Secangkir teh panas berdiri kokoh. Putaran sendok kecil terus berlangsung. Tangan kanan Veranda melakukan sesuatu yang tak bertuan. Sebuah kebingungan penyebabnya.
Veranda sangat paham bahwa Kinal adalah bagian dari hidupnya. Untuk bersamanya sedetikpun, bagai candu heroin untuknya. Untuk meninggalkannya sedetikpun, bagai meraih bintang di malam purnama. Mustahil
Jadi rasanya sulit jika harus menjauh dari pandangan Kinal. Bahkan jika mau, dia bisa saja keluar dari kafe dan berlari kencang mencari keberadaan Kinal sekarang.
Hanya saja, sekali lagi, Veranda harus ingat bahwa kesepakatan tetaplah kesepakatan. Dan ucap tak bisa kembali ditelan.
"Pak Boston, bisakah kau membatalkan kesepakatan ini?"
Veranda menangis. Tak kuat menahan rindu.
Ponselnya bergetar kembali. Kali ini dari mamanya.
"Hari ini pulang jam berapa? Mama mau bicara."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayup
FanfictionSebuah wansut untuk meramaikan ulang tahun Veranda sahaja. Tidaklah lebih.