Daniel Pov
Aku tidak fokus di kantor. Aku terus memikirkan Laura, kenapa dia bisa berubah kepada ku, apakah setelah tidak bertemu dengan ku beberapa tahun dia seperti ini. Handphone ku berdering.
"Hallo tante..."
.....
"Daniel di kantor tante, Laura ada di kantor om Wijaya"
...
"Baik tante" aku segera mengambil kunci mobil.
"Laura..Laura.."Kemana dia, kenapa tidak ada. Aku melihatnya keluar dari toilet. Dia bingung dengan kedatanganku.
"Handphone kamu mati?"tanyaku, untuk memastikan dia mengetahui keadaan om Wijaya atau tidak. Dia mengangguk, aku langsung menariknya, kami harus ke rumah sakit.
"Apa yang sedang kamu lakukan?"bentaknya. "Om wijaya, dia sedang kritis. Mama kamu menghubungi kamu dari tadi tapi tidak bisa" aku memarahinya. Bisa disaat seperti ini dia membentakku. Aku menariknya.
Aku melihatnya hanya diam di dalam lift, aku tahu dia sedang khawatir dan takut saat ini. Tunggu, kenapa bajunya seperti ini. Dadanya. Dasar ceroboh. Dia pasti tidak menyadarinya. Enak sekali pria di luar sana melihat tubuhnya. Aku menutupnya dengan jasku. Dia menatapku, aku menggenggam tangannya berharap rasa takutnya bisa di bagi denganku, dia hanya melihat tanganku yang menggenggam tangannya.
Jujur saat melihat kondisi Tante Maya,aku sangat kasihan. Ini juga mengingatkan diriku saat menunggu Julie. Ya Allah aku sudah lama tidak ke pemakaman Julie, terakhir adalah hari dimana dia kebumikan. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaan ku. Laura di minta oleh dokter menemui ayahnya. Aku dan Tante Maya menunggu Laura diluar. Aku tidak tahu sudah berapa lama laura di dalam. Tiba-tiba Laura keluar berteriak memanggil dokter, aku membantu Tante Maya menuju ruangan Om Wijaya.
"Maaf"ucap dokter itu setelah memeriksa Om Wijaya. Aku paham apa maksud dari perkataan maaf itu.
"Jangan bilang papa saya.."Laura diam, dia menangis.
"Selamatkan papa saya..."Laura menahan tangan dokter itu yang ingin keluar dari ruangan.
"Maafkan saya bu" Ujar dokter.
"Papa.....PAPAAAAAA"Tangisnya. Aku tidak tahu apa yang ku rasakan saat ini, ada perasaan sakit yang tidak ku pahami, ingin sekali aku memeluknya, menghilangkan semua kesedihannya.
"Pa..."Tante Maya masuk dengan menangis.
"Kenapa Papa tinggalkan Mama?"kondisi Tante Maya sangat memprihatinkan.
"Bangun Mas, sayang" Aku tidak tahan melihatnya, aku tidak bisa melihat Tante Maya seperti ini. Saat aku ingin menenangkan Tante Maya, Laura langsung memeluk mamanya.
Aku mengeluarkan handphoneku, aku akan mengurus semua pemakaman Om Wijaya, sebagai penghormatan ku, kepada sosok yang sudah aku anggap sebagai ayah sendiri.
Aku keluar meninggalkan mereka berdua.
Aku kebagian administrasi untuk mengurus segala hal yang harus diselesaikan.
Hari ini adalah pemakaman Om WIjaya, kemarin malam aku sempat bertengkar dengan Laura, dia marah dengan aku yang mengambil tanggungjawabnya dalam mengurus semua urusan Alm.Om Wijaya. Kami sempat bertengkar hebat, sampai akhirnya, mamaku yang melerai kami. Yang aku tidak paham, kenapa Laura harus semarah itu. Apa salahku? Dia sendiri tahu seberapa aku menghormati Om Wijaya? Dan bagaimana bisa dia mengatakan aku bukan siapa-siapa di keluarganya, aku adalah sahabatnya. Dari terakhir kami bertengkar aku dan Laura tidak ada yang berbicara satu sama lain. Jujur aku ingin menjadi sandarannya saat ini. Aku ingin dia bergantungan kepadaku, menumpahkan kesedihan dan kekhawatirannya kepada ku seperti dulu. SEPERTI DULU. Hal itu sepertinya sangat sulit terjadi. Aku kangen Laura-ku.
Aku terus melihat dia yang tidak pernah menjauh dari Alm. Om Wijaya. Laura memang sudah tidak menangis, tapi kesedihan jelas terlihat dari matanya. Dia berusaha terlihat tegar, aku tidak suka itu, aku tidak suka sikapnya yang berpura-pura kuat. Laura, apa yang telah terjadi pada mu selama di Paris?.
Akhirnya Om wijaya akan segera di antar ke pemakamannya, tempat peristirahatan terakhir Om Wijaya. Semoga Om di letakan di sisi Sang pencipta di tempat Terbaiknya. Laura memeluk erat mamanya. Tante Maya terlihat terpukul sekali bahkan adik Laura ada di rumah saat ini karena tidak dapat menerima kepergiaan Papanya.
Hujan pun turun, sepertinya langit juga berduka atas kepergiaan Om WIjaya. Mamaku mengiring Tante Maya masuk ke dalam mobil. Dan Laura-ku masih setia memandangi Gundukan Tanah Om Wijaya.
"Bisakah kamu tinggalkan aku sendiri?"Dia berbicara pada ku kah?
aku diam bingung harus menjawab apa"Dan" Ya Allah sudah lama aku tidak mendengar panggilan itu.
"Baiklah"Ucap ku, aku memberi dia waktu sebentar.
Aku berjalan meninggalkannya. Jangan pernah berpikir aku meninggalkannya sendiri, aku menunggunya di dekat mobil, berdiri dan melihatnya dari kejauhan.
Sakit. Sedih. Khawatir. Cemas. Takut. Semua ku rasakan saat ini, melihat kondisi Laura seperti ini. Aku lebih senang dia yang bawel, manja, galak dan Susah di atur. Aku tersenyum saat menyadari aku telah kehilangan masa-masa itu.
Sudah ada seJam menunggunya, aku khawatir dia akan jatuh sakit terlalu lama terkena hujan. Aku segera menyusulnya.
"LAURA" Kaget ku melihatnya tergeletak di Tanah. Aku berlari mendekat.
"LAURA. LAURA LAURA..."Panggilku sambil menggoyang tubuhnya.
Dia pingsan. Aku langsung menggendongnya, dan berlari menuju mobil.
Selama perjalanan aku terus menggenggam tangannya. Aku tidak membawanya ke rumah, aku takut Tante Maya akan bertambah sedih jika melihat putrinya seperti ini. Aku memasukkan mobil ku ke Parkiran Rumah Sakit.
Langsung menggendongnya membawa Masuk. Aku menunggu di luar saat dokter memeriksanya. Dokter keluar.
"Bagiaman kondisinya dok?"Tanya ku langsung.
"Hem tekanan darahnya rendah, sepertinya terlalu kelelahan dan stres. Tapi saya sudah menyuntikan obat, Insyaallah kondisi nya akan segera kembali normal" Jelas Dokter itu dengan tenang sekali. Apa dia tahu aku begitu khawatir.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata lagi, aku langsung masuk ke ruangan Laura. Dia terlihat pucat. Dingin. Tubuhnya sangat dingin.
Aku mengelus kepalanya dan mencium keningnya. Mencium. Kenapa rasanya sangat berbeda, entahlah aku merasa ada yang berbeda.
Aku duduk di sebelahnya memandang wajahnya yang pucat sambil menggenggam erat tangannya.
"Cepat lah bangun Laura, Aku kangen. " Bisik ku di telinganya. Berharap dia mendengarnya di Alam bawah sadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, My BF
CasualeDiantara pria dan wanita tidak ada murni yang namanya persahabatan. Aku laura aku mencintai sahabat ku sendiri Daniel, kami sudah bersahabatan selama 8 tahun. aku tidak tau bagaimana dia tidak menyadari aku mencintainya apakah karena hubungan kami...