Aku menikmati segelas soda dingin, berusaha mengimbangi angin malam kota New York. Tidak kukira begitu cepat waktu berlalu dan kini aku berada jauh dari Seoul. Betapa aku merindukan tanah bangsaku. "Unnie, kau yakin tidak ingin memesan makanan?" aku berbalik mendapati Harin menjauhkan ganggang telepon dari wajahnya, tepat di belakangku. Hanya dengan gelengan kepala singkat dariku, Harin kemudian pergi. Membiarkan aku kembali melihat gedung-gedung tinggi kota New York dari beranda.
Terkadang aku berharap seseorang yang jauh di sana akan merindukan diriku. Sama seperti betapa aku merindukan setiap jarak tercipta diantara kami. Hari demi hari, aku semakin merasakannya.
Bisa kudengar diriku menghela panjang. Melirik ponsel dan melihat pemberitahuan yang banyak dari salah satu sosial media. Tapi tidak sedikit pula pesan yang belum kubaca dari sebuah aplikasi. Jempolku menekan gambar kotak bewarna hijau untuk melihat pesan-pesan masuk. Aku sudah tertinggal jauh di beberapa grup chat yang kubuat bersama teman-teman perancang busana juga kenalan Hollywood. Pesan dari Dara Unnie yang menanyakan apa yang sedang kulakukan saat ini. Senyum singkat terukir di wajahku. Pasti dia sudah menduga jika kukatakan aku tengah menikmati soda dingin di beranda.
Mataku tertahan di satu nama. Tidak ada pesan darinya. Terakhir kali kami berkomunikasi adalah beberapa hari yang lalu. Ketika itu baik Harin dan Dara Unnie ada bersamaku menuju acara pembukaan toko Ambush di Shibuya, Jepang. Aku menanyai posisinya saat itu.
Dengan malas aku menutup aplikasi pesan dan menuju ke sosial media. Tidakkah dia mengerti dari segala foto atau pun imajinasi fans yang sering aku sukai. Harusnya dia paham maksudku. Tahu perasaanku. Minumanku habis. Lagi aku mendengar diriku menghela panjang. Menatap langit New York yang berawan."Hei, CL!" Sonny J.Moore atau yang dikenal dengan nama Skrillex berhamburan memelukku. Untung saja gelas mojito milikku sudah mendarat di meja. "Harusnya kau mengabariku ketika kau sampai di sini. Malam ini kau akan menghadiri acara bersama James itu?"
Aku mengangguk, "Tentu saja. Lalu kau?"
Skrillex menyalakan rokoknya. Pertama kali berbincang dengannya waktu itu, pria dengan tindik dikedua telinganya ini tidak merasa canggung merokok di depanku. "Nah. Aku akan diam di rumah saja."
"Lalu kenapa kau tidak ikut denganku syuting ke studio James itu?" tawaku.
Ketika Scouter Braun menawarkanku untuk tampil di acara Amerika, aku sedikit ragu. Itu akan menjadi acara televisi pertamaku setelah debut solo internasional. Entah kenapa aku merasa ragu menyambut malam nanti.
Kurasakan tangan Skrillex menggenggam tanganku, "Tenang saja, kau akan baik-baik saja." senyumnya kemudian.
Aku hanya membalas singkat senyuman Skrillex.
Untuk saat ini, aku hanya ingin mendengar suaranya. Atau pun pesan singkat darinya. Aku menghela nafas panjang. Kurasa tidak ada gunanya kalau aku berharap lebih. Entah harus berapa kali aku ingatkan diriku agar tidak termakan buaian indah sebuah harapan kosong.
Skrillex mengangkat jemarinya. Menunjukkan ada telepon masuk. Naomi merupakan nama yang tertera di layar ponsel sahabatku itu. Lucu sekali mendapatinya berdiri dan menjauh dariku. Kurasa itu nama model yang ditemuinya ketika di Tokyo beberapa bulan lalu. Siapa yang akan mengira kalau laki-laki itu bisa berhubungan jarak jauh juga. Skrillex mengedipkan sebelah matanya dan kubalas dengan tawa tanpa suara.
Aku mengambil ponsel dari tas kecil. Melihat tiada pesan darinya. Entah kenapa aku merasa kesal dengan semua ini. Kemudian membiarkan jemariku dengan sembarangan menekan gambar untuk menghubunginya.
Jantungku berdebar kencang dengan ponsel menyentuh pipiku. Satu kali bunyi tut. Kedua kali. Aku memejamkan mataku dan berharap dia tidak mengangkatnya. Benar. Hingga bunyi itu menghilang, menandakan dia tidak mengangkat teleponku.
Sakit. Layar ponselku terlihat padam karena aku tidak melakukan apa pun. Terkecuali menatapnya.
Mendadak ponselku bergetar. Namanya muncul di layar. Aku hanya bisa diam. Membiarkan kedua tanganku memegang erat ponselku.
"Kau tidak mengangkat telepon itu?" aku mengangkat wajahku melihat Skrillex menggeser bangkunya untuk duduk, "Jiyoung? Oh, Gdragon?"
Bangkuku tergeser karena aku berdiri, "Sebentar, ya?" aku tersenyum. Melangkah menjauh dari Skrillex. Membiarkannya memutuskan apa yang akan menjadi santapan kami. Lagi pula, aku terbiasa menjaga jarak ketika menerima telepon dalam bahasa Korea dari teman-teman Barat. Semacam segan.
Aku berdehem dan mengatur nafas. Sebelum nada deringku berakhir, aku menekan tombol dan mendekatkan ponsel ke wajahku, "Ya, Oppa?"
"Hei, ada apa? Maaf aku baru sampai di apartment. Kau dimana?" aku bisa mendengar Jiyoung Oppa berjalan menyusuri koridor setelah dia menaruh kunci di dekat lemari. Entah kenapa aku tersenyum membayangkan setiap langkahnya.
"Aku baru saja bertemu Skrillex, kami akan makan bersama pagi ini."
Kulirik Skrillex yang kini terlihat sibuk dengan ponselnya. Dia menonton sebuah video dan kemudian merekam dirinya dengan ekspresi aneh. Kurasa aku tahu apa yang dia lakukan. Sosial media.
"Oh, hm."
"Oppa sedang sibuk?" aku mendengar langkah Jiyoung Oppa seolah menjauh dari ponsel.
"Tidak. Kau ini aku speaker, tidak apa-apa kan?"
Aku tersenyum. Mengerti mengapa dia seolah-olah jauh ke sana ke sini, "Tentu saja tidak apa-apa."
"Malam ini syuting acaranya, kan?"
Aku mengangguk. Ah bodoh, mana Jiyoung Oppa bisa melihat ekspresiku. Baru aku akan buka mulut, Jiyoung Oppa terdengar mendekat. "Kau pasti bisa, Chaerin-ah."
Bagaikan langit biru menjadi milikku seutuhnya. Mendengar ucapan itu darinya. "Terima kasih, Oppa."
"Heh, harusnya kau menjawab tentu saja Oppa." Jiyoung Oppa tertawa renyah.
"Oppa..."
"Hm?"
Aku terdiam sejenak. Haruskah aku mengatakannya. Haruskan aku benar-benar mengatakannya.
"Halo? Lee Chaerin? Kau masih di san-"
"Let's go on a date, Oppa."
Jantungku berdebar kencang. Aku tidak tahu apa yang baru saja kukatakan. Kulirik Skrillex yang mengucapkan sesuatu dengan kamera ponselnya mengarah padaku selama beberapa detik. Waktu terasa berhenti. Karena Jiyoung Oppa hanya diam di seberang sana. Atau sinyal yang tidak bagus? Aku menjauhkan ponselku, memastikan bahwa sinyal masih bagus dan memang seperti itu.
"Oppa?" aku menggigit bibir bawahku.
"Baiklah."
"Hah?"
Jiyoung Oppa tertawa, "Aku bilang baiklah. Ketika kau pulang nanti, aku tidak akan sibuk di studio atau pun sibuk dengan designku. Kita akan kencan. Oke?"
Lagi, aku menggigit bibirku. Kegirangan tanpa suara.
"Tempatnya aku yang menentukan, bagaimana?"
Aku mengangguk cepat, "Tentu saja."
"Baiklah. Oh, sepertinya itu Youngbae. Sebentar aku buka pintu dulu."
"Ah, Oppa, salam saja buat Youngbae Oppa. Pesanan makananku sudah datang. Ketemu di Seoul, Oppa."
"Ung, araseo."
Langkah kakiku terlihat girang sembari memasukkan ponsel setelah berakhirnya komunikasi dengan Jiyoung Oppa. Kurasa Skrillex bisa menangkap semua itu. Tapi fokusnya lebih pada makanan yang baru saja diantarkan pelayan. Terbukti dia mereka semuanya melalui ponselnya. Dan lagi-lagi dia merekamku serta. Meski menghindar tapi pasti ekspresi bahagiaku tertangkap kamera.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oppa, Look at Me
FanfictionHari itu, aku melihatmu. Keluar dari gedung dengan rambut basah dan tawa riang bersama beberapa teman. Hari itu langit sore perlahan berubah gelap setelah sinar jingga matahari menghilang. Tanpa sadar aku mengikutimu. Selangkah demi selangkah meliha...