Pt. 12 Klandestin

11.6K 1.6K 549
                                    

Malam Natal.
Lima tahun kemudian.

Korea masih sama seperti lima tahun yang lalu. Hangat, pulang dan keluarga. Setidaknya itulah yang ada di pikiran Saera saat kembali menginjakan kaki di tanah kelahirannya.

Korea tidak banyak berubah setelah lima tahun lamanya. Udaranya masih segar hanya ada beberapa gedung-gedung baru yang berdiri di tengah dan sudut kota.

Sebenarnya bukan Korea yang tidak banyak berubah. Tapi, Saera yang memang mengingat Korea sebagai Korea lima tahun lalu, sehingga merasa tidak banyak perubahan di tanah kelahirannya itu.

Sejauh mata memandang dimana-mana berwarna putih. Di sisi-sisi jalan, di beranda rumah-rumah penduduk, kursi dan meja diselimuti salju, begitu juga dengan mobil yang terbengkalai di pinggir jalan yang rodanya terbenam dalam tumpukan salju. Dan jendela-jendela rumah dibiarkan tertutup rapat, tirainya dibiarkan tergerai. Serta salju berundak-undak membungkus susunan anak tangga.

Rasanya canggung saat untuk pertama kalinya setelah lima tahun lamanya ia akan bertemu lagi dengan seseorang yang telah mengisi sebagian ruang kosong di dalam dirinya.

Ingatan akan kenangan bersama pemuda yang mengantarnya ke bandara masih terpatri jelas dalam memori Saera.

Saera memejamkan mata, menghirup udara di sekitarnya lalu menghembuskannya perlahan. Ia menatap pintu kayu di depannya lekat sebelum akhirnya mengetuk pintu itu secara perlahan.

Satu menit. Dua menit. Saera masih setia menunggu di depan pintu. Sampai tiga puluh menit lamanya Saera tidak kunjung mendapat jawaban.

Gadis itu mengetuk pintu di depannya sekali lagi lebih kencang dan menuntut.

Dari tempatnya berdiri Saera dapat melihat melalui jendela di sisi pintu lampu di dalam rumah menyala.

"Jungkook, buka pintunya. Aku tidak ingin mati membeku di luar," kata Saera seraya terus mengetuk pintu di hadapannya. Tetapi, tetap tidak mendapat jawaban. Saera jadi mengira jangan-jangan tidak ada orang di dalam rumah.

Saera hampir saja menyerah kalau saja seorang warga yang menenteng sekop dan sedang memindahkan tumpukan salju yang menghalangi jalan, tidak berkata kepadanya.

"Agashi, mereka berkumpul di rumah keluarga Jung," kata warga itu.

Saera menghembuskan napasnya lemah, asap putih dan tebal melenggang melalui mulutnya. Tepat. Sesuai perkiraannya. Dia membungkukkan badan. "Ah, benar. Terimakasih... Sebelumnya, Selamat Natal," katanya pada warga itu.


***

Saera berjalan dengan hati-hati menaiki undakkan yang tertutupi salju sebelum akhirnya menghembuskan napasnya dengan lemah dan mengetuk pintu di depanya perlahan.

"Siapa?" Kata seseorang dari dalam rumah, setelah Saera mengetuk pintu yang ketiga kalinya. Saera yakin itu suara Hoseok, dia tidak lupa dengan suara cempreng temannya itu.

Gadis itu tersenyum tipis artinya masih ada orang di dalam rumah.

"Lee Saera... bisa tolong bukakan pintunya." Saera mengeraskan suaranya.

"O, Lee Saera. Sebentar," kata Hoseok dari dalam rumah, kali ini nada suaranya terdengar heboh.

Saera berjalan kesana kemari dengan gusar di depan pintu. Pintu tidak kunjung dibuka, Hoseok menipunya. Barulah sekitar tiga menit Saera menunggu, pintu berderit dan menampilkan sosok Hoseok dengan sweater hitam dan balutan mantel berwarna old gold.

[AKAN DIREVISI] CIGARETTES • JJKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang