*CHAPTER 8, 9 dan 10*

565 25 0
                                    

--- RIZKY POV ---

Aku berlari mengejar Dinda yang belum pergi jauh.

"Dinda.. Dengerin gue !" Lengannya berhasil kuraih.

"Lepas !" tepisnya. Tenaga Dinda rupanya cukup kuat untuk melepaskan lenganku.

"Din, Dinda ! Come on, Jangan kayak anak kecil gini !"

Ku lihat Dinda akan masuk ke dalam lift. Segera ku tambah kecepatan lariku sebelum lift tertutup. GOOD JOB ! Aku berhasil memasuki lift dengan nafas yang sedikit tersengal-sengal. Huffftttt ! Untung saja belum tertutup sempurna. Ku dapati Dinda yang tengah menangis, Dinda cukup tersentak saat melihat keberadaanku. Aku mendekat ke arah Dinda, dia menjauh ! Aku mendekat lagi, dia menjauh lagi ! Aku semakin mendekat, 'BRUKKKK' tubuhnya terbentur dinding lift. Dinda tak akan menjauh lagi.

"Hikssss ! Ngapain sih Lo ngikutin gue ? Pergi jauh-jauh sana ! Urusin aja tuh Inez !" Isak Dinda.

"Udah jangan nangis ! Cengeng banget sih jadi cewek. Dikit-dikit mewek ! Lebay ! Dengerin penjelasan gue, Gue sama Inez gak ada apa-apa." Kesalku.

"Apa Lo bilang? Cengeng? Lebay? Lo harusnya mikir ! Cewek mana yang gak sakit hati waktu lihat suaminya mesra-mesraan sama sahabatnya sendiri ? Gue emang udah biasa lihat Lo mesra-mesraan sama banyak cewek, tapi jangan sahabat gue juga yang Lo embat ! Dasar playboy cap ketek kambing ! Gue benci sama Lo ! Uhhh .." Dinda bertubi-tubi memukul wajah dan tubuhku. 'BUKKK ! BUKKK !' kakinya menendang kasar kakiku, ia benar-benar menyiksaku. Aku berusaha menahan pukulannya. Gerakannya membuat lift yang kami naiki sedikit goyah.

"Ehh, ehh, kenapa Lo jadi pukul gue? Sakittt ! Inget woy kita lagi di dalam lift ! Gerakan apapun yang Lo lakuin bisa berdampak buruk ! Lift bisa jatuh ! Apa Lo mau kita mati konyol? Lo mau bunuh diri? Kalau mau bunuh diri jangan ajak-ajak gue ! Gue masih pengen hidup." Protesku.

Dinda menghentikan pukulannya, membuat nafasku sedikit lega. Wajah, tubuh dan kakiku rasanya sakit sekali, sial ! Tenaga Dinda cukup kuat, kekuatannya sama seperti wonder woman yang sering ku lihat di televisi. Terdapat memar di sekitar wajahku, belum lagi tubuh dan kakiku biru-biru karena ulah ganas gadis ini. Ku lihat Dinda menatapku geram, tak ada sedikitpun rasa bersalah darinya.

"Tanggung jawab, Lo ! Lihat nih, gue bonyok begini gara-gara Lo ! Dasar cewek preman ! Cemburu sih cemburu, tapi gak kayak gini juga kali !" Cibirku membuat Dinda naik darah

"Apa? Cemburu? Gue gak cemburu ! Jangan Sembarangan kalau ngomong ! Yang ada Lo tuh yang cemburu waktu gue pelukan sama Maxime. Ngaku Lo ! Liat nih pipi gue jadi korban tamparan Lo ! Jadi jangan salahin gue kalau gue bikin muka Lo bonyok !" Dinda menunjuk pipi kanannya yang merah karena tamparanku.

"Gue cemburu sama Lo? Jangan mimpi ! Gue gak suka aja liat Lo pelukan sama cowok lain. Lagian gue sama Inez gak ada hubungan apa-apa. Gue yang paksa Inez duduk dipangkuan gue buat manas-manasin Lo." Aku berusaha menjelaskan kejadian sebenarnya pada Dinda.

Dinda menatapku tak percaya. "Gak percayaan banget sih? Lo tanya aja sama Inez langsung !"

Sesuatu terjadi di dalam lift. Lift yang aku dan Dinda naiki tiba-tiba berhenti di lantai 7. Lampu lift kemudian mati.

Dinda panik. "Liftnya kenapa berhenti? Lampunya kenapa mati?" tanyanya bingung.

"Listriknya padam kali !" Jawabku santai.

MY BAD BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang