Setelah banyak hal terjadi diantara Jesibel, Feyya dan Arka, malam minggu ini, Jesibel memutuskan untuk meminta Arka menemuinya di sebuah restoran daerah ibu kota. Sosok Jesibel yang selalu berusaha tepat waktu, membuatnya lebih sering menunggu ketimbang ditunggu tidak seperti kebanyakan perempuan lain yang sering telat karena terlalu lama merias diri.
"Apa aku terlambat?" Ucap Arka di belakang Jesibel
Jesibel menoleh dan tersenyum menyambut Arka. Wajah pucatnya tanpa sapuan bedak sedikitpun terlihat tetap cantik dan manis di hadapan Arka.
"Tidak, kita sama-sama datang lebih awal dari yang dijanjikan" sahut Jesibel
"Jadi, apa yang akan kita bicarakan?" Tanya Arka sembari membawa tubuhnya menuju kursi di hadapan Jesibel
"Se--" Jesibel menghentikan kata-katanya "kenapa kau terlihat begitu gugup?" Jesibel terheran melihat Arka. Ia terlalu peka dengan keadaan sekitar, itulah sosok Jesibel, menawan dan mengerikan.
"Tidak"
"Begitukah?" Seulas senyum pun Jesibel utarakan pada Arka yang berusaha membiasakan diri dari kegugupannya yang makin bertambah "Sesungguhnya ini bukan soal pekerjaan"
"Aku senang mendengarnya" sahut Arka
"Kau menyukai Feyya bukan?" Jesibel menatap mata Arka lamat-lamat
Mata Arka membuka lebih lebar, sebuah pertanyaan yang tidak terduga "kenapa?"
"Sudahlah akui saja"
Arka ragu untuk menjawab. Ia tak memiliki jawaban atas pertanyaannya. Apakah ia sungguh menyukai Feyya? Tapi makin hari ia menyadari, bahwa sesungguhnya bukan pada Feyya lah ia jatuh cinta. Sayangnya otaknya pun masih terlalu takut salah untuk mengatakan tidak.
"Apa maumu sebenarnya?"
"Arka, jangan sia-siakan kesempatan ini. Memang kau sudah punya kekasih? Tidak kan? Dengar, aku tahu orang tuamu memaksamu untuk segera menikahi seseorang yang--"
"Cukup, cukup. Aku mengerti, tapi apa yang kau minta dariku? Lagipula apa Feyya mau untuk menikah denganku?" Tanya Arka dengan wajah bingung
"Kau ini, meski orang tua Feyya tak mempedulikanku, tapi aku tahu betul soal keluarganya dan aku juga sangat mengenal Feyya. Sudah kupastikan Feyya dan keluarganya tidak akan menolakmu. Lagipula, apa susahnya sih untuk menerima tawaran ini? Bukankah Feyya adalah gadis yang kau sukai? Aku tahu itu Arka!" Jesibel menekankan kata-katanya di akhir kalimat
Arka menghela napas panjang "tapi apa yang harus aku balas?"
"Adam" tatap Jesibel sinis "atau Zelma"
"Sibel, jadi mereka orangnya? Lalu kau belum bisa merelakan? Sadarlah dia bukan lelaki yang baik untukmu! Biarkan ia bersama jalang Zelma itu"
"Sibel?" Jesibel merasa heran mendengar Arka menyebutnya dengan nama panggilan itu.
"Aku teman lamamu Sibel, kau lupa?"
Jesibel menatap Arka tak percaya, ia berusaha mengingat-ingat namun tak ada memori hilang yang ia temukan
"Mungkin. Arka, ini bukan soal ingin memiliki Adam. Aku hanya ingin memberinya pelajaran. Betapa ia tidak menghargai perasaan seorang perempuan. Dan aku hanya benci aku merasa telah dibodohi"
"Sibel, dengarlah, aku rasa ini bukan ide yang baik"
"Kenapa Arka? Apa karena Adam dan Zelma adalah temanmu? Terutama Adam?!" Bentak Jesibel, wajahnya mulai memerah
"Bukan itu. Tapi kau tidak seharusnya balas dendam"
"Kau tahu apa bodoh? Kau tidak mengerti rasanya menunggu dan jatuh cinta setulus hati kemudian kecewa. Kau tidak mengerti rasanya dicampakkan, kau tidak pernah merasa tersesat! Hidupmu tak seberat hidupku!" Nada bicara Jesibel kian meninggi, namun ia masih bisa mengontrol volume suaranya. Berusaha tidak mengganggu pengunjung restoran lainnya.
"Jesibel, tenangkan dirimu" tatap Arka, perlahan ia memegang kedua tangan Jesibel untuk menghilangkan ketegangan.
Jesibel langsung menarik tangannya dari genggaman Arka, kemudian, ia menundukkan kepala dan memijat pelipisnya perlahan
"Izinkan aku melakukannya, aku janji akan memperbaiki semuanya setelah ini. Kau juga membutuhkan Feyya bukan? Memangnya kau mau menikahi gadis pilihan mamamu itu? Ayolah, kau bilang kita teman lama, bekerja samalah"
"Dasar keras kepala" Arka menatap Jesibel berusaha memahami wanita di hadapannya "kau benar-benar mendesakku dan ya... aku sepertinya tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini" lanjut Arka
"Tidakkah kita saling menguntungkan? Dengan adanya Feyya, ibumu akan membatalkan perjodohanmu bukan?"
Arka mengangguk.
"Jadi kita setuju?" Lanjut Jesibel
"Baiklah. Tapi dengan satu syarat"
"Hei" ucap Jesibel tidak setuju "kenapa kau yang memberiku syarat?"
"Dengarkan dulu"
"Apa?" Tanya Jesibel
"Jangan buat dirimu makin tersakiti" ucap Arka sungguh-sungguh
Mata Jesibel membulat sempurana mendengarnya. Apa maksud Arka.
"Emm" ucap Arka dengan mempraktikan mengatupkan bibir
Jesibel segera menyadari kalau dirinya terlalu lama melongo, ia pun langsung mengatupkan bibirnya.
"Pinky swear?" ajak Arka dengan mengacungkan jari kelingkingnya
"Dasar konyol" balas Jesibel kemudian membalas acungan jari kelingking Arka.
***
Fuuhh!
Jesibel menghempaskan asap dari mulutnya, sebatang rokok yang ia hisap benar-benar terasa nikmat.
"Berjalan sesuai rencana dan dugaan saja" gumam Jesibel pada dirinya sendiri
Ia terus memikirkan betapa sempurna langkah awalnya.
Benar, semua kejadian tadi telah ia atur. Ia sejujurnya mengingat Arka sejak awal berjumpa lagi, namun ia menyembunyikannya. Oleh karena itu, Jesibel bisa mencari tahu diam-diam masalah yang sedang Arka hadapi lalu memanfaatkannya dan semuanya berjalan sempurna, aktingnya terlihat tanpa kekurangan. Tetapi ia tidak sepenuhnya bersandiwara, kehidupannya yang pahit tidaklah sebuah kebohongan belaka.
"Demian sempurna kukirim ke neraka. Sekarang giliran kalian, Adam, Zelma, tapi aku hanya akan mengirim kalian ke rumah sakit jiwa. Tunggu saja" ucapnya pada diri sendiri disusul dengan tawa puas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can You Love Me
AcakPernahkah merasa hanya dimanfaatkan? Namun engkau menikmatinya, bahkan tidak mau melepaskannya. Tersakiti namun mencintai. Itulah aku.