Diantara berbagai media massa, televisi memainkan peran yang terbesar dalam menyajikan informasi yang tidak layak dan terlalu dini bagi anak-anak. Menurut para pakar masalah media dan psikologi, di balik keunggulan yang dimilikinya, televisi berpotensi besar dalam meninggalkan dampak negatif di tengah berbagai lapisan masyarakat, khususnya anak-anak. Memang terdapat usaha untuk menggerakkan para orangtua agar mengarahkan anak-anak mereka supaya menonton program atau acara yang dikhususkan untuk mereka saja, namun pada prakteknya, sedikit sekali orangtua yang memperhatikan ini.
Jika kita melihat acara-acara yang disajikan oleh stasiun televisi, banyak acara yang disajikan tidak mendidik bahkan bisa dakatakan berbahaya bagi anak-anak untuk di tonton. Kebanyakan dari acara televisi memutar acara yang berbau kekerasan, adegan pacaran yang mestinya belum pantas untuk mereka tonton, tidak hormat terhadap orang tua, gaya hidup yang hura-hura (mementingkan duniawi saja) dan masih banyak lagi deretan dampak negatif yang akan menggrogoti anak-anak yang masih belum mengerti dan mengetahui apa-apa. Mereka hanya tahu bahwa acara televisi itu bagus, mereka merasa senang dan terhibur serta merasa penasaran untuk terus mengikuti acara demi acara selanjutnya. Sudah sepatutnya orang tua menyadari hal seperti ini.
Data dari berbagai sumber mengenai fakta tentang pertelevisian di Indonesia, antara lain adalah tahun 2002 jam tonton televisi anak-anak 30-35 jam/hari atau 1.560 – 1.820 jam/tahun, sedangkan jam belajar SD umumnya kurang dari 1.000jam/tahun. 85% acara televisi tidak aman untuk anak, karena banyak mengandung adegan kekerasan, seks dan mistis yang berlebihan dan terbuka. Saat ini ada 800 judul acara anak, dengan 300 kali tayang selama 170 jam/minggu padahal satu minggu hanya ada 24 jam X 7 hari = 168 jam.
40 % waktu tayang diisi iklan yang jumblahnya 1.200 iklan/minggu, jauh diatas rata-rata dunia 561 iklan/minggu.
Terlepas dari baik buruknya tayangan televisi yang ditonton seorang anak, pola menonton televisi yang tidak terkontrol akan menimbulkan dampak psikologis bagi anak-anak antara lain jadi kurang berkembang. Usia anak adalah usia dimana si anak sedang mengembangkan segala kemampuannya seperti kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain dan kemampuan mengemukakan pendapat. Dampak lainnya, disadari atau tidak, perilaku-perilaku yang ditontonnya akan menjadi satu memori dalam diri si anak dan akibatnya si anak menjadi meniru yang bisa berkembang menjadi karakter pribadinya di kemudian hari.
Jika kita kaji lebih jauh, dampak negatif dari menonton tayangan televisi berlebihan bagi anak adalah Anak 0–4 tahun, menggangu pertumbuhan otak, menghambat pertumbuhan berbicara, kemampuan herbal membaca maupun maupun memahaminya, menghambat anak dalam mengekspresikan pikiran melalui tulisan, Anak 5-10 tahun, meningkatkan agresivitas dan tindak kekerasan, tidak mampu membedakan antara realitas dan khayalan, berprilaku konsumtif karena rayuan iklan, mengurangi kreatifitas, kurang bermain dan bersosialisasi, menjadi manusia individualis dan semdiri, Televisi menjadi pelarian dari setiap keborosan yang dialami, seolah tidak ada pilihan lain, meningkatkan kemungkinan obesitas (kegemukan) karena kurang berkreativitas dan berolahraga, merenggangkan hubungan antar anggota keluarga, waktu berkumpul dan bercengkrama dengan anggota keluarga tergantikan dengan menonton televisi, yang cendrung berdiam diri karena asik dengan jalan pikiran masing-masing
Matang secara seksual lebih cepat asupan gizi yang bagus adegan seks yang sering dilihat menjadikan anak lebih cepat matang secara seksual, ditamah rasa ingin tahu pada anak dan keinginan untuk mencoba adegan di televisi semakin menjerumuskan anak.
Jika kita perhatikan beberapa kasus pada tayangan yang ada pada televisi yang mempengaruhi perilaku anak. Ingat kasus pada bulan November 2006, ketika dikejutkan oleh berita kekerasan akibat tayangan smack down ditelevisi. Reza, seorang siswa SD di Bandung tewas setelah di smackdown oleh tiga orang teman sebayanya. Diceritakan bahwa ketiga anak kecil ingusan itu menghajar Reza dengan meniru aksi gulat bebas smackdown yang setiap hari ditayangkan sebuah televisi swasta saat itu. Kasus serupa kembali terjadi pada awal tahun 2007 di sebuah SD Katolik di kawasan Jakarta Timur. Seorang siswa akhirnya meninggal dunia setelah beberapa hari menahan rasa sakit di uluhatinya akibat di-smackdown ramai-ramai oleh beberapa temannya yang diantaranya adalah pelajar perempuan yang masih bau kencur itu.