Aku terbangun karena suara yang mirip dengan dentengan jam dinding. Aku mengenal suara ini. Berikutnya akan terdengar suara drum yang dipukul cepat dan keras kemudian akan disusul teriakan keras seseorang.
Spill-Stolen Babies. Musik berdurasi 2 menit 28 detik ini selalu membuatku terjebak dalam kebingungan. Mereka sedang mengucapkan kata apa? Bagaimana caranya ia bisa berteriak seperti itu? Dan kenapa Itachi terus memutar lagu-lagu dari band ini di setiap paginya. Aku terlalu bingung sehingga aku lebih memilih untuk ikut mendengarkannya sambil menunggu Itachi menyiapkan sarapan.
"Bagaimana keadaanmu?"
Aku pernah merasa ini aneh. Mungkin semenjak aku duduk dibangku SMP atau lebih lama dari itu, Itachi mengulang-ulangi lagu-lagu itu, menanyakan keadaanku sebelum ia meletakkan piring-piring itu diatas meja. Tapi lama kelamaan aku malah terbiasa, dan ada perasaan lega setelah dia melakukannya. Dan akupun yakin bahwa ini adalah hal yang normal.
"Baik, hanya saja aku bermimpi aneh."
"Mimpi buruk lagi?"
"Hn."
"Ayah? Ibu? Atau Nenek?"
"Bukan mereka."
"Biasanya kau memimpikan mereka bukan. Ini mungkin efek kau mengonsumsi alkohol pertama kalinya."
"Kau ... menjemputku dimana semalam?"
"Di bar Deidara."
"Apa aku bersama seseorang?"
Semalam, apakah aku bermimpi?
"Bukan hanya seseorang, tapi hampir bersama semua pelayan bar. Kau menyerang mereka dan berteriak-teriak seperti orang yang gila karena patah hati. Kurasa aku tak akan kesana untuk beberapa bulan, kau benar-benar memalukan."
"Kau bercanda?"
Aku menatapnya, dia tampak sibuk dengan telur dadarnya.
"Ck, Kalau tidak percaya tanyakan langsung pada Deidara."
Kemudian kami sama-sama terdiam, bergelut dalam pikiran masing-masing. Aku tahu Itachi menyembunyikan sesuatu dari ku, tapi aku tidak tahu itu apa.
"Kau mengenal temanku yang bernama Uzumaki Naruto? Aku memimpikannya semalam"
"Pemuda pirang yang bermata biru itu kan? Kau pernah mengajaknya sekali ke rumah."
"Ah yah, itu dia."
"Kau bermimpi apa tentangnya? Bercinta dengannya?"
"Kau sialan."
"Haha."
"Aku ..."
"Aku bermimpi membunuhnya. Aku berusaha menghentikan diriku, tapi diriku yang lain terus membenturkan kepalanya, hingga... semuanya bermandikan warna merah---"
"Tapi itu hanya mimpi!!!"
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Kurasa itu memang mimpi, karena hari itu aku bertemu Naruto di sekolah dan dia baik-baik saja.
Namun dia tak lagi menatapku, lebih buruk dari tatapannya yang seolah melihat monster. Dia seolah menganggapku tak pernah ada. Semuanya berlangsung seperti itu hingga tahun berikutnya. Kami lulus dan Naruto pun menghilang dari hidupku. Dan aku tak pernah mencoba untuk mencarinya lagi, karena bagiku dia telah mati. Yah, aku telah membunuhnya di malam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIFELESS
RomanceKita sama. Namun Terkadang ada sesuatu yang berbeda tentang kau dan aku. Sesuatu yang se misterius rahasia, yang hanya bisa dibaca oleh matamu dan bisa dibaca oleh mataku.