Penyesalan itu? Hanya Mimpi
Senja, mentari kini hampir temaram, menampakkan bias jingga indahnya , lingsir hingga hampir juga terganti gelap. Gema bel terngiang di kedua telingaku, tanda istirahat telah usai. Aku yang sedari tadi sibuk mencuci bajupun harus berat hati meninggalkan cucianku, setelah aku tahu keamanan menatapku dari belakang, bermuka geram yang akhirnya ia pun memarahiku. Mesti begitu aku tetap saja tak menghiraukan jam-jam wajib. Seperti halnya jama'ah sholat Maghrib saat ini. Kerap kali memang pengurus memergoki kenakalan- kenakalan yang ku perbuat dipesantren, seperti bolos jam wajib lah, kabur dari jama'ah lah, ketahuan ghosob sandal lah, mengintip pondok putri lah, nggak bawa kitab lah, bawa gadget lah. Pada intinya aku sendiri sudah kenyang dengan ta'ziran sehari-hari dari pengurus, aku juga tak habis pikir! Mengapa aku ditakdirkan seperti ini? Menjadi santri bandel yang hanya bisa menghasilkan beribu-ribu ta'ziran. Dan bagiku kenakalan yang kuperbuat adalah sebuah takdir. Bahkan sampai saat ini! Sudah berkali-kali rasanya kepalaku digunduli pengurus keamanan, hingaa kurasa aku tak pernah merasakan mempunyai rambut di kepala, lebih-lebih saat ta'ziran berjemur di lapangan? Ah serasa terbakar saja ubun-ubun kepalaku.
***
"Ditujukan kepada Akhi Ahmad Syauqi dari kamar Firdaus dipanggil Abah Yai untuk segera ke ndalem sekarang juga terima kasih" pengumuman itu ku dengar dua kali, beribu tebakan pun muncul dibenakku. Kulangkahkan kaki dengan tergesa-gesa, hingga sampailah aku dimana Abah Yai telah menungguku, aku bertimpuh, mengecup barokah pada punggung tangan beliau.
"Kang, ada sesuatu yang harus Abah sampaikan, mengenai pelanggaran-pelanggaran yang sudah sampeyan lakukan. Sebenarnya Abah merasa sangat berdosa, bila harus terus menyerahkannya pada keamanan, karena ini masalah amanat, dimana ada suatu masa Abah akan ditanyai almarhum Ayahmu kelak, Abah merasa telah gagal menjaga sampeyan. Ini ada alamat pondok pesantren salaf yang bisa untuk dirimu bertholabul ilmi, cepat berkemas sekarang, dan pergilah. Semoga saja berkah disana" Tutur Abah sembari menyodorkan sebuah kartu nama dan alamat pondok salaf itu.
Aku terkaku tertunduk dan membisu, lalu mengangis sejadi-jadinya, seperti tak peduli bahwa aku kaum Adam yang tak pantas menangisi apapun. Aku sangat menyesali perbuatan-perbuatan ku yang bisa menambah siksa almarhum Ayahku di alam sana. Aku berusaha meminta kesempatan kedua kalinya pada Abah, dan berjanji tak akan mengulangi kesalahan-kesalahanku terdahulu. Agar aku masih diizinkan menjadi santri disini, dimana tempatku di besarkan menjadi seorang yang setidaknya mengenal agama, meski kuselingi dengan berbagai macam pelanggaran dan kesalahan.
***
Masih disini, nafasku dapat berhembus diantara suasana pesantren yang sangat ku banggakan ini, ya! Abah berbaik hati memberiku kesempatan kedua untuk memperbaiki diri. Aku sangat berterima kasih karena Allah pun meridhoi diriku memantaskan diri. Tak kusangka juga, bahwa sekarang, aku menjadi pengurus keamanan. Abah sendiri yang mengamanatkan tugas ini, aku berusaha sekeras mungkin agar amanat, meski tak sempurna Rasulullah SAW saat menjalankan amanat, dan berusah tegas meski tak setamam ketegasan sahabat Umar Ra saat menjadi khalifah.
Sore ini, aku keluar dari KBM abah, bukan karena kabur atau melanggar jam wajib. Namun karena aku adalah pengurus pondok, maka inilah tugasku, mengawasi santri-santri saat berlangsungnya jam KBM. "Srek srek srek" ku dengar suara sandal menuju ke kelas berlangsungnya KBM. "Eh mbak!" ucapku setengah teriak menghentikan perempuan itu, lalu aku mengusirnya, dengan menolak segala macam kata "Tapi" nya itu. karena pada area pondok putra larangan jika ada seorang santri putri disini. Perempuan itu berparas cantik. Terlihat sangat jika ia masih seusiaku, namun aku tak begitu menghiraukan hal itu, perihal aku harus menjalankan tugasku kembali.
"Kang, tau nggak kalau tadi siang putri abah yai pulang dari Maroko ? dengar-dengar sih orangnya cantik kang" bisik temanku bernama Kafabih dari daun telinga kananku.
"Ndak tahu bih" jawabku singkat.
"Kang nggak tertarik buat PDKT gitu ?" disela percakapanku dengan Kafabih tiba-tiba
"Di tunjukkan kepada akhi Ahmad Syauqi di panggil abah yai untuk segera ke ndalem sekaran juga, terima kasih" Suara speaker itu menghentikan percakapan kami, kemudian sesegera mungkin kulangkahkan kaki menuju ndalem. Sepersekian menit perjalanan akhirnya aku sampai. Sekelebat mataku menatap seseorang yang berada di depan abah, seketika! Ingatanku memutar balik kejadian waktu itu. aku teringat, dimana saat aku mengusirnya ketika memasuki kelas KBM. Beribu kemungkinan bisa terjadi. Apakah dia putri Abah yang diceritakan Kafabih waktu itu? Atau dia hanya tamu Abah?
"Assalamu'alaikum" ucapku sembari menahan jantungku yang terus saja berdegup. Sekejap perempuan itu melihatku dari daun pintu, kemudian ia berlalu, memanggil Abah untuk menemuiku. "Waalaikumussalam, duduk Kang". Ucap Abah sembari mempersilahkanku duduk. Setelah cukup lama perbincangan kami, perempuan itu kembali nampak didepanku, dengan dua cangkir teh di atas nampan yang di bawanya. "Ini putri sulung Abah yang baru saja pulang dari Maroko Kang". "Jlebb!!" benar saja tebakanku, bahwa perempuan itu ternyata putri Abah. Aku pun meminta ma'af atas sikapku yang kurang sopan sore itu.
***
"Kang, Kang? Ngapain tidur di sini?" suara lirih itu kudengar dengan tepukan beberapa kali di pundakku, otakku mencoba mengingat sesuatu yang terjadi, mencoba menatap sekeliling meski dengan mata sayupku. Aku terkejut mendapati banyak santri merubung melihatku, baru ku tersadar bahwa aku masih berada di tempat cucian. "Lalu bagaimana dengan kepengurusanku? Dan dimana perempuan itu? Apakah dia mema'afkan ku?" cecarku sembari linglung dengan apa yang terjadi. "Huahahaha!!" sontak! Sorakan semua santri itu tertuju padaku, "Kang..kang.. kepengurusan dari mana? Orang sampeyan sendiri belum bener begitu kok, apalagi itu siapa yang Akang maksud? Perempuan? Disini mana ada perempuan kang?" ceplos salah seorang santri padaku. "SYAUQI..!!" sentak pengurus keamanan dengan memasang muka garangnya yang menatapku, apa boleh buat? Akupun hanya bisa meringis malu.
Kudus,01-09-2016
21.00 WIB
Oleh: Arina Salsabila