Di sore hari, ketika mentari segara masuk ke peraduan. Megah semburat jingga membias dan menembus cela daun pohon yang rimbun. Di teras belakang, sedikit lebih dekat dari kandang ternak. Terdapat sebuah kursi tua yang kaki-kakinya sudah terlihat rapuh. Efek dari seringnya terkena air hujan, jamur hijau pun tumbuh di sela sambungannya. Terlihat sudah tak layak pakai. Namun, masih saja digunakan.
Di kursi tersebut, duduklah si bocah malang itu, yang diceritakan nasibnya dari awal cerita ini. Aditya, dengan nama lengkap pemberian orang tuanya adalah Aditya Pratama. Dia berdiam dan bermenung memikirkan nasibnya yang tak putus dirundung malang itu.
"Hei! Ngelamunin apa ko (Apa yang sedang kau lamunkan)?"
Buyar! Aditya tersentak dengan logat peselancar Makassar itu. "Aduh Jefri!!!" kesalnya. "Kau ini, bikin kaget saja!"
"Puahh (Ah)!" Jefri lalu terbahak. "He, sibukko besok (Sibukkah kua besok)?"
"Sepertinya tidak, kenapa?"
"Temanika ke Bone (Temani aku ke Bone)!"
"Mau apa di sana?"
"Mauka pigi ambil formulir pendaftaran (Mau mengambil formulir pendaftaran)."
"Kok, sekolahnya jauh sekali?"
"Sekolah pelayaran!"
"Ow, mau jadi pelaut?"
"Rencananya!" Jefri terlihat ragu. "Bisa tidak?"
"Bisa! Aku juga penasaran, seperti apakah sekolah pelaut itu?"
"Baiklah, besok kalau tidak ada halangan, kita berangkat jam 8 pagi. Oke?"
"Entar dulu, aku harus minta izin sama Mamaku."
"Pasti diizinkan itu!"
* * *
Sinar mentari di pagi hari, cerah dan hangat. Izin dari Puang Aleng, turut menyemangati mimpi yang masih samar-samar itu.
"Kau yang bonceng atau aku?" Jefri tersenyum sambil membuka kaca helemnya.
"Kau aja, aku tidak tau jalan," jawab Aditya.
Tanpa keraguan, Jefri memacu motor itu di jalan raya. Sedangkan Aditya tenang di belakangnya. Mereka mengarungi jalan yang tidak biasa dilaluinya. Namun, petunjuk jalan yang ada pada simpang tiga Bonto Bolae–Palattae, Sinjai, dan Bone. Jelas mengisyaratkan, bahwa jalan itu ialah menuju kota Bone atau Watampone. Daerah kelahiran Raja Arung Palakka. Kota pahlawan yang indah dipandang. Adat istiadat dijunjung tinggi.
Dalam catatan sejarah, dahulu Bone adalah kerajaan yang besar. Yang didirikan oleh Raja Manurungnge Rimatajang–raja Bone pertama–pada tahun 1330. Dan, mencapai puncak kejayaan–pada masa pemerintahan Latenritatta Arung Palakka Matinroe ri Bontoala–di pertengahan abad ke-17.
* * *
Tepat pukul sepuluh, mentari bersinar terang ketika Jefri dan Aditya sampai di sekolah itu. Aditya terperangah saat menyaksikan para calon pelaut yang begitu gagah berbaris di depan kelas. Bajunya persis sama dengan ABK di kapal waktu itu, kata Aditya dalam hati. Bayangannya kembali tertuju pada saat ia pulang dari rantau.
Jefri dan Aditya berbarengan melangkah masuk ke ruangan yang dihiasi dengan perhiasan piala-piala. Ada yang berwarna emas dan juga perak. Terdapat segelintir manusia berwibawa di dalamnya.
Seorang lelaki paruh baya menghampiri. "Silakan, duduk, Dek!" katanya sambil menarik kursi di belakang meja kerjanya. Ia lalu duduk. "Oyah, saya Pak Dimas, perwira batalion di sekolah ini, ada yang bisa saya bantu?" lanjutnya sambil mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Aditya dan Jefri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story of Sailor
Fiksi UmumSebagian cerita hanya bisa dibaca oleh pengikut saya. Jadi kalau mau baca cerita secara keseluruhan jangan lupa untuk meng-follow saya terlebih dahulu. Dari kecil, Aditya tidak pernah puas akan pendidikannya. Semangat untuk bersekolah selalu dipata...