Multimedia : Faded by Alan Walker
p a r t twelve
–
–
–Hari ini adalah hari kedua Abigail menjalani masa orientasi. Sama seperti kemarin, hari inipun Abigail berangkat bersama Ethan. Yang terlihat agak berbeda dari kemarin adalah apa yang Abigail bawa hari ini, selain semangatnya yang berlapis-lapis, sebuah sterofoam besar tergeletak di jok belakang mobil Ethan, lengkap dengan perlengkapan yang dibutuhkan untuk memenuhi perintah dari senior.
"Bi, nanti malem beneran nggak mau ikut?" tanya Ethan sesaat setelah dia mengambil sterofoam dan menyerahkan pada Abigail.
Gadis dihadapannya menarik nafas, dua detik kemudian udara keluar dari lubang hidungnya berbarengan dengan tawa pelan dari bibir. "Kak ih– Kakak udah tanya itu lebih dari tiga kali lho, dan jawaban aku nggak bakal berubah. Nanti malem aku di rumah aja, Kakak aja yang pergi sama Kak Elena, lagian aku kan harus nyiapin perlengkapan buat ospek besok. Kali aja lebih ribet lagi."
Acara nanti malam yang dimaksud Ethan adalah sebuah perayaan ulang tahun pernikahan dari salah satu kolega bisnis Erlangga. Dikarenakan pagi ini Erlangga dan Erina harus berangkat ke Batam untuk mengecek kantor cabang, mereka meminta Ethan dan Elena menghadiri acara tersebut sebagai bentuk penghormatan atas undangan yang diberikan. Tadinya Ethan mau menolak, karena dia tidak suka menghadiri acara-acara formal semacam itu, dan Elena pun sama. Tapi keakraban Erlangga dengan pengusaha yang dimaksud menjadi alasan kuat dia ingin putra-putrinya menjadi perwakilan keluarga.
Sedari di meja makan, Ethan sudah menanyai Abigail—lebih tepatnya meminta Abigail untuk ikut, tapi gadis itu menolak dengan memberikan dua alasan. Yang pertama karena dia harus menyiapkan keperluan ospek di hari berikutnya—yang sudah bisa ditebak pasti akan lebih aneh dari hari ini—dan yang kedua karena Abigail tidak biasa menghadiri acara besar. Di Bandung, dia juga jarang menghadiri acara kondangan, kecuali yang bersangkutan adalah keluarganya sendiri.
"Gue nggak yakin Elena bisa, tuh anak bisa aja berubah pikiran dan gue akhirnya harus berangkat sendiri. Males banget elah," jawab Ethan lantas menggosok hidungnya. "Lagian kenapa acaranya pas Papa sama Mama pergi ke luar kota sih?"
"Hahaha, yah si Kakak, itu sih tanya aja sama yang bikin acara. Mana mereka tahu kan kalo bisa barengan gini."
"Ribet tahu nggak, mesti pakai baju formal. Udah gitu harus tebar senyum ke semua orang yang nggak gue kenal. Bakalan suntuk banget pasti," bayangan Ethan sudah menyebar luas, membandingkan dia lebih suka disuruh Erina menemaninya pergi ke supermarket daripada ke hall besar tempat biasanya diadakan pesta. Kalau di supermarket setidaknya dia bisa meminta apapun yang dia inginkan pada Erina, berbeda dengan di pesta, untuk makan saja dibatasi. Harus menjaga tingkah laku. Bahkan rasanya makanan enakpun menjadi hambar karena terhimpit suasana tidak nyaman. Ya, setiap orang punya pemikiran sendiri-sendiri, bukan? Dan inilah Ethan.
"Basa-basi aja lah, Kak. Ketemu sama yang punya acara terus makan bentar, udah deh abis itu pulang."
"Ya mending gue makan sate padang di warung tenda deh, Bi," ucap Ethan. Tubuhnya miring ke kiri, menempel pada pintu mobil yang sudah ditutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feeling High ✔
Romance[Adult Story] [PART 21-EPILOG DIHAPUS-BACA PART TERAKHIR UNTUK VERSI PDF DARI CERITA INI] Ethan melakukan satu kesalahan besar: dia gagal menahan hawa napsu dalam dirinya #9 on romance (7/11/2016) Copyright ⓒ 2016 by Scholaztika