Final

2K 105 21
                                    

Apa yang lebih baik daripada bangun tidur disebelah orang yang sangat kamu cintai? Orang yang sangat berarti bagimu, orang yang menjadi alasan atas segalanya, orang yang senyumnya lebih hangat daripada kopi dipagi hari. Sungguh, apa yang lebih baik dari itu?

Tidak ada.

Setidaknya itulah yang Shinta Naomi pikirkan ketika dia berusaha menahan tawanya sementara wanita yang sama-sama tanpa sehelai benangpun ditubuhnya menggeliat di bawahnya memohon ampun. Setelah berciuman sampai bibir mereka membengkak dan paru-paru mereka kehabisan oksigen, Naomi memegangi kedua pergelangan tangan Veranda dan menahannya diatas kepala wanita itu sementara dia menunduk untuk mejilat dan menciumi leher wanita berwajah bidadari itu, menimbulkan suara desahan tertahan darinya. Ranjang mereka berderit setiap kali Ve mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Naomi, dan wanita berambut coklat itu harus mendiamkannya dengan cara menciumnya.

Mulutnya tidak berhenti disana. Dia mencium lebih kebawah ketika dirasakannya Veranda melunak dengan sentuhannya, dan mengalungkan tangannya di leher Naomi untuk menariknya mendekat, menuntut untuk kedekatan yang lebih panas. Tangan kanannya menyusur kebawah, memakai beberapa detik untuk memberi payudara Ve yang sintal sebuah remasan-yang membuat wanita itu mendesah puas-melewati perutnya yang rata dan halus dan akhirnya, tiba di tempat sakral wanita yang lebih tinggi darinya itu, harta karun yang sudah basah.

Dengan lidah mereka berperang satu sama lain, berebut untuk mendominasi, Naomi mulai mengusapkan jarinya pada klitoris Ve yang sudah licin, dan reflex wanita itu menghentakkan pinggulnya ke atas, ingin lebih merasakan sentuhan yang indah itu.

"Naomiih," Veranda merintih terengah-engah dengan bibirnya menciumi setiap inci kulit Naomi yang dapat ditemuinya. Lengannya mengalungi leher Naomi dan memeluknya erat, matanya terpejam. "Sentuh aku sekarang. Please."

"Janji kamu gak akan berisik?" bisik Naomi dengan suara serak, napasnya, juga, terengah-engah, ketika dia menggigit daun telinga Veranda dengan lembut.

"Janji. Sekarang, please."

Setelah memberi sebuah ciuman lagi, Naomi menyelipkan dua jari kedalam Veranda secara perlahan namun pasti, dan Veranda memeluk tubuh panas mereka yang berkeringat dengan lebih erat sambil menggigit pundak Naomi untuk menahan jeritannya sendiri.

"Begini gak apa-apa? Nikmat?" tanya Naomi lembut, suaranya hanya berupa bisikan. Ketika dia dijawab dengan sebuah anggukan yang lemah, dia bertanya lagi, "Boleh aku bergerak sekarang?"

"Kamu tau spotnya, Omii." ucap Veranda di sela-sela kesulitannya untuk bernapas.

"Aku mulai, sayang." ucap gadis berambut coklat itu, dan tangannya mulai melakukan keajaibannya pada tubuh Veranda. Dia mendesis pelan ketika Veranda menggigit pundaknya lebih keras-itu pasti akan meninggalkan bekas-ketika dia memaju-mundurkan jarinya pada inti dari wanita yang sedang mengerang penuh kenikmatan itu.

"Lagi, Omi, lebih cepet." Veranda memohon dengan putus asa, berusaha yang terbaik untuk menurunkan volume suaranya. Dia membenamkan wajahnya pada pundak Naomi ketika gadis yang lebih kecil darinya itu mengenai G-spotnya, lagi dan lagi, membuat sekujur tubuhnya terbakar. Gerakan mereka menjadi semakin cepat dan perlahan tangan Naomi terasa mati rasa ketika mereka berdua tau sang bidadari telah sampai pada orgasmenya.

Naomi menarik wajah Veranda mendekat dan menciumnya dalam, secara efektif menelan lenguhan Veranda ketika dirinya mekar dalam kenikmatan yang murni. Gadis berambut coklat itu menghujani gadis yang lebih tinggi darinya dengan ciuman lembut di wajah dan lehernya untuk membantu gadis itu turun perlahan dari puncaknya.

Ketika akhirnya Veranda membuka matanya yang masih kabur dan mendapatkan kembali napasnya, dia langsung tersenyum karena melihat wanita favoritnya bertopang pada sikunya sendiri sambil membelai rambutnya dengan penuh cinta.

The FamilyWhere stories live. Discover now