Kesalahan Yang Indah

23 5 6
                                    

Alec yang tidak sadar akan tingkahku yang begitu aneh, Langsung merangkulku dengan erat.
"Aku tidak sabar! Cepat lari!"
Alec menariknya yang membuatku terpaksa ikut berlari.
Tatapanku masih kosong saja.
Setelah sampai diarea komedi putar. Aku baru tersadar bahwa aku sedari tadi berlari bersama Alec.
"Eh... Alec sudah! Aku lelah"
Alec tertawa dan meledek.
"Berlari kecil saja sudah membuatmu lelah. Tetapi, Lucu deh wajahmu merah muda begitu haha..."
Hah? Apakah Alec melihat wajahku aneh?
Aku menutupi kedua pipiku dengan kedua tanganku.
"Naik komedi putar yuk?"
"Tidak ah... Itu kan untuk anak kecil. Alec!."
"Ah tidak apa-apa... Kulihat difilm-film ada banyak yang melakukan hal ini. Tetapi, apa? Mereka sudah dewasa dan... Romantiskan?"
"Tetapi, kan aku buka kekasihmu. Kau kan sudah memiliki kekasih... Setia dong!"
Tatapan Alec mulai geram.
"Aku sudah menjelaskan... Ia buk-"
"Alec!!"
Cherry berlari memeluk Alec.
"Aku mau kok naik komedi putar denganmu, kalau Xin tidak mau!"
Aku menyisir rambutku keatas.
Bukannya aku tidak mau naik komedi putar. Hampir saja aku mengiyakan. Tetapi...
Kutinggalkan mereka berdua...
Ya, aku tidak mau mengganggu sepasang kekasih lucu itu.
Kutengok kearah mereka seraya berjalan.
Alec yang memanggilku dan menyuruhku kesini mulai merasa rese dengan pelukan hangat dari Cherry.

Aku bingung akan kemana, Aku hanya duduk ditepi fountain.
Berharap aku mendapatkan ide untuk pergi kearah mana.
Aku menutup mataku dengan kedua tanganku dengan lelah.
Tiba-tiba bahuku ditepuk seseorang.
Aku menoleh kebelangkang.
"Eh Julian?"
"Kemana Alec, Bukannya tadi bersamamu?"
Aku menggaruk kepala.
"Iya sih tadinya... Tetapi, Cherry sudah datang. ya aku pergi."
"Kok begitu?"
Aku mengangguk.
"Lalu, Nic...Nicky... Kemana?"
Aku gugup saat memanggil nama Nicky entah mengapa.
"Nicky dan aku tidak satu jalan. Ia sedang pergi ketempat lain."
"Kemana?"
"Mana kutahu... Aku hanya tahu ia masih didalam dufan.
"Oh" aku mengangguk.
"Sudah dari pada kau duduk disini sendirian. Lebih baik ikut aku!"
"Ke?"
Ia langsung menggenggam tanganku dan mengajakku berlari.
Aku baru saja diajak Alec berlari, kini aku berlari lagi. Akankah nantinya aku akan berlari dengan Nicky?

Kami bermain beberapa wahana yang membuatku mual.
Julian dengan tertawa memberikanku air mineral.
"Jika aku meminumnya kemungkinan besar aku tambah ingin muntah..."
Suaraku parau dan terlihat sekali tidak sehat.
Mendengar kata-kataku Julian semakin tertawa.
"Diam kau!"
Aku mulai kesal dengan tawanya yang seperti ledekan bagiku.
Ia pun menahan tawa yang sepertinya sulit sekali ditahan olehnya.
Setelah baikkan, Aku mengajak ia bermain wahana yang lebih aman-aman saja.
Seperti masuk istana boneka, Rumah hantu, Rumah miring, Tempat penuh cermin dan sebagainya.
Kami berada didepan tempat penuh cermin.
"Aku pusing setiap kali kesini" ujar Julian.
"Ayo masuk!. Kita kan belum coba... Paling tidak nanti aku yang akan menahan tawaku!"
Aku membalas dendam ledekannya tadi.
Ia cemberut.
Aku menariknya masuk kedalam tempat itu.
Kami membuat gerakan dan wajah lucu-lucu didalam.
Dipertengahan jalan aku berhenti dan mengambil kameraku dari tasku.
Saat kembali dalam jalanku, Aku tidak lagi dapat melihat jejak Julian.
"Julian? Julian? Julian?!"
Aku mulai panik dan keringat pun mulai mengucur dari keningku.
"Julian... Jangan main-main! Aku takut nih! Keluar dong!"
Aku mulai ketakutan.
Tempat ini pun hanya dimasuki kita berdua.
Ketakutanku mulai mendalam. Aku berusaha keluar dari tempat ini. Tetapi aku lupa jalan keluar.
"Julian?! Kau mendengarku tidak?"
Tak ada jawaban apapun dari Julian.
Bahkan derap langkahnya aku tidak dapat mendengar.
Air mataku mulai jatuh.
Aku terus mundur dan mundur.
Tiba-tiba ada yang menyentuh rambutku.
Aku memejamkan mata erat-erat.
"Jangan sentuh aku selain Julian!"
Ornag itu memutar tubuhku kearahnya.
Dan perlahan kubuka kedua mataku secara hati-hati.
"Nicky?!!!"
Aku terkejut dan memeluknya.
"Terima kasih!! Akhirnya ada yang menemukanku disaat seperti ini"
Ia tertawa kecil.
"Kemana Julian?" Tanyaku padanya.
"Kalian... Sedang apa disini? Kenapa saat aku menyentuh rambutmu, kemudian, kau mengatakan..."
Aku mengerti maksudnya dan menutup mulutnya.
"Jangan salah paham!"

Akhirnya aku dan Nicky beranjak keluar dari wahana.
Tapi apa yang terjadi?
Pintunya tertutup.
"Tunggu! Tunggu! Ini jam berapa?"
Aku melihat kearah jam tanganku.
"Jam 3 sore?"
Sepertinya kakinya pun terasa melemas. Dan ia duduk dibawah.
"Xin... Kita akan menginap disini hingga esok hari"
"Apa?! Tidak mungkin... Kau pastk bercanda kan Nicky?!"
Ia menggelengkan kepalanya.
Aku pun duduk disebelahnya.
"Apa daya?"
Ia menunduk.
Aku menggenggam tangannya.
"Maaf Nicky..."
"Jangan menyalahkan dirimu, Xin. Waktunya hanya terlambat."
Ia pun menaikkan wajahnya dan melihatku, kemudian, tersenyum.
"Toh, Besok kita akan keluar dari sini kan?"
Aku menganggukan kepalaku dan terdiam. Aku mulai menangis.
Ia memelukku.
Dan aku dapat merasakan apa yang kurasakan saat didalam bus.
Entah pelukan ini adalah maksudnya untuk sekedar memelukku atau memang naluri laki-lakinya agar aku tidak menangis?
Namun, Jika maksudnya untuk menenangkanku... ya benar! Aku berhenti menangis dan menikmati saat-saat ini.
Mengapa tubuhnya begitu nyaman sekali?
Apa karena aku tidak pernah dipeluk sehangat ini?
Jika di ingat-ingat kembali, Bahkan nenekku yang amat menyayangiku, tidak pernah memelukku.
Hatiku memang sudah tenang, Tetapi entah mengapa air mata mulai mengalir lagi dari mataku.
Ia mengusap air mataku.
"Tenang saja... Disini bukan hanya kau seorang... Ada aku juga!"
"Kita akan menyelesaikan masalah ini bersama..."
Aku membalas pelukannya.
Nicky... Baru saja aku akan melupakan kejadian di bus itu,
Tetapi, kini kau mengingatkanku lagi dan menambah rasa aneh itu.
Kulihat ia memejamkan kedua matanya yang sayu.
Wajahnya terlihat sangat tenang...
Bahkan seperti tak seorang pun bisa mengganggunya.
Aku pun menjadi mengikuti suasana yang ada.
Aku memejamkan kedua mataku...

Nicky terima kasih...

To be continue...

If Love Is BlindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang