[5] Hari yang Indah

71 4 0
                                    

Hai semua :) happy reading! Hope you'll like it...


Tangis itu sudah reda beberapa menit yang lalu. Namun, rasa malunya masih terasa.

Siapa juga yang tidak malu? Menangis di pelukan teman yang baru dikenal beberapa minggu yang lalu.

Dalam kurun waktu tiga minggu, orang itu seperti sahabat sejak SMA dengannya. Melebihi Rosa dan Dea. Bahkan juga Anjani yang kini menjadi sahabat terdekatnya.

"Udah nangisnya, kan?"

Nasywa langsung membuang muka. Masih tidak bisa menatap wajah laki-laki itu bahkan untuk sebentar saja.

Mereka berada di taman kota. Setelah tangisnya agak reda, Oji langsung membawanya ke tempat ini. Meminta Nasywa duduk di ayunan dan menikmati waktunya sendiri sementara Oji membeli minuman untuk mereka berdua.

"Lucu," kekehnya.

Ditertawai seperti itu, mau tak mau, Nasywa langsung menoleh. Menatap tajam Oji yang tertawa hingga kacamatanya melorot.

"Jangan galak-galak dong!" serunya saat mendapatkan tatapan tajam dari Nasywa. "Kan cuma nanya."

"Berisik!" kekinya.

Oji tertawa lagi. Ia mengacak-acak rambut Nasywa dengan gemas. Sementara Nasywa lama-lama ikut tertawa. Menertawakan dirinya sendiri yang terlalu cengeng.

Kemudian, keduanya malah asik bermain ayunan. Bersaing siapa yang dapat melaju tinggi hingga akhirnya Oji mengalah karena berat badannya yang tidak memungkinkan untuk melaju lebih tinggi lagi.

***

Tidak bisa ia sangka bahwa putri satu-satunya memilih untuk membangkang. Setelah semua yang ia berikan dan ia curahkan, ini balasannya?

Alasan utamanya jelas bukan hanya karena ini adalah jaman modern di mana perjodohan menjadi hal yang kolot. Ia tahu alasannya, dan mengetahui itu sama sekali tidak membuatnya tenang.

Yuli telah menceritakan detailnya saat sedang merapikan kamar Nasywa. ART-nya itu tak sengaja menemukan sebuah foto yang tersimpan di selipan buku harian milik putrinya.

Kebersamaan Nasywa dan Ronald bukan hal yang aneh. Ronald menjadi sahabat terdekat Nasywa selama bekerja dengannya. Namun, curahan hati bertuliskan tinta biru itu menjelaskan semuanya.

Ia tidak membenci Ronald. Ia sangat menyukainya. Tapi hanya sebagai orang kepercayaannya sekaligus sahabat dekat anaknya. Tidak lebih dari itu.

Mengingat bagaimana kondisi Ronald yang hidup sebatang kara selama ini, ia tidak bisa menerima hal itu.

Benar. Baginya reputasi jauh lebih penting melambung di atasnya dari pada apa pun. Maka dari pada itu, ia memilihkan laki-laki yang pantas bersanding dengan putrinya. Keluarga Rafif.

Menghela nafas, ia menatap surat pengunduran diri yang terletak di atas mejanya.

Siapa yang mengira bahwa Ronald akan melakukan hal yang sama? Meninggalkannya.

"Maaf telah mengecewakan Bapak. Terimakasih atas semua pengalaman yang Bapak berikan kepada saya. Itu semua sangat berharga," ungkapnya kemudian menunduk hormat.

Setelah meninggalkan ruangannya, Arfan tertawa miris. Bagaimana bisa kini semua menjadi lebih berantakan? Apa ia harus turun tangan untuk menanganinya?

***

"Lo beneran nggak apa-apa ngajar tanpa dibayar begini?"

Oji tersenyum dan mengangguk dengan yakin. "Ilmu itu harus dibagi selagi bisa. Mereka orang nggak mampu, kenapa juga gue harus mempersulit mereka?"

Sparkling YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang