulu bergerak lemah mencekal pergelangan tangannya, menahannya agar tidak pergi.