'Kringg... kringg... kringgg...'
Gadis itu masih bersidekap dalam selimutnya. Padahal alarm-nya sudah berbunyi sejak beberapa menit yang lalu. Namun sepertinya suara itu tak urung membuat gadis itu terbangun dari alam mimpinya. Sebaliknya, gadis itu malah semakin menarik selimutnya menutupi seluruh tubuhnya. Mengeratkan selimutnya yang kini berguna menutup kedua telinganya.
Sampai beberapa detik kemudian, gadis itu merasa terganggu oleh suara bising alarm-nya sendiri. Gadis itu melenguh bergeliat di dalam selimutnya. Tangannya terulur ke atas. Meraba-raba nakas di sebelah tempat tidurnya, mencari benda yang membuat aktifitas leha-lehanya terusik.
'Klik!'
Suara alarm itu pun berhenti setelah gadis itu menekan tombol off di bagian atasnya, lalu menurunkan tangannya kembali demi melanjutkan bocan-nya. Kembali gadis itu bersidekap dengan selimutnya. Namun selang beberapa menit kemudian, aktifitasnya itu kembali terganggu oleh suara keras ketukan pintu di balik kamarnya.
'Tok! Tok! Tok!'
Menyerah, gadis itu lalu menyibakkan selimutnya. Duduk tegak, matanya masih sliwer memandang tiap sudut kamarnya dengan rambutnya yang acak-acakkan. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali, menguceknya, sampai melakukan streching ala-alanya yang sudah menjadi kebiasaannya di pagi hari setelah bangun tidur.
"Siapa? Hoamm..." gadis itu menguap lebar-lebar setelah mengucapkan satu patah kata dengan nada bertanya.
Tidak ada jawaban.
Karena merasa tak mendapat respon, gadis itu mengacak rambutnya beberapa kali, mengusap wajahnya dengan kasar. Dengan berat hati, ia turun dari tempat tidurnya. Meraba-raba apakah kakinya menapaki lantai atau tidak. Takut keseimbangan tubuhnya goyah.
Setelah kakinya berhasil menapaki lantai, ia berjalan dengan gontai menuju pintu kamarnya. Ia lagi-lagi menguap lebar sebelum tangannya berhasil memutar knop pintu.
"Sia- Astaghfirullah!" gadis itu berjengit dan refleks mundur ke belakang. Terkejut dengan kehadiran lelaki yang sudah ada di hadapannya dengan kaos putihnya bertuliskan 'SWAG', berdiri tegap menatapnya datar. "Ya ampun Sean! Lo ngagetin gue tau! Masih pagi loh, masih pagi! Dan lo udah buat gue jantungan! Errr.." bentak gadis itu yang tak lain adalah Ruby, sambil mengurut dadanya.
Sean dengan rambut acak-acakannya itu pun melengos mendengarkan celotehan Ruby di pagi hari yang membuat telinganya seketika berdengung. Ia melirik penampilan Ruby dari atas hingga bawah. Ia hanya dapat menahan tawanya melihat Ruby dengan piyama hello kitty-nya yang berwarna pink pastel dengan rambut panjangnya yang tidak beraturan. Satu kata yang ada di pikiran Sean tentang Ruby; Cute.
Ruby mengernyit heran melihat arah mata Sean yang tampaknya tengah meneliti penampilannya, seolah ingin menguliti dirinya. Refleks Ruby memeluk tubuhnya sendiri sambil mencebikkan bibirnya. "Lo-- lo apaansih pake ngeliat gue-nya gitu banget? Mesum!" Cibirnya.
"Cih!" Sean melengos lagi. "Gak nafsu."
Ruby mengerucutkan bibirnya sebal. Menghentakkan kakinya kesal. Jika saja Sean bukanlah anak pemilik rumah, mungkin Ruby akan mendorong Sean terjun bebas ke lantai bawah. Sadis? Mungkin.. YA!
"Ish! Kok jadi orang ngeselin banget sih."
"Serah."
KAMU SEDANG MEMBACA
JET BLACK HEART
Teen Fiction[Sequel dari cerita "30 DAYS FOR LOVE"] Seumur hidupnya, Ruby tidak pernah membayangkan akan tinggal di satu atap bersama dengan Sean, si lelaki dingin dan angkuh yang sangat asing baginya. Namun di sisi lain, Ruby merasa aneh dengan perasaannya yan...