30 - Forgot

91 17 1
                                    

Ia adalah Hasegawa Sei, dan ia duduk di tengah lorong yang sepi.

Pemuda berambut biru di sisinya sudah berhenti menangis, tetapi bahunya masih bergetar—Haijima Akatsuya adalah namanya, Sei tidak salah ingat, namanya memang Akatsuya. Sepasang iris keemasan menatap kosong dinding putih di hadapannya. Kuroki Nanami berjanji akan kembali, ia dan Miyamura Atsushi akan segera menyeret Hisato Ryou ke sini.

Tetapi sebagai gantinya, Sei tidak boleh bergerak dari sana, jadi ia menuruti.

Suara langkah kaki membuat gadis itu menoleh, samar-samar ia melihat pemuda di sisinya menegang. Ketika Sei berkedip, sosok lain mendadak muncul di hadapannya, entah bagaimana, entah sejak kapan, tanpa sadar mengingatkannya kepada sosok seorang kucing.

Sosok itu adalah seorang gadis, ia berjongkok di hadapan Sei. Rambut gelap dengan highlight putih di beberapa helainya, panjang menjuntai hingga punggung dengan kepangan longgar pada tengkuknya. Gadis itu memiringkan kepalanya, "Kau tidak apa-apa?" tanyanya.

Ah, gadis ini.

Khazura.

"Aku tidak apa-apa, tetapi kurasa sebaiknya kau bertanya pada dia," Sei menggesturkan tangannya kepada pemuda di sisinya yang menoleh dengan cepat. Kepanikan menari pada iris keemasan. Bagaimana Akatsuya dapat tumbuh menjadi seorang prajurit berdarah dingin benar-benar di luar logika.

"Apakah kau baik-baik saja?" Khazura sungguhan bertanya.

Akatsuya menggigit bibirnya, lalu menggeleng pelan.

Khazura dan Sei saling pandang, "Apa yang terjadi?" Khazura menjatuhkan dirinya dan menatap Akatsuya dengan penuh simpati. Lucu rasanya melihat mereka berinteraksi karena Sei sudah melihat mereka mencoba saling membunuh sebelum ini.

"Hisato ... –san," suara Akatsuya hampir tidak terdengar, bahkan oleh Sei. Terlalu lembut dan tak lebih dari bisikan. Sosoknya di masa lalu terlihat seperti seorang pemuda lemah tanpa dosa yang bahkan membunuh nyamuk saja tidak mampu. Apa yang membuat sang cinnamon roll tumbuh menjadi seorang pembunuh haus darah?

Sei sungguhan mempertanyakan apakah benar pemuda ini yang mencoba membunuhnya.

"Aku ... takut kepadanya."

Ia mengerti; Sei sangat mengerti perasaan itu.

"Mengapa kau takut kepadanya?" Khazura bertanya lagi.

Akatsuya mulai menggigiti kukunya, "Tatapannya menyeramkan. Rasanya aku sudah mati berkali-kali hanya berada di dalam satu ruangan yang sama dengannya," bila bahu Akatsuya tidak bergetar, Sei berani bersumpah pemuda ini adalah orang paling sarkastis yang ia temui.

Khazura terdiam, dan Sei mulai merasa seperti orang ketiga di tengah sepasang kekasih.

(Jadi ini perasaan Atsushi bila ia berada di satu tempat yang sama dengan Aoi dan Sei.)

"Siapa namamu?"

Akatsuya menarik napas sejenak, "Haijima Akatsuya."

Khazura lalu menatap Sei, seolah meminta jawaban.

"Hasegawa Sei," aneh rasanya mendengar nama belakangnya meluncur keluar dari mulutnya sendiri. Gadis beriris cokelat itu tahu Hasegawa bukanlah nama belakangnya—sudah dua kali memori itu berputar di depan matanya. Tetapi tetap saja aneh mengaku sebagai Hasegawa.

"Aku Rei Khazura. Kamarku berada di sekitar sini. Dengar, Haijima, bila kau merasa takut karena Hisato ini, kau boleh datang kemari! Kau juga, Hasegawa! Mari kita berteman," gadis beriris peridot itu mengulurkan tangannya ke arah Sei, senyumnya cerah—senyum yang berbeda dengan milik gadis berambut gelap di tengah bayangan Wonderland.

Project AliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang