Aziya ku..

4.1K 191 13
                                    

Hari ini dada ku bergetar, terguncang dan mengerang. Aku meyakini bahwa hatiku tidak akan pernah berdusta sama sekali. Aku jatuh cinta kepadanya sedalam ini.


Dia datang kembali ke tempat ini, Gadis berjilbab hitam yang menutupi hampir sebagian tubuhnya. Gadis yang tertutup cadar hitam yang hanya menampilkan manik coklat nya dan pangkal hidung nya yang bangir.


Aku yakin bahwa hati ku tidak pernah berdusta untuk mengatakan bahwa aku benar jatuh hati padanya sedari awal kami bertemu di supermarket di kota kami.


Tangannya terentang ke udara, dia seperti menikmati semua kenikmatan dari tuhannya. Angin berhembus menggoyangkan ilalang di dekatnya. Ia pun berputar putar seperti penari India di dalam sebuah film kesukaan nenek ku.


Gadis bercadar hitam itu bernama Aziya, ia menyukai anak kecil dan selalu membawa hoki juga kebahagiaan bagi orang yang ada di sekitarnya. Tapi, tidak termasuk aku. Aziya sama sekali tidak mengetahui bahwa aku ini berada disekitarnya. Mengikuti ke setiap langkah kaki nya yang ringan.


Aku sungguh di mabuk oleh nya. Gadis yang sangat jauh berbeda dengan ku. Satu yang ku ketahui, kita tidak satu keyakinan.


Aziya dan aku berbeda, bagaikan bumi dan langit. Bagaikan jantung dan hati, bagaikan tangan dan kaki. Kita memang berbeda. Dia taat beragama. Menganut agama nya dengan sangat baik, dengan sangat telaten. Dan aku menaruh rasa kagum yang berlebih untuk gadis sepertinya. Dia sempurna, dan aku tau bahwa teman lelaki di pesantren ayahnya mengagumi kepribadian Aziya. Entahlah, aku merasa begitu tak beruntung saat mengungkap kan bahwa ia banyak di gandrungi. Aku merasa cemburu, bukan dengki karena tidak bisa seperti nya.


Tidak jauh dari tempat ku berdiri, dia bersenandung riang menyanyikan lagu religi. Suara nya begitu merdu, tidak seperti para penyanyi kebanyakan. Suara dia khas, dan aku bertambah kagum.


Jemari lentiknya terlihat sedang bermain dengan ilalang yang masih tertiup angin kencang, ia berjalan disekitar tempat yang sama sedari dulu.


Surai coklat ku ikut tertiup ke arah mata angin, membuat anak anak rambut ku semakin tidak beraturan, terkadang memasuki mulutku yang tidak sengaja terbuka. Ini karena aku terlalu kagum padanya, dan aku sudah menjelaskan nya.


"La.. la...~~~" Aku mendengarkan dia kembali suaranya membuat hatiku bergetar, terguncang dan aku hampir melemas. Rasanya kaki ku lunglai. Aku mulai tidak bisa berdiri dengan benar, satu tangan ku menyentuh bagian pinggir pohon tua yang menjadi tempat persembunyian untuk aku memandangi nya.


"Gimana aku tidak jatuh cinta?" Aku bergumam sendiri karena melihat tingkah ayu nya.


"Ah, cadar ku." Pekik Aziya membuat ku tidak sengaja melihat wajah nya yang seperti putri pakistan.


Ia berlari mengambil cadarnya yang terjatuh dan terlepas dari nya karena angin tadi. "Ya allah, kotor." Imbuh nya sesaat ia mulai memasangkan kembali cadar nya. Paras cantiknya kini kembali terhalangi saat aku tertegun memandangi nya selama beberapa detik.


Tubuh ku bersender di pohon tempat favoritku saat ia perlahan mulai pergi. Manik mata ku menerawang ke arah langit, memandang senja dengan banyak awan yang berpartisipasi ikut dalam senja kala ini. Aku menghela nafas dalam, tubuhku serasa kembali bergetar, jantung ku begitu sakit dan agak terguncang saat ini. Entah mengapa ini sering terjadi membuatku terusik.


"Aziya, ziya." Aku melafalkan nama itu berulang ulang, membuat rasa sakitku sedikit terhambat. Rasanya nama itu bagaikan obat yang mujarab.


Bukan kah tidak adil jika kalian hanya mengetahui Aziya orang yang ku idamkan? Aku ini wanita, gadis, perempuan, atau segala nama lain dari kata yang baru ku tuliskan. Aku, mencintai sejenis ku. Aku tidak pernah berharap bahwa ia juga akan menaruh rasa dengan ku, rasanya tidak akan mungkin. Dia anak seorang kyai, dia sangat tau batasan apa yang boleh dan tidak boleh. Rasanya aku begitu tidak pantas meminta kepada tuhan untuk membuatnya mencintaiku juga. Aku tau, dan sangat tau bahwa dia pasti akan menolak mentah mentah hubungan ini. Rasanya bagiku untuk memiliki nya saja tak akan pernah mungkin, aku bahkan tidak berani membayangkan nya.


***



Tidak jauh dari tempat ku duduk di lesehan ngawi, tiga orang lelaki dengan wajah arab juga setelan anak pesantren duduk membentuk suatu bundaran sesekali mereka tertawa dan membicarakan hal yang menurutku tidak penting, lihatlah mereka, nampak seperti kaum hawa saja. Aku mendengus geli sembari menyesap jus jeruk peras ku yang tinggal seperempatnya. Di temani dengan novel terbaru yang 3 jam lalu aku pinjam dari perpustakaan perpus ku, aku kini tengah membola balik lembaran lembaran kertas yang agak berbau kihkil.



Hembusan cinta yang merasuk ke jiwa


Menghantarkan seribu angan untuk memilikii


Membuat kita sebagai para pemuja cinta


Terlena dan memiliki seribu mimpi walau kita tau itul dusta


Hati tidak mengapa di dustai oleh sendiril


Namun, saat hati di dustai oleh nya..


Entah bagaimana kita akan hidup


Karena kita menyerahkan separuh nafas


Angan, jiwa, mimpi, dan segala ragu


Menumpuk dalam satu ruang yang kita sebut hati kecil


Kita merajut semua angan yang kita satukan menjadi sebuah dusta kecil


Sadar namun tidak mau beralih


Itulah kita, sebagai para pemuja cinta.




Aku mengerjapkan mata ku berkali kali. Mulai berdiri tegak dal posisi duduk ku, aku merasa puisi ini mengisahkan bagaimana seseorang yang begitu dalam mencintai dan tau cintanya bukan hanya bertepuk sebelah tangan.


"Lo nggak mungkin kan jatuh cinta ama si cewek bercadar itu? Gue tau banget lah selera lo begimana." Bagaikan balon yang kelebihan udara, aku rasanya ingin meledak sekarang juga.


Aziya, Aziya. Ya tuhan, bukan kah itu ciri ciri gadis yang aku cintai?


Aku menghela nafas perlahan, dan kembali fokus menyesap jus ku yang sebenarnya sudah tidak sedap. Mencoba memasang kembali pendengaran ku lebih baik.


"Ya kali, gue masuk pesantren aja di minta bokap. Lo tau kali kehidupan asli kita begimana. Lo kira gue seneng gitu deket deket ama tuh cewek? Boro boro megang tangannya, mau liat muka nya aja gue nggak boleh. Katanya haram lah, apalah. Elah, muna." Lelaki di belakang tubuh ku mulai berseru dan bersungut dengan kawanan nya.


Ouh tuhan, haruskah aku mendengarkan pembicaraan nya lagi. Rasanya hatiku gelisah dan terbakar.


"Sabar bro, beberapa bulan lagi kita get out kok dari sini." Tukas salah seorang lelaki yang aku yakini ini berbeda orang.


"Itu sih kalian bedua, nah gue? Gue harus tinggal disana sampe ayah maafin gue dan juga gue harus mau ama si Aziya itu. Dih enek gue!" Timpal si lelaki yang aku rasa sedari tadi ia ini suka nyolot.


Aku mendengus cuek sembari memutar bola mata.


Dua lelaki itu tertawa menimpali ucapan cowok barusan. Aku merasa mereka 11 12, tidak jauh berbeda.

Ijinkan Aku Melafadz Allah (GXG)Where stories live. Discover now