Will you jump?

18.3K 1.2K 49
                                    

"Tidak."

Aku dengan tegas menolaknya. Oh God, aku tidak segila itu untuk menuruti permintaan konyol pria ini.

"Kenapa Layla?" Thorn terlihat santai. Teramat santai untuk seseorang yang tengah berdiri di ambang pintu pesawat di ketinggian lebih dari tiga ribu kaki.

"Aku belum ingin mati!" Tegasku. Ya, Dubai adalah tempat dimana kami saat ini berada. Bukan untuk urusan pekerjaan melainkan hanya untuk memenuhi hasrat Thorn yang sangat ingin mencoba terjun dari ketinggian.

Thorn menyipitkan kedua matanya padaku. "Jangan membantahku, sudah kukatakan bukan." Geramnya.

Aku hanya bisa tertunduk lemas. Thorn rupanya benar-benar menganggapku sebagai bonekanya.

Kuulurkan tanganku yang segera diraih olehnya. Ia melingkarkan lengannya di perutku kemudian meniadakan jarak diantara kami.

Tubuhku rupanya tak bisa berbohong. Melihat betapa tingginya kami saat ini, seketika itu juga gemetar hebat melanda setiap inchi bagian tubuhku.

Aku menoleh ke belakang untuk melihat Thorn.

Terkejut, bahkan kekagetan seketika melandaku. Karena untuk yang kedua kalinya... Thorn kembali memamerkan senyuman mengerikan seperti malam itu.

Ia bahkan tidak melihatku. Tatapannya hanya terus tertuju pada dataran yang terlihat sangat jauh dari jangkauan kami.

"Thorn," teriakku.

Thorn semakin mempererat pegangannya padaku.

Kemudian, ia melakukannya-

"TIDAK!!"

Tubuhku terhempas begitu saja dari pintu pesawat.

Terjatuh- tidak, Thorn melemparku begitu saja. Mendorongku dengan sekuat tenaganya.

Apakah ia ingin membunuhku? Entahlah aku tidak tahu. Suara angin yang begitu ribut seakan memenuhi rongga kepalaku.

Membuatku kesulitan berpikir tentang apapun hingga kuputuskan untuk memejamkan mata.

Sejenak, sampai tubuhku mendarat dalam jumlah bagian yang tak terhitung di atas tanah. Atau lautan, mungkin.

"Kau suka?"

Aku spontan mengerjap. Wajah Thorn benar-benar ada tepat di depan kedua mataku.

Sejak kapan dia... "Bagaimana kau-"

"Kau terlalu takut Layla," teriak Thorn. Hembusan angin menyamarkan suara pria itu.

Aku melihat ke bawah. Kami berdua berada di bawah parasut yang sama kini. Terjatuh dalam gerakan lambat.

"Kukira kau ingin membunuhku dasar keparat!" Oh jika saja tubuhku tidak tergantung di bawah parasut yang sama dengannya.

"Belum."

Aku mendongak. "Apa kau bilang?!" Apa aku tidak salah dengar...

Thorn menatapku dingin. Dan secara tiba-tiba ia melakukannya lagi.

Kali ini dengan cara yang berbeda.

Menyentuh bibirku dengan kelembutan bak gaun malam berbahan sutera yang ia berikan untukku.

Sentuhan-sentuhan yang memabukkan, sampai membuatku tidak sadar kalau kami berdua mendarat dengan cara yang sangat tidak aman hingga tubuh kami terjebak di bawah parasut besar itu.

Napas kami memburu. Thorn berada di atasku kini. Keningnya mengerut ketika ia tak sedikitpun memalingkan pandangan dariku.

"Matamu benar-benar anugerah Layla." Bisik Thorn.

Thorn Mc AdamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang