BAB 3: Part 1 "The worst, come to my life!"

564 35 4
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah bunga sakura yang jatuh berguguran terhempas angin, cantik, tapi Hyeri tak dapat menikmati keindahannya. Acara jalan-jalan yang begitu di nanti berakhir dengan buruk. Setelah membuat orang yang tak dikenal dihajar hingga babak belur, Hyeri tak cukup punya nyali untuk melanjutkan wisata yang dianjutkan Yura itu. Terlebih kini maps berserta GPS andalannya telah lenyap entah terjatuh di mana. Kaki pun tak kuasa untuk berbalik atau mencari, entahlah Hyeri tak yakin.

Sejak tadi di otak Hyeri hanya terlintas wajah lelaki yang telah mengancam akan membunuhnya, ia sama sekali tak bisa fokus. Semakin diingat, semakin ia yakin jika lelaki urakan itu memang pernah ia jumpai, tetapi tak pasti karena ingatan yang terputus-putus. Jika Tuhan sayang padanya, Hyeri berharap tidak akan pernah dipertemukan lagi dengan sosok menyeramkan itu.

Jika harus memilih, Hyeri akan merasa lebih senang jika lelaki itu tetap benci dan mereka tidak akan bertemu lagi untuk selamanya. Berharap jika mereka tidak akan berakhir seperti drama yang sering ditontonnya, tak beruntung malah di pertemukan lagi. Sungguh jika terjadi, maka itu adalah mimpi terburuk selama ia hidup 16 tahun. Jelas ia tak mau mati muda.

Ponsel dengan cover bergambar beberapa karakter lucu itu telah bergetar sejak tadi, Hyeri hanya tak acuh meskipun tahu. Sementara pandangannya tak bisa lari dari kejadian beberapa menit yang lalu, itu masih membuatnya bergidik ketakutan. Ia pun terpaksa mengabaikan panggilan masuk dari ibunya, di sana perempuan paruh baya itu pasti sedang panik dan akan melapor polisi jika putri semata wayangnya masih saja tak menjawab. Dia memang Ibu yang panikan.

"Eoh, Bu," jawab Hyeri dengan suara bergetar, ia masih belum bisa menyesuaikan pernapasannya.

"Kau di mana huh, kenapa telepon dari Ibu tak dijawab? Ibu begitu khawatir. Kau kan baru pertama ke Seoul dan jangan lupa kau memiliki trauma, agioo kenapa kau membuat Ibu begitu khawatir huh." Papar ibu Hyeri dengan suara yang tak kalah bergetar, mereka memang sangat mirip.

Hyeri ber "Puh" pelan, mengusap peluh dingin yang mengucur dari wajahnya. Kenapa pula kini ibunya harus membahas mengenai trauma yang ia miliki. Padahal, sejak tadi ia tak pernah mengingat memiliki trauma, sehingga jalan-jalan pun terasa nyaman— sebelum lelaki menyeramkan itu datang. Sekarang itu seperti bel pengingat yang mematikan.

"Hyeri-ah, kau baik-baik saja?" tanya ibunya lagi.

"Aku hanya jalan-jalan di dekat rumah, tidak jauh dan tak akan membuat traumaku kembali. Lagi pula itu akan muncul dalam keadaan tertentu saja, misal ketika aku dalam keadaan tertekan. Aku bukan anak kecil lagi, Bu. Ahh, hanya sedikit masalah saja," ujar Hyeri menjelaskan.

"Masalah? masalah apa, Hyeri-ah?" teriak ibunya yang membuat Hyeri spontan menyingkirkan benda pipih itu sedikit menjauh dari telinga.

"Bukan masalah besar, aku tutup."

Hyeri kesal, sehingga menutup panggilan itu sepihak. Akan panjang ceritanya jika ia harus menjelaskan lewat telepon, terlebih ibunya bukan tipe pendengar yang hanya akan mengangguk saja, ia masih belum siap untuk menerima hujan pertanyaan. Pilihan terbaik adalah dengan mematikan panggilan panik tersebut.

My Lovely Brother and Boyfriend - KTH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang