Empat

738 74 19
                                    

When words fail, music speaks.
.
.
.
Di rumah, ketika pulang, Alana langsung menghampiri papi nya di ruang televisi. "Papi!" panggilnya bersemangat.

Alex menoleh dan mendapati putri nya tengah menghampirinya dengan senyuman, seperti biasanya. Tak sering Alex dapat menikmati hal seperti ini. Biasanya, ia selalu pulang malam, ketika putrinya sudah mengantuk.

"Hai, Princess. How's your school? Is it great?" tanya Alex sambil menepuk tempat di sebelahnya untuk putrinya duduk.

Sebelum duduk, Alana mencium pipi Alex lebih dulu. "It is, Pi." ucapnya antusias.

"Semoga kamu betah ya," Alex mengelus kepala Alana yang lalu mengangguk.

"Pi, di ruang musik sekolah Al juga ada piano lho. I want to play it."

"Mainin aja, pasti pada suka denger kamu main piano." puji Alex.

Alana tertawa. Ia memeluk papi nya erat. Pria yang amat dia sayangi. Pria pekerja keras. Pria dengan lengan kekarnya yang siap menghalau segala macam bahaya yang hendak menuju pada dirinya.

Alex mengecup lalu mengusap pucuk kepala Alana. "Kamu ganti baju gih, istirahat dulu atau makan dulu."

"Al mau baringan dulu deh, Pi." Alana bangkit dari duduknya, mencium pipi Alex.

"Okay, Princess."

***

Keesokan paginya, Alana turun dari mobil hitamnya di parkiran sekolah. Di saat yang bersamaan, Arnes juga turun dari mobil putihnya. Ia mengantongi kunci mobilnya dan berjalan kearah Alana yang juga sedang berjalan masuk ke dalam.

"Hai -Alana." sapanya, ah, akhirnya nama itu terucap dengan benar.

Alana menoleh. "Eh, hai, Arnes."

"Lo dianter siapa tadi?" tanya Arnes.

"Supir. Kalo kamu nyetir sendiri ya?"

Arnes mengangkat alisnya sebagai jawaban. Sepertinya itu ciri khas Arnes dalam menjawab mayoritas pertanyaan yang dilontarkan padanya.

"Oh iya, piano di ruang musik beneran boleh dimainin kan?" tanya Alana lagi sambil mereka menaiki tangga.

"Boleh lah, lo mau ke ruang musik?" jawab Arnes yang menyisir rambutnya ke belakang.

"Eng... Iya." jawab Alana sambil mengangguk ramah membalas sapaan-sapaan dari murid kelas sepuluh di sekitarnya, begitu juga Arnes yang sepertinya sudah biasa.

"Nanti pulang sekolah mau? Sama gue." Arnes menawarkan.

Senyum Alana mengembang lagi, "Boleh. Nanti aku telpon papiku dulu ya, kalo pulangnya agak telat."

Mereka memasuki kelas masih sambil mengobrol, Alana meletakkan tasnya di bangku masih sambil ngobrol dengan Arnes.

"Lo pulang sama gue aja, gak usah dijemput." Arnes meletakkan tas nya dan duduk.

Alana mendekat kearah Arnes, "Emangnya gak papa?" tanya nya.

"Ya gak papa lah, emang kenapa?" Arnes balik bertanya dengan menahan senyum yang bisa kapanpun merekah saat ia menatap mata biru Alana.

Heart Like YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang