Hal yang terakhir kali diingat Tana adalah percikan listrik yang keluar dari kabel.
Hal yang pertama kali dilihatnya adalah sepasang mata biru kehijauan sedalam lautan, begitu dekat dengan wajahnya hingga rasanya menyesakkan. Wajah dan rambutnya basah, kilat peraknya berubah menjadi gelap.Hanya satu detik setelahnya, Aru menarik diri dengan canggung dan mengalihkan pandangan. Apa yang akan dipikirkan gadis itu tentangnya? "Maaf." Ia berdeham. "Kukira ... kau ... akan benar-benar mati."
Tana bangkit dan duduk, seluruh tubuhnya gemetaran karena sisa kejutan listrik, atau sisa kejutan Aru ... entahlah. Meski begitu, ia bersyukur bahwa seluruh anggota tubuhnya masih utuh dan dapat digerakkan. Ia menyentuh rambutnya dan mengeluh dalam hati saat merasakan ujung terbakar. "Aku hampir."
Kapal selam masih berdengung, tanda mesin telah hidup kembali. Setidaknya, rencana Tana bekerja. Ia tidak tahu apa yang Aru lakukan saat ia mengutak-atik sistem pengatur energi. Dilihat dari tubuhnya yang basah, sepertinya ia keluar kapal selam. "Apa yang kau lakukan?"
Raut wajah Aru seketika berubah, seperti teringat sesuatu. Ia bergegas mendekati meja kendali, menatap keluar jendela dan mengetikkan sesuatu dengan panik. Tana tidak terbiasa melihat Aru tidak dalam keadaan tenang dengan wajah tersenyum.
Tana mendekatinya, memandang dari balik bahu pemuda itu untuk melihat apa yang dikerjakannya di panel kendali. "Apa?" Gadis itu benar-benar penasaran sekarang. "Apa yang sebenarnya kau temukan?"
Namun, sebelum Aru sempat menjawab, jawabannya datang tepat di balik kaca.
Induk belut raksasa melesat tepat menuju mereka, percikan listrik bagai petir keluar dari kulitnya yang hitam dan berlendir. Belut-belut lain terlihat seperti cacing bila dibandingkan dengan yang satu ini.
Tana mengerjapkan mata, tidak percaya akan apa yang dilihatnya. Makhluk macam apa ini? Ia tidak pernah melihat belut sebesar ini, dan ia tidak akan percaya kalau seseorang mengatakan ada belut listrik raksasa berkeliaran di bawah laut. Tapi ini nyata.
"Tana ..." Suara Aru yang terdengar frustrasi mengalihkan perhatiannya dari belut raksasa yang menggeliat. "Apa yang kau lakukan pada kapalku?"
Panel di hadapan Aru dipenuhi sederetan kode yang tidak bisa dimengerti, begitu juga semua panel yang ada di ruangan kendali. Kecuali di panel utama, terdapat tulisan ERROR SYSTEM.
Gadis itu meringis. Hal yang yang dilakukannya pasti bukan hal yang tepat untuk dilakukan bila sebuah kapal selam kehilangan dayanya. Sekarang, ia malah menghancurkan perangkat lunak kendali kapal selam milik Aru.
"Aku tidak tahu." Tana berkata jujur, menelan ludah menatap kode-kode di setiap panel. Ia merasa bersalah karena bersikap sok tahu. "Kurasa aku sudah menghancurkannya."
Aru menghela napas, dan akhirnya mengalihkan tatapan dari panel-panel. Mata biru kehijauannya menatap Tana. Mengejutkan. Ia tidak terlihat marah, kesal, jengkel atau segala perasaan Tana kira akan diterimanya. "Bukan itu maksudku, Tana."
BRUK!!
Seluruh kapal selam terguncang, membuat Tana dan Aru terjatuh terguling di lantai pada saat yang bersamaan. Gadis itu dapat merasakan tubuhnya yang baru saja terpanggang semakin terasa sakit menerima benturan keras.
Belut raksasa itu sudah mulai menyerang mereka, dan tidak akan lama sebelum belut itu mulai menyetrum kapal selam dan memanggang mereka hidup-hidup.
Pemuda itu bangkit, lalu membantu Tana. Ia kembali mendekati panel kendali, lalu berusaha melakukan sesuatu dengannya. Aru berpikir keras, mencoba mengingat hal-hal yang dipelajarinya, kembali saat masa-masa pelatihannya. Apa yang harus dilakukan ketika seluruh sistem tidak bisa digunakan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aquatris
Science FictionTana Sanchez tinggal di Kepulauan Tenggara, satu dari delapan sub-negara kepulauan yang tersisa setelah arus gelombang memusnahkan hampir seluruh daratan dunia. Ia lebih suka berkeliaran dengan perahunya dibanding kuliah, untuk menghindari ayah tiri...