Chapter 19

6.7K 556 10
                                    

Chapter 19

“Mungkin kau tidak akan bisa membuat semua orang bahagia, namun kau bisa membuat seseorang bahagia karena dirimu bahagia.”

-----------------------------

Spencer's Point of View

Aku menjatuhkan tubuhku ke atas kasur, berguling-guling tanpa henti. Ku ambil bantalku, kemudian melemparnya ke lantai. Aku berteriak sekencang mungkin, peduli setan tetanggaku mendengar. Yang jelas aku kesal.

Jade meninggalkanku sendirian semalam di rumah. Mrs. Williams pun ikut pergi dengan alasan ia ingin pergi berlibur bersama suaminya, Mr. Williams di Hawaii selama 3 minggu. Otomatis, aku hanya sendirian di rumah semalaman yang langsung membuatku ketakutan setengah mati. Aku paling anti tinggal di sebuah rumah yang cukup besar seperti ini, sendirian. Bahkan di Manhattan saja, aku hanya tinggal di sebuah apartemen kecil. Jadi aku tidak terlalu takut kalau soal itu.

Apalagi, rumah Jade berada di lingkungan perumahan yang cukup sepi. Dengar-dengar, di dekat sini pernah terjadi kecelakaan-Ah. Berhenti membicarakan ini. Bisa-bisa aku makin parno karena pikiranku sendiri.

Aku mandi dengan terburu-buru, memakai pakaianku kemudian berjalan keluar rumah. Untung saja aku diberikan kunci cadangan oleh Mr. Williams, jadi aku tidak harus diam berjaga dalam rumah seharian.

Aku melihat jam tanganku, kemudian menghela nafas. Jam 8 pagi. Apa yang bisa kulakukan di pagi hari seperti ini?

***

"2 minggu?"

Aku mengangguk. "Iya, 2 minggu. Memangnya kenapa?"

"Berarti..kau disini tinggal satu minggu lagi?" Ia bertanya dengan ekspresi kecewa, yang langsung membuatku kebingungan setengah mati.

Aku mengangguk lagi, kemudian menyeruput cokelat panasku. "Memangnya kenapa?" Tanyaku untuk kedua kalinya, karena sejak tadi dirinya sama sekali belum menjawab pertanyaanku.

"Uhm, tidak apa-apa. Aku pikir kau akan tinggal menetap disini."

Aku mengedikkan kedua bahuku pelan. "Yah, bagaimana pun juga aku tidak bisa menolak bahwa aku memang ingin tinggal menetap disini. Tapi kan, kuliahku di Manhattan masih belum selesai. Mana mungkin aku meninggalkannya begitu saja. Lagi pula, berkuliah disana sudah menjadi tujuan awalku sejak dulu. Tidak mungkin kan, aku meninggalkannya?"

"Iya, aku mengerti. Asal kau tau saja, tujuanku juga sama denganmu. Aku ingin berkuliah di Manhattan. Apakah disana menyenangkan?"

"Oh ya? Ah, tentu saja. Kau tidak akan menyesal telah memutuskan untuk berkuliah disana. Aku bisa pastikan itu." Kataku sambil tertawa, dengan kedua jempol yang terangkat.

Kulihat dia menarik sebuah senyuman lebar padaku. Ah, sepertinya aku bisa mempercayainya sekarang, melihat banyaknya kemiripan sifat diantara kami berdua.

“Err, Spence.”

“Ya?”

“Besok malam. Apa kau sibuk?”

Aku menggeleng cepat. “Kalaupun aku sibuk, paling itu hanya karena aku dipaksa untuk menemani Jade.”

Great. Apa kau mau pergi ke acara promnight sekolahku besok malam, bersamaku?”

Mendengar perkataannya, bibirku langsung terkatup rapat.

“Uhm, maaf. Bukan begitu maksud-“

“Iya, aku mau kok. Setidaknya itu lebih baik daripada berjaga dalam rumah sendirian, bukan?” Kataku tersenyum.

“Iya. Kalau begitu, aku akan menjemputmu besok malam. Mungkin sekitar jam delapan.

Aku mengangguk, kemudian meneguk cokelat panasku hingga habis. Yah, walaupun aku baru mengenalnya, kupikir tidak ada salahnya menerima ajakannya barusan. Lagipula, dia kan juga mengenal Jade. Aku yakin kok, dia itu laki-laki yang baik. Karena aku tau, Jade tidak mungkin sembarangan memilih teman.

“Ah, sepertinya aku harus pergi sekarang. Kita sudah terlalu lama disini, bukan?” Katanya, bangkit berdiri. Aku hanya mengangguk, kemudian berjalan disampingnya menuju pintu kafe.

The Story Of Us (One Direction Fan Fiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang