"Maafin aku." Kata Dinda.
Aku tidak dapat berkata apa-apa lagi, 2 kata tersebut tidak bisa menghentikan sakit hatiku. Akupun meninggalkannya, sendirian, di tengah taman yang ramai. Sakit hatiku tidak dapat disembuhkan dengan mengantarnya pulang. Sebuah bis datang ke halte tempatku berhenti. Aku langsung menaikki bus tersebut. Aku melihat Dinda berlari mencoba mengejar busku, namun dia terlambat. Pintu bus sudah tertutup rapat dan dia hanya bisa memandangiku dari luar. Aku duduk di sebuah bangku sedikit ke belakang dan menatap keluar. Aku memilih untuk pergi sementara waktu dari sini.
Hari ini, aku menerima sebuah undangan. Undangan Rangga dan Dinda. Aku menerawang ke beberapa waktu lalu saat Dinda memegang tanganku erat dan memberitahuku tentang hal ini.
7 Hari yang lalu
"Dika, Dinda minta jemput hari ini bisa?"
"Dika di kantor mungkin sampe jam 5an Dinda. Dinda nggak papa kan?"
"Iya nggak papa kok Dika, yaudah hati-hati ya nanti di jalan. Kasih tau aku kalo kamu udah selesai."
Aku yang awalnya malas menyelesaikan kerjaan, langsung mengebut menyelesaikan semua pekerjaan yang diberikan oleh bosku. Jam 5 kurang 15 aku langsung berlari menuju halte dan langsung menuju kantor Dinda.
"Hai Dinda." Sapaku.
Dinda tersenyum, senyumnya itu lah yang selalu mewarnai setiap pagi hariku. Dinda langsung mengajakku untuk menaikki mobilnya, dan kita menuju tempat dimana kita jadian. Taman kota di dekat salah satu mall di Jakarta. Aku parkir, dan langsung duduk di tempat pertama kali aku menyatakan cintaku.
"Dika, aku pengen ngomong sesuatu."
"Kenapa Dinda?"
"Aku pikir, hubungan kita ini udah nggak bisa dilanjutin. Banyak hal yang menjadi halangan bagi kita."
"Maksud kamu?"
"Aku ingin melepaskan hubungan kita Dika.
"Kenapa harus gitu?"
"Karena aku butuh waktu untuk sendirian."
Aku yang selama ini memberikan semuan tentangku kepadanya, sedikit terkejut. Jantungku serasa berhenti. Akhirnya aku langsung meninggalkannya dan langsung menuju ke halte bus.
Saat ini
Aku melihat undangan tersebut. Rangga dan Dinda. Tidak cocok bagiku, harusnya akulah yang berada di posisi Rangga. Aku baru sadar, undangan itu hari ini, dan 2 jam lagi adalah resepsi pernikahan mereka. Aku memakai bajuku yang terbaik dan langsung menancap gas menuju gedung pertemuan yang dijadikan tempat resepsi tersebut. Aku mulai memasukki koridor gedung. Aku melihat kakak Dinda yang sedang menatapku. Aku tersenyum kepadanya, dan dibalas. Aku berjalan semakin cepat dan menuju dekat pintu. Ah disana ada Ratri, adik kedua Dinda.
"Kak, sabar ya. Aku tau kok ini berat" Kata Ratri.
Aku tersenyum, mengisi daftar undangan dan mulai memasukki gedung. Desainnya cukup mewah, ada pernak pernik dan beberapa sudut ada foto pra-wedding dari mereka. Terlihat sangat mesra. Aku berjalan menuju ke tengah, namun tidak jadi dan aku kembali ke jalur menuju pelaminan. Aku menatap Rangga, aku tidak terlalu mengenalnya. Aku menatap Dinda. Bajunya sangat cantik, dandanannya sangat pas dengan dia. Tinggi badan Dinda yang setinggi mulut Rangga semakin membuat mereka seperti raja semalam. Aku mulai menaikki tangga, aku bersalaman tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Mukaku datar tanpa senyum sama sekali. Aku bersalaman dengan ibu dan bapak Rangga. Lalu aku mendekati Rangga, hampir saja aku nekat mendorong Rangga dan merusak ornamen pernikahan mereka. Namun aku urungkan niat tersebut. Aku bersalaman dengan Rangga tanpa tersenyum ataupun mengucapkan sepatah katapun.
Dinda, dia berdiri disana sambil menatapku. Namun dia langsung tidak berani menatapku. Aku sebenarnya ingin melewati kesempatan bersamanya untuk terakhir kali, namun gagal melewati momen ini. Aku akhirnya mengajak salaman Dinda.
"Selamat ya." Dengan wajah yang masih tanpa ekspresi.
Muka Dinda terlihat seperti ingin menangis. Lalu tiba-tiba dia menangis dan memelukku. Aku membiarkan pelukannya, melihat keadaan sekitar. Suaminya seperti ingin menghentikan pelukan tersebut, tapi diurungkan niatnya tersebut. Aku masih membiarkan dia menangis dalam pelukanku, sedangkan aku menangis hanya menjatuhkan air mata. Aku langsung melepaskan pelukannya dengan paksa, hingga dia sedikit terduduk di kursi pengantinnya. Aku melewati salaman dengan ayah dan ibu Dinda. Lalu sedikit berlari menuju keluar.
"Dika maafin aku Dika. Dengerin dulu penjelasanku." Teriaknya.
Aku semakin cepat berlari, namun langsung berhenti. Dinda mengangkat kain jaritnya dan berlari menyusulku. Aku keluar dari pintu, disusul oleh Dinda dan langsung dikunci. Dinda mencoba memelukku lagi, namun aku menahan badannya. Dinda menangis semakin deras.
"Aku minta maaf sebelumnya, ini ngedadak dan aku nggak tau mau ngomong apa."
Aku masih mendengarkannya.
"Aku hamil Dik."
Kata-kata tersebut semakin menghancurkan hatiku.
"Kenapa bisa?" Tanyaku.
"Waktu kamu lagi pergi touring, Rangga mengajakku ke apartemennya. Kita udah temen deket dari SD, jadi aku langsung kesana. Dia bilang kalo dia habis putus dan pengen cerita tentang semuanya. Dia nyeritain semuanya tentang mantannya dan dia. Semuanya hingga akhirnya dia mengeluarkan sebotol Whiskey. Dia minum hingga tidak karuan, dan memaksaku untuk minum juga. Aku sedikit meminumnya, tapi pusing. Aku langsung ketiduran, sampe akhirnya aku bangun di sebelah Rangga. Aku berharap kita nggak ngapa-ngapain, tapi ternyata 3 tespack semua hasilnya positif."
Aku tidak ingin mendengar ceritanya. Tolong aku, aku tidak kuat menahan sakit mendengar ceritanya.
"Akhirnya aku bilang ke ayah sama mama. Rangga langsung ngomong ke orangtuanya. Orangtua kami ketemu dan sepakat buat nikahin kita 1 bulan lagi. Aku sering menghindar dari kamu soalnya aku nggak kuat buat ngomong ini. Tapi ternyata, aku baru tau. Cepet apa lambat kamu harus tau. Aku nggak siap Dik, tapi akhirnya ternyata emang harus gini."
Rasanya aku ingin menghajar sesuatu. Perasaan yang sering sekali aku benci. Disisi emosi aku sedang marah sedih cemburu bercampur menjadi satu. Aku meninggalkan Dinda yang sedang terduduk sambil terisak di koridor. Aku masuk kembali ke ruangan, menghampiri Rangga, lalu memukulnya di hidungnya hingga Rangga berdarah. Aku melap tanganku, meninggalkan pernikahannya sambil dilihat oleh semua tamu undangan. Aku tidak peduli, karena ternyata Perjuangan cintaku selama ini, disia-siakan oleh kebodohan.
Cerita ini merupakan sebuah inspirasi, jika terjadi kesamaan cerita mohon dimaafkan. Ini adalah ide saya sendiri sebagai penulis, terinspirasi dari cerita hidup seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maafin aku, Dika
RomanceDika, seorang pekerja yang sedang bekerja demi menikahi pacarnya Dinda. Namun, apakah dia berhasil menikahi Dinda?