10 Desember 2012
Pagi ini saya melihat dua orang bergigi tonggos. Sepertinya mereka pasangan suami istri. Dan aku pun bingung bagaimana mereka berciuman.
14 Desember 2012
Pagi ini saya melihat sebuah pemandangan seorang suami yang mendorong kursi roda. Istrinya duduk dengan tenang.
21 Desember 2012
Pagi ini aku melewati kerumunan ibu-ibu yang sedang senam. Mereka sepertinya ingin sekali sehat. Tapi kemudian ada tukang tahu lewat. Mereka semua menengok ke arah tukang tahu sambil salah seorang berkata “Tuh tukang tahu datang. Ada yang mau beli nggak?”. Kurasa semua itu berbeda saat kita masih anak-anak, saat kita senam dahuku kala, kita tidak pernah peduli pada tukang tahu yang lewat.
22 Desember 2012
Pagi ini aku melihat nenek yang rambutnya sudah putih semua. Tapi kuku jari tangannya berwarna merah. Cantik. Apa harus menunggu tua untuk dapat menyisihkan waktu untuk memanjakan diri?
18 Februari 2013
Sore ini di angkot. Ada dua orang ibu-ibu, sepertinya mereka guru di sebuah sekolah di Subang. Mereka sedang seru membicarakan guru-guru lain. Aku penasaran apakah di masa depan aku akan seperti itu atau tidak. Pembicaraan di angkot bisa mencerminkan karakter seseorang dalam sekejap. Aku selalu suka menikmati pembicaraan orang-orang di angkot, seakan melihat drama secara nyata.
8 Maret 2013
Pagi ini, seorang kakek bercanda dengan cucunya. Cucunya berkata “Awas.. Awas..”, dengan nada meminta yang manja, cucu tersebut ingin lewat namun dihalangi kakeknya. Si kakek tidak mau awas, tidak bergeser dari tempatnya berdiri, justru dia melompat-lompat dengan gesit. Tatapan muka kakek tampak sangat ingin mempermainkan, cucunya makin merengek. Mereka bukan lagi seorang kakek dan seorang cucu, melainkan hanya dua orang anak-anak. Sedang bermain.
13 Maret 2013
Siang ini, ayahku mengirim sms, menanyakan apakah aku sudah makan atau belum. Selama tiga tahun aku berkuliah ini pertama kalinya. Ayahku bilang, di rumah ibuku memasak makanan kesukaanku, cumi-cumi, makanya dia teringat padaku.
1 April 2013
Siang ini di perjalanan menuju Bandung. Aku duduk di kursi bus Primajasa, di samping jendela, mengamati keluar. Ada seorang yang bertato kalajengking di kakinya dan tato wajah di lengannya. Pria itu memegang plastik hitam berisi tudung bayi berwarna merah muda. Tudung itu sering digunakan untuk menutupi bayi supaya bayi tidak digigiti nyamuk. Sangat menarik bagaimana seorang yang sangar bertampang preman itu ternyata memiliki bayi dan sangat menyayanginya.
29 April 2013
Pagi ini aku melihat seorang anak kecil duduk di motor bersama ibunya. Motor itu melaju dalam kecepatan sedang, angin membuat rambut hitam anak kecil itu terangkat di udara. Dia sangat senang, saking senangnya anak itu tersenyum terlalu indah, dia menatap ibunya dengan membalikkan kepalanya, ibunya membalas senyum itu. Mereka berdua terlalu indah. Aku yang melihatnya merasa sangat sejuk.
Di depan masjid DT, ada pohon palm dalam pot. Mereka diserbu ulat. Awalnya aku geli. Tapi di satu pohon , ada kupu-kupu baru lahir, dia diam saja. Indah.
13 Mei 2013
Pagi ini aku melihat seorang tua yang ompong. Aku memikirkan sesuatu. Bukankah hal ini juga terjadi juga saat kita anak-anak, gigi kita mulai tanggal satu per satu. Entahlah mungkin secara fisik ada kesamaan antara yang tua renta dan yang baru mengecap hidup.
5 September 2013
Pagi ini, aku melihat mata wanita tua itu melirik wajah pak tua tampan itu. Ternyata sampai kita tua pun kita tetap punya selera tentang rupawan atau tidaknya seseorang, hanya saja mungkin kriteria penilaian ketampanan kita akan berubah. Kukira kalau sudah tua tidak ada kesempatan melihat pria ganteng yang lewat, ternyata hal seperti itu masih terjadi di fase kita tua nanti.
