PART 1

231 23 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Serena Almira Cody.

"Ser, kenapa sih gamau pacaran?" Pertanyaan yang sama setiap kali Chloe ngenalin teman cowoknya ke aku, tapi berujung aku tolak. Bukan aku tolak sih, mungkin lebih tepatnya aku cuekin? Kalau tolak kesannya nyatain cinta 'kan?

 Bukan aku tolak sih, mungkin lebih tepatnya aku cuekin? Kalau tolak kesannya nyatain cinta 'kan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pertanyaan yang sama udah pasti punya jawaban yang sama dong?

"Ngapain? Buang-buang waktu, tau?"

"Kamu tuh udah dua puluh satu tahun, Ser. Gamau ngerasain yang namanya pacaran gitu?" Chloe mulai naik darah kayaknya, dia udah mulai menghela napasnya berat sambil ngelipet tangannya depan dada, mirip dosen yang bosen ngeliat revisian skripsi.

Aku pause film Warcraft yang baru setengah aku tonton, ngikutin gaya Chloe yang mirip dosen frustasi sama anak bimbingannya. "Chloe, sayangku, kamu tau kan kenapa? So, please stop, okay?" Chloe muter bola matanya jengah, kalau udah gini Chloe bakalan diam dan ga bisa ngomong apa pun lagi.

Enam belas tahun aku kenal Chloe Joanna, dan sekitar empat atau tiga tahun lalu, aku lupa kapan pastinya, Chloe mulai ngenalin aku ke teman-teman cowoknya yang lumayan ganteng dan punya reputasi yang baik, tapi sayangnya ga ada satu pun yang nyangkut sama aku. Bukan karena aku pemilih banget atau gimana, tapi, ya karena aku memang gamau pacaran. Aku punya semacam trauma tentang percintaan.

Bisa dibilang aku berasal dari keluarga broken home, mama dan papaku cerai saat aku masih usia sekitar lima atau enam tahun. Setiap malam aku sering denger mereka berantem, saling lempar barang, teriak dengan kata-kata yang belum seharusnya aku denger. Bahkan pernah suatu hari mereka saling pukul di depan aku, anak mereka yang seharusnya mereka jaga dari adegan kekerasan kayak gitu. Berbulan-bulan aku denger dan ngeliat itu semua dengan mata kepalaku sendiri, dan ga ada yang peduli dengan keadaan keluargaku. Engga om Arzan dan tante Tia, om Tomy dan tante Ola, bahkan kakek dan nenekku juga ga peduli. Mereka semua seolah tutup mata dan telinga mereka sama keadaan keluargaku.

Sampai pada akhirnya, tetanggaku, keluarga Chloe yang ambil tindakan. Mereka lapor ke polisi, dan akhirnya aku bebas dari segala mimpi buruk yang setiap hari jadi tontonanku. Orang tuaku berakhir cerai dan hak asuhku jatuh ke mama. Semuanya selesai? Engga.

Takut.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang