Beberapa anak kelas 11 berjalan hampir memenuhi koridor. Hari ini mereka akan melakukan promosi eskul. Tidak terkecuali Arsena. Dengan bangganya ia memasuki kelas Aletha dan mulai angkat bicara.
"Selamat pagi adek - adek," Arsena mulai berjalan ke depan kelas sambil tersenyum.
"Pagi kak," jawab kelas 10 IPA 3 hampir seluruhnya.
"Minta perhatiannya sebentar. Hari ini kita mau promosi eskul basket. Jadi nanti yang masuk di eskul ini gak cuma praktek doang tapi bakal juga diajarin teorinya. Trus juga bisa ikut sparing sama sekolah lain. Jadi ada yang mau ikut gak?" jelasnya panjang lebar.
Hampir separuh kelas itu mengangkat tangan. Terutama yang perempuan. Biasalah mau cari cogan. Atau sekedar Tp - Tp [tebar pesona.]
Tetapi tidak untuk Aletha. Ia lebih memilih eskul fotografi atau eskul jurnalistik dibanding berlari mengejar bola ditengah lapangan.
"Aletha gak mau ikut basket?" Arsena tiba tiba memanggil adiknya yang sedari tadi diam saja.
"Hah? En--enggak kak," hampir seluruh murid melihat kearahnya dan ia buru - buru menyembunyikan mukanya. Aletha tidak suka jika teman - temannya tau kalau ia punya kakak yang 'terkenal'. Entah kenapa ia hanya ingin terkenal dengan caranya sendiri.
"Oh yaudah. O iya satu lagi buat kalian semua diundang ke acara sweetseventeen gua ya. Yang mau tanya lokasinya tanya sama Aletha. Dia adek gua soalnya."
Sekali lagi anak kelas 10 IPA 3 itu melihat kearah Aletha. Dan yang empunya nama hanya bisa menghela napas.
Kenapa gua punya sodara gini amat.
*****
Bel tanda istirahat berbunyi. Aletha hari ini ingin sendirian jadi ia pergi ke perpustakaan hanya untuk sekedar membaca buku atau hal lain, yang penting ia sendirian.
"Lagi ngapain lu disini?"
Suara itu dekat sekali dengan telinganya. Dan saat ia menoleh ke samping kiri wajahnya hampir saja bersentuhan dengan lawan bicaranya yang tiba - tiba muncul tepat disebelahnya.
Selama beberapa detik, sepasang mata itu saling bertatap. Aletha tenggelam, tenggelam jauh ke dalam mata hitam legam yang menariknya untuk masuk lebih dalam lagi.
"Baca buku lah," Aletha segera membuang mukanya, dan tidak menoleh sedikit pun. Kejadian beberapa detik yang lalu itu ternyata tidak membuat jantung berdegup. Tapi Aletha semakin membenci orang itu. Entah apa alasannya.
"Ngapain juga lo disini? Ngikutin gua lo ya?"
"Dih siapa juga yang ngikutin lo. Orang gua lagi nyari buku buat refrensi,"
"Oh,"
"Bulet,"
"Lah,"
"Kocak,"
Gunthur mulai menahan tawanya. Sebenernya ia pergi ke perpustakaan memang untuk mengikuti Aletha. Bukan untuk mencari buku refrensi. Sejak dikelas tadi, ia memperhatikan Aletha yang sedang menunjukan muka 'tidak semangatnya' hari ini.
"Ah tambah badmood gua. Cari kursi yang lain kek elah,"
"Iya mba, maaf. Gua cari kursi yang lain deh. Jangan badmood lagi ya." kata Gunthur sambil mengelus kepala Aletha lalu pergi.
*****
Pelajaran biologi hari ini telah berakhir. Beberapa murid bernafas lega, termasuk juga Aletha karena cara gurunya itu mengajar seperti mendongeng, jadi bagaimana Aletha tidak mengantuk.
Aletha segera membereskan barang - barangnya dan pergi keluar kelas. Rencananya sih, hari ini ia akan menjenguk Tasya yang sedang sakit. Jadi ia segera bergegas.
Baru saja kakinya mau melangkah ke arah lapangan, hujan pun mulai turun. Aletha langsung berlari ke arah pos satpam dan segera berteduh.
Dari arah belakang Aletha merasa ada yang memanggil namanya. Tapi ia tidak menoleh karena ia pikir yang memanggilnya Gunthur, jadi ia diam saja.
"Oi, dipanggilin juga,"
"Apaan?"
"Mau bareng gak?"
"Lah lo siapa?"
"Dih tebir lu tinggal naik aja,"
"Gamau tur,"
"Gua Dhavi woi,"
Setelah otaknya mencerna dengan baik. Semburat di pipinya mulai memerah. Hari ini adalah hari paling memalukan yang pernah ia lewati. Pertama karena Gunthur sekarang karena Dhavi.
Astaga, gua bego banget sih.
"Kok malah diem? Mau bareng gak?"
"H--hah? O--oh iya. Emang gak ngerepoitin kak?" jawabnya gugup.
"Enggak elah. Buru naik,"
Dengan sekuat tenaga Aletha menaiki motor Ninja milik Dhavi itu. Perlahan - lahan mereka mulai berjalan keluar dari area sekolah.
Aletha baru ingat kalau ia tidak mau sampai siapa pun tau rumahnya jadi nanti ia akan berhenti dirumah tetangganya saja. Agar Dhavi tidak curiga.
"Jadi ini arahnya mana?"
"Depan gang ketiga belok kanan,"
"Hhm, oke."
*****
"Makasih ya kak," kata Aletha sambil menunduk, ia tidak berani melihat lawan bicaranya itu.
"Iya. Kayaknya, gua kenal deh rumah samping lu itu. Kayak rumahnya Arsen,"
Mampus, kan bener kan. Duh gimana ini.
"Hah? Arsen siapa kak?"
"Oh gak, gak usah. Yaudah gua balik ya,"
"Oke. Hati - hati."
Syukurlah. Untung langsung balik.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Siluet Langit Violet
Teen FictionAku pikir tadinya perasaan itu tidak ada. Tapi ini, malah menjadi cinta.