Awal Februari yang tidak terlalu menyenangkan. Langit sering kali berselimutkan dengan awan kelabu yang membuat bayangan mengabur.Tapi tidak untuk Lisa. Hati Lisa terus bergeming ketika hujan yang turun membasahi bumi terus-menerus. Suhu kali ini memang tidak sama dengan suhu yang diarasakan 2 bulan yang lalu.
Bandung, 18 Desember 2012
Kala itu hujan sedang menemani langit Bandung. Menghentikan langkah kami —rombongan study tour— untuk kembali menujuparkiran bus. Jarak Boscha dengan bus yang terparkir memang cukup jauh.Untuk menempuhnya, di perlukan ojek motor.
Suasana gelap sedang merundung langit.Jutaan air di jatuhkan oleh awan. Di tambah dinginnya suhu Bandung saat itu.
Lisa yang hanya mengenakan baju lengan pendek merasakan dinginnya suhu saatitu.Tangannya terus-menerus mengelus lengannya agar menciptakan kehangatan.Tetapi percuma, suhu udara kali ini mengalakan kehangatannya yang menelungkup ditubuhnya.
Orang-orang yang menunggu datangnya ojek pun mulai sepi. Sesekali menengok ke ujung jalan menunggu datangnya ojek.
“ Ke dinginan? ” Tanya seseorang entah dari mana.
Lisa langsung mencari sumber suara. Ternyata dari arah belakang. Lisa mengangguk jujur. Desahan napasnya pun keluar membentuk gumpalan asap tipis.
“ Kenapa nggak naik ojek dari tadi? ”
“ Rame, ” cetus Lisa sambil menggosok – gosok telapak tangannya.
Tanpa sepengetahuan Lisa, cowok itu melepaskan jaketnya kemudian menaruhnya di punggung Lisa. Lisa langsung tersentak kaget.
“ Kasian gue ngeliat lo.Tapi pake aja deh, mumpung gue pakai baju lengan panjang, ” omongnya dengan santai.
“ Gimana gue balikinnya? Kita kan nggak satu bus.” Ucap Lisa sambil menatapi mata cowo itu.
“ Kalau ada kesempatan, balikin aja.”
Lisa langsung mengangguk lalu bergegas memakai jaket tersebut. Suhu dingin masih menelungkup di tubuhnya. Tetapi setidaknya ada usaha untuk menghangatkannya.
“ Eh itu ojek!” sahutnya. “ Ladies first ,” omongnya sambil menatap ku ramah.
“ Eh? Nggak kenapa - kenapa nih?” tanya Lisa takut merepotkan.
Cowok itu menggeleng, lalu mempersilahkan Lisa untuk menaiki ojek.
Cowok yang baik, benak Lisa.
***
Parfum cowo kitu masih melekat di hidung Lisa. Kejadian 2 bulan lalu itu selalu membenak di pikirannya. Setelah Lisa telusuri, akhirnya ia tahu nama cowok tersebut. Diaz Raditya Pratama.
Ternyata Diaz kelas X-7, tepat di sampingkelas Lisa, X-6. Lisa tak mengerti mengapa ia terus berlaku aneh ketika melewati kelas X-7 atau pun berlalu melewati Diaz. Jantungnya selalu berdegup tak beralur.Sesekali menahan napas agar tak merasagrogi. Tapi semua yang di lakukannya nihil.
Sering sekali Lisa mendapatkan senyuman itu dari Diaz sengaja atau pun tidak sengaja. Mereka pernah tertangkap mata saling menatap. Tak sekali, bahkan berkali-kali. Rasa suka Lisa terhadap Diaz pun semakin meninggi.
Bel istirahat berbunyi. Raungan yang berasal dari perut Lisa membuatnya harus pergi ke kantin. Berbagai macam makanan tersajidi depan mata. Harus membeli makanan yang tak terlalu megenyangkan. Pilihannya adalah somay.
“ Sendirian? ” Tanya seseorang yang membuat Lisa cukup tersentak. Diaz. Napasnya sedikit tercekat.
“ Ennng.. kelihatannya? ” tanya Lisa sambil memiringkan kepalanya sedikit.
“Mmh.. berdua sih, kan ada gue, ” ucapnya sambil mengembangkan senyum simpulnya. Entah perasaan apa yang kini menyelimuti hati Lisa. Apa Lisa tak salah mendengar? Telinganya masih berfungsikan?
“ Jangan bengong terus, di ambil tuh somaynya. Emangnya mau ikutan jualan sama abangnya? ” canda Diaz yang langsung membuyarkan pikiran Lisa.
Lisa langsung mengambil somaynya.“ Duluanya, Diaz. ”
Lisa terburu mengambil langkah menuju kelas.Tak lama, Diaz memanggilnya. Sesegera mungkin ia menoleh. Dan benar, Diaz memang sedang memanggilnya.
“Somaynya belum dibayar, Lisa..” ucap Diaz sambil terkekeh-kekeh. Dengan langkah malu, Lisa kembali ke pedagang somay tersebut dan membayarnya.
Apakah perasaan Lisa sama dengan Diaz? Sepertinya ia menyukaiku, benak Lisa.
***
Perasaan itu terus berkalut di hati Lisa.Iatak mampu lagi menahan perasaannya itu. Jadilah ia membeberkan rahasianya kesalah satu teman terdekatnya, Rena. Perasaan senang sekaligus lega karena Lisa bias menumpahkan perasaannya.
Tetapi, kesenangan itu sangatlah cepat berlalu.
“Yang gue tau, Diaz lagi pdkt sama anak kelas lain,” ucap Rena dengan berbisik-bisik.
Lisa diam tak berkatanya. Pikirannya blank.Tiba-tiba saja napasnya sedikit memburu. Lalu ia memejamkan matanya sejenak.
“Lo serius?” tanya Lisa untuk meyakini hatinya.
Rena mengangguk. Rasanya bersalah sekali terhadap Lisa karena memberitahu berita miring itu. Tapi, setidaknya ia telah menyadari Lisa untuk tidak terbang terlalu tinggi dan tidak terus mengejar mimpi itu. Setidaknya mimpi itu dapat diramalkan tidak dapat terwujud untuk sekarang ini.
“Sabar ya, Sa. Cowok nggakcuma Diaz doing kok.” Lisa mengangguk pura-pura mengerti.
***
Lisa kesal dengan Diaz! Dasar pemberiharapan palsu! Pekik lisa dalam hati. Tak tahukah Diaz jika selama ini ia telah mengambil separuh hatinya? Kini Lisa bergantung dengan Diaz.
Karena tak puas dengan ungkapan Rena, ia mendatangi temannya, Karin, teman satu kelas dengan Diaz.
Lisa menceritakan semuanya dengan detail. Sesekali Karin tersenyum mendengarnya, karena menurutnya memang perlakuan Diaz ke Lisa agak kurang wajar.
“ Tapi Lisa..” rasanya Lisa ingin menyumbat telinganya agar tak bias mendengar. “ Diaz begitu karena emang sifatnya. Dia itu terlalu baik ke semua orang. Ke gue juga begitu. Dia itu emang penolong banget. Ya emang kelewat wajar sih. Awalnya gue juga ngerasa di php-in. Nggak taunya gue Cuma ke ge’eran.”
Lisa mendesah mendengar perkataan temannya itu.Lalu tiba-tiba, dating sosok yang dikenal di mata Lisa. Diaz. Ia tersenyum melewati Lisa. Dengan senyum paksa, Lisa membalasnya.
“ Tuh, malaikat maut bangetkan senyumnya? ” bisik Karin sambil terkekeh-kekeh.
Kamu memang pantas hanya untuk jadi sahabatku, Diaz.
Ps : Pemberi harapan palsu (php) itu nggak pernah ada kalau kita tidak pernah terlalu berharap pada seseorang yang belum tentu jadi milik kita.
TAMAT