3 Oktober 2013
Pagi ini, seorang bapak sedang memilih-milih sepatu, sepertinya untuk anaknya. Sepatu warna hitam ada motif spidermannya. Bapak ini tampak mengingat-ingat anaknya sambil menimang-nimang sepatu tersebut di tangannya.
Perjalanan berlanjut, kutemukan orang yang sakit jiwa. Entah itu gila jenis apa. Orang tersebut sebagimana orang gila pada umumnya, berpakaian lusuh, berwajah kucel seperti manusia terbuang. Orang gila ini meracau mengatakan kata-kata yang tidak saling berkaitan. Mulai dari “Soekarno, Ibu Tin...” Apapun yang ada dalam pikirannya pasti sangat semrawut. Adakah kota yang bersih dari orang sakit jiwa? Sampai di sebuah belokan, aku melihat pintu kuno, seperti pintu dapur yang ada di rumah nenekku di Banjarsari. Pintu itu simetris dibagi dua bagian atas dan bawah. Apabila ingin melihat keluar cukup nuka bagian atas. Bagian bawah tetap tertutup, menjaga dapur dimasuki kucing dan binatang lainnya. Dua pintu tersebut bisa dibuka apabila manusia didalamnya keluar. Mungkin kelak, jenis pintu seperti itu akan punah. Aku terus berjalan melewatinya san memasuki kawasan kampusku yang sudah kuakrabi lekuk-lekuknya, beberapa gedung diruntuhkan dan dibangun, sebagian lagi berganti nama. Nama yang berbeda untuk tempat yang sama. Seperti Balai Pertemuan Umum (BPU) yang berganti nama menjadi Gedung Ahmad Sanusi. Entah nama orang penting mana itu. Apa rasanya mempunyai nama yang dijadikan nama sebuah gedung. Nama itu akan abadi selama gedung itu kokoh berdiri. Beberapa nama jalan pun sudah berubah menjadi nama-nama rektor yang pernah menjabat sebagai pengingat.
5 November 2013
Sore ini sehabis aku berbelanja, ada seorang pria, dari karung besar yang dibawanya tampak jelas pekerjaannya adalah pemulung. Dia terduduk seperti lelah di emperan samping supermarket tempatku berbelanja. Aku mengambil tas di tempat penitipan dan aku tidak sengaja menatap matanya. Wajahnya amat lusuh, ada yang menarik pada matanya. Matanya seolah berbicara “Betapa enaknya menjadi orang kaya, dengan mudah menghabiskan uangnya. Ah aku iri sekali dengan mereka”. Matanya berkata seperti itu, aku termenung untuk sesaat melihat diriku sendiri. Betapa aku sangat beruntung dalam posisiku sekarang. Walaupun pusing olej beban kuliah, tapi aku bisa menikmati hidupku dengan baik, dengan banyak pilihan. Aku berpikir, kedepannya kalau aku kesulitan, aku harus mengingat kembali mata orang ini, agar aku lebih bersyukur pada hidupku, agar aku lebih menikmatinya dengan tulus dan berani.
8 November 2013
Siang ini ketika membeli cemilan berupa seblak di kompleks KPAD. Aku hanya mengizinkan diriku terbawa oleh keinginan kakiku melangkah, hanya itulah alasan sederhana mengapa aku ada disitu. Ketika sedang menunggu seblak dimasak oleh pedagang yang merupakan perempuan berusia sekitar 27 tahunan. Seorang ibu datang menghampiri dan tampak ingin menyebarkan berita penting. Aku tidak sengaja mendengar. Berita itu tentang seorang ibu yang meninggal di hari ini yang namanya sudah dinyatakan meninggal dan diumumkan di speaker masjid. Ibu yang baru saja datang itu bilang bahwa sebenarnya ibu tadi belum meninggal, hanya masih sekarat. Ibu pedagang seblak terkejut, lalu mengapa sudah diumumkan meninggal? Apakah ibu itu hidup lagi? Akupun turut tertarik dalam pembicaraan mereka. Seseorang yang masih hidup namun diberitakan meninggal. Lucu sekali. Ketika yang kubeli selesai dimasak, aku berjalan pulang, kudapati dua orang ibu didepanku ternyata sedang bercakap-cakap mengenai persoalan tadi. “Kamu yakin dia masih hidup? Masih ada nyawanya?”, ujar salah seorang ibu. Ibu satunya menjawab, “Justru karena masih ada nyawanya, dia dibilang hidup”. Aku hanya menyeringai sambil mencuri dengar. Betapa bodohnya dunia. Kematian hanya dijadikan berita dan bahan pembicaraan. Tidakkah mereka merenungkannya, bahwa suatu ketika mereka akan menemuinya sendiri dan tak sempat menjadikannya bahan pembicaraan.