Sebuah Perjalanan Sehari

234 28 45
                                    


DUK. DUKK


TARRR!!!

Suara-suara keras menyentakkan aku.

"NENG, TURUN NENG!! LARI AJAH!! BURUAN, NENG!!!"

Pikiranku terasa belum kembali ke tubuh, sehingga aku merasa bingung dengan ucapan seorang bapak yang duduk menyetir di depanku.

"Ada apa, Pak?"

"AYO NENG! LARI!"

Setelah berkata demikian, bapak tersebut membuka pintu mobil dan berlari keluar. Meninggalkan aku sendirian.

"A-aku dimana?"

Hal terakhir yang kuingat adalah saat aku melangkah keluar dari Bandara dan masuk ke dalam taksi menuju ke Universitas Trisakti.

Tapi, tunggu. Ingatanku kembali ke kejadian sebelumnya.

.
Flashback on.

"Akhirnya, kami seluruh awak pesawat Lion Air di bawah pimpinan kapten Andika mengucapkan terima kasih telah terbang bersama kami, dan sampai jumpa di penerbangan lain waktu. Terima kasih."

Suara lembut pramugari membangunkan aku. Pemandangan di luar jendela menampilkan suasana ramai di landasan pesawat. Beberapa petugas memberikan rambu-rambu dengan gerakan khusus.

Entah kenapa, perasaanku mengatakan ada sesuatu yang tidak lazim. Entah apa?

"Para penumpang yang kami hormati, ..." suara sang pramugari terdengar kembali. Menginformasikan bahwa karena sesuatu hal maka untuk sementara para penumpang belum diperkenankan untuk turun dari pesawat.

Kulirik jam tanganku. Pukul sebelas lewat lima belas menit.

"Hmm! Gua masih ada waktu tiga jam lagi.", batinku.

Kulepaskan sling bag yang sejak tadi terasa mengikat di leherku dan meletakkannya di kursi. Lalu tanganku mengeluarkan ID Card dari dalam tas kecil itu dan menjepitkannya di dada.

Aku merentangkan kedua tanganku. Merenggangkan otot-otot sambil mengingat kembali kalimat yang kutuliskan dalam agenda tadi pagi:
14.30 WIB. Meeting with Mr.Tedjakusuma. Dosen Fakultas Teknik Universitas Trisakti.

"Eh?!"
Suara kaget seorang laki-laki di sampingku.

"Ma-maaf. Saya tidak sengaja!", ujarku cepat seraya menarik telapak tanganku yang sempat mengenai pipinya yang berjerawat.

"Oh..tak apa-apa. Hahaha! Ke Jakarta ya?"

Aku hanya mengangguk. "Emang ini pesawat mau kemana lagi?", batinku geli.

"Kamu?", tanyaku. "Ough! The same stupid question!"

"MEMANGNYA PESAWAT INI MAU KEMANA LAGI? HAHAHA!"

Oke. Suara keras dan gelak tawa pria ini sukses membuatku malu.

"Handy Siregar."

"Lilian Choow."

Kusambut uluran tangannya dan menyebutkan namaku.

"Dalam rangka?"

"Saya wartawan."

MEREKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang