Negeri Cermin memang benar-benar dalam bahaya. Perjalananku berlanjut seorang diri kali ini. Aku tak akan kembali hingga berhasil mendapatkan kunci Peri itu. Keadaan akan makin buruk kalau kunci itu tak segera ditemukan. Aku harus pergi ke gunung Kematian, baik ada ataupun tak ada Rawflie.
"Hsss... hsss..." Bisikan itu lagi-lagi menyapa telingaku. Aku melangkah cepat, menghampiri sebuah desa yang lagi-lagi mati.
Bisikan itu terdengar makin kencang begitu aku melangkah ke desa itu. Desa itu lebih menyedihkan daripada desa-desa yang kutemui sebelumnya. Desa itu sepi. Hanya ada kucing kumal dan kurus yang mengeong bersahutan.
"Desa apa ini?" bisikku pelan.
Suara rintihan makin terdengar jelas begitu aku melangkah makin masuk ke tengah desa. Rintihan kesakitan menyapa telingaku. Tumbuh-tumbuhan di desa ini kering kerontang. Tanahnya pecah-pecah, sementara matahari tak bersinar sama sekali. Matahari redup di desa ini, namun kekeringan membayangi.
Ketika kakiku sampai di salah satu sudut desa, beberapa orang menatapku. Penduduk desa ini sangat miskin, sementara mereka terjangkit penyakit. Kulit penduduk desa ini mengelupas, bernanah, dan kaki mereka lumpuh.
Anak-anak kecil menangis karena kelaparan. Tak ada sumber air bersih sepertinya.
"Apa yang terjadi?" tanyaku pelan. Mereka mengerjap menatapku. Aku mendekat lagi.
"Kunci Peri hilang, jadi..."
Lagi-lagi karena kunci Peri?! Aku mendekati mereka. Biasanya seseorang akan ketakutan ketika melihat orang asing, namun tak ada yang bisa ditakuti di desa ini selain kemiskinan dan kelaparan.
"Ketika kunci Peri hilang, desa kami juga terkena imbasnya. Desa kami berada di antara gunung Beracun dan gunung Kematian. Ketika kekuatan dan sumber tenaga negeri ini tidak stabil, desa kami tidak mampu menahan aura negatif dari kedua gunung itu."
"Hsshhh.... Hssh..." Aku menutup telingaku spontan. Bisikan itu terdengar kembali di telingaku. Makin lama bisikan itu makin mengganggu. Bisikan itu seolah sedang memberitahuku sesuatu, meski aku tak begitu paham dengan bahasanya.
"Jadi aku hanya harus mengembalikan kunci Peri ke istana Cermin?" Oh, aku mulai menganggap remeh tugas ini. Aku tak tahu bagaimana cara mengembalikan percaya diriku. Ternyata tugas ini tak pernah main-main.
Aku yang terlalu naif dan mengiyakan saja. Kalau aku tahu akan sesulit ini, mungkin aku tak akan menyanggupinya. Aku tak tahu kalau banyak nyawa dan kehidupan yang kupertaruhkan. Awalnya aku mengira kunci itu hanya untuk mengembalikan gambaran jodoh yang ada di rumahku. Aku akan pulang begitu kunci itu ditemukan. Lalu setelahnya aku akan melihat jodohku, jatuh cinta dengannya, dan menikah.
Tak pernah ada bayangan kalau aku akan menjadi tumpuan harapan bagi seluruh penduduk negeri ini. Aku bodoh! Pantas saja Rawflie sangat membenciku. Semua itu terjadi karena aku terlalu percaya diri dan meremehkan. Rawflie tak akan pernah percaya pada seorang amatiran sepertiku.
"Dari dulu aku tak pernah tahu soal kunci Peri itu. Bentuknya saja aku belum pernah melihatnya. Selain cerita kalau kunci itu adalah sumber utama negeri Cermin, aku tidak tahu apapun soal kunci Peri."
Lelaki lainnya menatapku dengan bibir melongo. Mereka menatapku tajam.
"Kau mencarinya, namun kau tak tahu bentuknya?" Mereka melongo dengan wajah bingung.
"Aku dipaksa datang kemari, lalu diperintahkan pergi oleh Ratu."
"Kau pasti orang yang terpilih!"
"Bahkan aku tak bisa beladiri dan semacamnya. Kenapa aku?"
Mereka masih menatapku sambil menghela napas. Aku benar-benar tak tahu soal kunci-kunci itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mirror, Mirror On The Wall
FantasyCerita tentang dunia lain yang ada dalam cermin. Fantasy adventure. Gay.