Red Shoes 1

140 5 10
                                    

"Denada bangun...kamu itu ya anak satu-satunya harusnya kamu itu belajar dewasa jangan bangun susah. Kamu itu harus si..."perkataan mama terpotong ketika melihatku sudah rapi dengan sepatu merah kesayanganku dan celana panjang putih dipadu baju kaos hijau tsca polos serta kubiarkan rambutku yang indah tergerai tanpa batas.

"Kamu mimpi apa tumben-tumbenan jam segini udah siap kekampus?"tanya mama heran
"Sebelum kekampus aku mau mampir ke toko es krim dulu mau makan es krim yang buaaanyak"sahutku enteng dan dibalas senyum lebar oleh papa dan mama.
"Kapan dewasanya kamu den...den"ucap papa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Yaudah aku pergi dulu ya pa ma"sambil mengucap itu aku mencium pipi mereka dan dibalas senyuman manis papa dan mama.
"Jangan lupa nanti malam jam 8 ada pesta dikantor papa jadi kamu harus pulang jam 7 malam"sahut mama sedikit berteriak karena jarakku yang jauh dengannya
"Yaa mama sayangg"sahutku sambil mberlari kecil keluar.

Ya aku Denada Afsor hasil karya Gerdi Afsor dan istrinya Fania Afsor. Gadis berpostur tubuh ramping dan putih dengan hidung mancung mata biru dan bibir tipis yang merah alami. Sifatku ya seperti yang author bilang aku manja,ngegemesin dan gak bisa bertingkah dewasa. Aku juga gak tau kenapa hasil karya yang papa dan mama yang hampir sempurna ini bisa bersifat kekanak-kanakan. Padahal mama dan papa adalah orang yang sejak kecil selalu bersikap dewasa atau lebih tepatnya 'dewasa sebelum waktunya' lah kalau aku sifatnya 'kekanak-kanakan setelah waktunya'. Mungkin karena aku anak satu-satunya dan semua yang ku mau pasti terturuti makanya sekarang aku seperti ini. Oke cukup basa basi gak jelasnya sekarang aku sudah memarkirkan mobil brio merahku di area pakrir kafe 'artestic' kafe dengan segudang es krim didalamnya.

"Selamat pagi mba denada tumben datang pagi sekali?mau pesan seperti biasa?"tanya allya pelayan kafe muda nan cantik yang menjadi teman dekatku.
"Biasa aja kali al gak usah pake mba segala"sahutku sambil tersenyum yang dibalas tawaan riangan dari allya.

Allya gadis cantik namun kurang beruntung. Ayah dan ibunya meninggal sejak ia umur 16 tahun. Setelah satu tahun berlarut dalam masa kedukaannya ia bangkit dan mulai karir sebagai pelayan kafe ini. Aku sering memberikannya tips lebih agar ia bisa mengumpulkan uang melanjutkan sekolahnya.

"Ini nad pesenannya"sapanya sambil menaruh es krim green tea ku
"Duduk dulu temenin aku disini bosen tau duduk sendirian terus"sahutku sambil menepuk pelan bangku disebelahku mengisyaratkan untuk duduk.
"Jangan deh nad nanti aku dimarahin bos"jawabnya takut-takut
"Siapa yang berani marah sama kamu hah?kasi tau aku biar aku yang hajar dia"jawabku sambil membusungkan dada dan kami pun tertawa bersama
"Gak semua bisa diselesaikan dengan kekuatan nad dan gak semua kewajiban bisa dibayar pakai uang"jawabnya sok menasehati
"Yaudah,yaudah gih semangat ya kerjanya aku semangatin dari sini deh "sahutku sambil memegang pergelangan tangannya. Kemudia dia mengangguk dan kembali bekerja.

 Kemudia dia mengangguk dan kembali bekerja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


'Gambar denada dan allya'

Sedangkan aku? Aku duduk di pojok kafe dimana kaca bening membentang luas memperlihatkan jalan raya yang padat dan orang yang berlalu lalang. Ada yang tergesa-gesa, ada yang nyantai, ada yang memakai earphone dan pakaian olahraga. Sepertinya dia akan jogging pagi ini.

Red ShoesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang