9. Perbincangan di Kantin

10.4K 605 35
                                    

Motor Ray memutar arah untuk kembali ke pusat kota Jakarta, lebih tepatnya menuju komplek rumahnya. Cowok itu bahagia hari ini, rencananya berhasil walaupun tidak seratus persen. Ray sedikit kecewa dengan reaksi Rhea yang seolah tidak memiliki perasaan apapun padanya. Cuek, menjawab seadanya, dan menatapnya tanpa senyum.

Motor Ray berhenti di lampu lalu lintas yang menunjukkan warna merah. Antrian kendaraan cukup panjang, mengingat Jakarta yang semakin lama semakin padat penduduk. Ray merasakan ponselnya bergetar. Ia merogoh saku celananya dan menyelipkan benda itu pada helm.

"Ya, Nek?"

"Ray, kamu ke Rumah Sakit Jakarta sekarang! Tadi Mama kamu drop, makanya Nenek bawa ke rumah sakit. Mama kamu ada di UGD." Kalimat yang terdengar dari ponselnya sukses membuat jantung Ray tertohok. Tangannya yang menggenggam stang bergetar tidak karuan. Ray segera melajukan motornya gila-gilaan, tidak memedulikan lampu lalu lintas yang masih merah dan pengguna jalan yang melempar kata-kata kasar padanya. Yang terlintas di pikiran cowok itu saat ini hanya satu, kondisi ibunya.

Sampai di rumah sakit Ray berlari secepat mungkin menuju UGD. Ia membuka pintu UGD dengan sedikit keras, melihat nenek dan kakeknya berada di dalam. Ray berjalan dengan napas terengah-engah mendekati ibunya yang berbaring tak berdaya dengan tabung oksigen di sampingnya. Ia mengelus punggung tangan ibunya pelan.

"Mama kenapa?" tanya Ray sendu.

"Tadi tiba-tiba Mama kamu sesak napas. Penyakitnya bertambah parah, sayang. Kata dokter, Mama kamu harus dirawat di rumah sakit mulai hari ini, sampai keadaannya benar-benar pulih." Nenek menjawab dengan nada yang tidak kalah sendu, menangis melihat putri kesayangannya terbaring dengan alat bantu pernafasan.

"Terus, Papa mana?"

"Papamu katanya masih ada meeting." Kakeknya menjawab.

Ray mendecih. "Papa selalu begitu, menggunakan meeting sebagai alasan andalannya. Sekarang pasti Papa sedang pesta." Ray mengusap wajahnya gusar. Sedari tadi matanya sudah merah ingin menangis.

"Nek, Ray keluar dulu." Ray berpamitan tanpa berani menatap mata neneknya. Ia tidak ingin menangis di depan keluarganya, di depan mamanya. Ray menutup pintu UGD pelan. Ia duduk di bangku depan UGD. Cowok itu menyandarkan kepalanya di tembok dan memejamkan matanya sejenak, sebelum menggumamkan sebuah kalimat.

"Lisa, Mama sakit...."

°°°

Rhea melempar pelan ponselnya di atas kasur dan mengerang frustasi. "Gue udah tau ini bakal terjadi!" Cewek itu merebahkan tubuh mungilnya di atas ranjang dan menatap langit-langit. Namun detik berikutnya ia duduk, membuka ponsel, mengerang frustasi, lalu tidur lagi, begitu seterusnya. Ia mendengar notifikasi Line yang berbunyi nyaring. Rhea bangun kembali dan memeriksa ponselnya. Oh, hanya broadcast dari OA olshop. Cewek berambut panjang itu memberanikan diri membuka fansclub Ray dan kembali menonton video yang membuatnya kesal sendiri. Video tadi siang, video ketika dia diberi cokelat dan mawar oleh lelaki sialan yang merenggut harga dirinya.

Kepala Rhea terasa berdenyut, pandangannya berputar-putar semakin ia membaca komentar-komentar yang ditinggalkan anggota grup lainnya. Hampir semuanya adalah komentar miring. Ada yang bilang dia adalah mainan baru Ray, ada yang bilang kalau dia yang menggoda Ray sampai cowok itu memberinya cokelat dan mawar, ada juga yang bilang kalau dia adalah cewek jalang, perek, slut, penggoda, kecentilan, dan sebagainya. Rhea meletakkan ponselnya dan kembali berbaring dengan pasrah. Ia hanya berdoa semoga tidak terjadi hal buruk yang menimpanya di sekolah.

°°°

Rhea menatap benda berbentuk persegi panjang yang berada di atas mejanya. Tangan kirinya mengelus pelan benda itu, masih tidak percaya dengan asal muasal benda itu diberikan padanya. Tanpa sadar bibirnya melengkung membentuk seulas senyuman. Bahkan ia sendiri belum memakan benda yang sudah lima hari ia miliki.

Senbazuru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang