Yang Dilihat, Yang Ditiru

27 5 1
                                    

       Secara tidak sadar, apa yang dilihat saat ini mungkin tidak pernah terpikirkan oleh kita untuk melakukannya dikemudian hari. Namun tetap meninggalkan kesan-kesan tertentu yang sering terabaikan. Otak manusia secara otomatis merekam apa yang dilihat saat itu dan dikemudian hari dengan situasi yang hampir sama, otak manusia me-rewind memorinya. Disaat itu manusia mencoba menghadapi hal di depannya menggunakan memori alam bawah sadarnya. Jika yang dilihat adalah sesuatu yang tepat untuk menghadapi hal tersebut, berarti tidak akan terjadi sebuah persoalan. Yang akan menjadikan persoalan adalah saat yang dilihat berbelok dari yang seharusnya.

      Oleh karena itu di era media global saat ini, masyarakat dimudahkan untuk mengakses segala informasi dari penjuru dunia. Melalui berbagai media, yaitu media cetak ataupun elektronik. Televisi merupakan salah satu media elektronik yang sangat berpengaruh terhadap seseorang. Mengapa demikian? Karena televisi merupakan media yang universal untuk segala kalangan yang dapat diakses dengan mudah walaupun tanpa internet. Perjalanan pertelevisian tidak semudah memposting berita di akun media social pribadi, karena keterkaitannya dengan wilayah yang luas, seperti sebuah negara. Mereka membutuhkan izin broadcasting ke seluruh wilayah yang dapat dijangkau olehnya. Sehingga yang ditayangkan sudah disortir dan diseleksi terlebih dahulu. Tentunya itu bukanlah proses yang singkat. Fungsi dilakukannya proses tersebut adalah agar tayangan yang diberikan bermutu dan bermanfaat bagi penontonnya. Bukan sekedar tontonan yang hanya mengejar rating dan pemasangan iklan sebanyak-banyaknya.

        Hal mirisnya adalah saat stasiun televisi mulai tidak konsekuen antara tujuan dan prosedur yang ditempuh. Kepentingan-kepentingan yang bersifat kelompok mengalahkan kepentingan sebuah negara. Beberapa dari televisi milik swasta ataupun pemerintah mulai 'banting stir' dari fokus awal mereka yang ingin menyajikan sebuah tontonan yang bermutu. Namun yang terjadi adalah mereka berkomersil atau dapat dikatakan mereka hanya mengejar untung saja tanpa berfikir dampaknya untuk penonton. Ditambah lagi kebanyakan penonton adalah anak kecil. Anak dibawah umur tidak berdosa menonton yang bukan tontonannya. Seperti sinetron-sinetron romansa yang tayang di televisi Indonesia. Orang tua pun luput darinya. Sehingga bak disket kosong anak dibawah umur tersebut menyerap apa yang mereka lihat tanpa ada penjelasan bahwa ini benar dan itu salah. Harapannya jika orang tua berada mendampingi mereka yang menonton televisi, dapat memberi arahan tontonan yang layak untuk anak seusiannya. Banyak sekali konten yang berbahaya bagi perkembangan otak anak. Mungkin dampaknya tidak saat ini tapi dikemudian hari.

      Pengaruhnya tidak hanya pada diri sendiri, tetapi juga pada lingkungannya. Secara tidak langsung nantinya anak-anak usia dini pada saat ini akan tumbuh dan ikut membangun lingkungannya. Disaaat tersebut mereka ikut serta dalam segi fisik maupun pikiran. Pasti suatu saat mereka menemukan kondisi yang pernah mereka lihat 'dulu'dan menemukannya lagi sekarang. Dan karena hal yang dilihat secara tidak sadar dan terus menerus membentuk karakter mereka. Karakter yang akan dicerminkan melalui tindakannya. Bisa dibayangkan bukan, jika yang dilihat adalah 'sinetron' yang awalnya hanya untuk hiburan tapi malah merusak karakter mereka?. Keterkaitan yang lebih luas lagi, mereka adalah generasi penerus bangsa. Bagaimana bisa jika hampir seluruhnya mengalami hal yang sama?. Yang mereka tahu adalah bagaimana kaya tanpa usaha, bagaimana mempunyai pacar yang ganteng dan adegan kekerasan yang ditampilkan. Padahal mereka adalah generasi penerus, tetapi malah dirusak oleh orang-orang yang keji dan tidak bertanggung jawab demi kepentingan pribadi yang sama sekali tidak sebanding dengan dampak yang akan ditimbulkan 20 tahun kedepan.

       Dalam rangka memperingati hari pertelevisian nasional. Diharapkan kita dapat melakukan perubahan kecil yang dilakukan terus menerus dan akan menjadi sesuatu yang besar. Mungkin jika menunggu langkah pemerintah untuk turun tangan dengan pertelevisian Indonesia yang sudah 'bobrok' itu memakan waktu yang lama. Jadi kita lah yang memulainya. Semua kembali lagi pada diri sendiri. Kita generasi yang sudah sadar dan dapat memilah mana yang baik dan buruk dapat menerapkannya dalam hal ini. Sehingga kita dapat memilah tontonan yang kita konsumsi sehari-hari. Dan juga ikut membimbing adik-adik yang umurnya dibawah kita untuk memilih tontonan yang layak sesuai umurnya. Perubahan kecil tersebut dapat dimulai dari lingkungan keluarga terlebih dahulu. Seperti mengingatkan adik,atau kakak tentang tontonan yang baik.

        Dengan demikian jika seluruh keluarga melakukan hal yang sama dapat dibayangkan bukan, perubahan kecil jika dilakukan bersama-sama akan menjadi suatu hal yang besar. Ayo berikan dan tunjukan partisipasi kalian dalam membangun bangsa ini 20 tahun kedepan! Jika hanya mengkritik dan diam saja, kehancuran yang akan datang. Pisau belati berada ditangan kami para generasi penerus. Pisau ini dapat menjadi kekuatan dan juga ancaman. Pastikan kita bersatu untuk kemenangan!


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 06, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Yang Dilihat, Yang DitiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang