Tak ada yang lebih meneduhkan ketimbang memandangi wajah wanita itu. Lelap dalam dunia mimpi membuatnya sejuta kali lebih menawan. Jao tidak bosan menatapnya, bukan lagi mencuri pandang. Tidak tahan menampung kebahagian yang meluber dari dalam hatinya, dia menunduk agar bisa mengecup kening Kejora. Agak lama dia menempelkan bibir, menikmati setiap inchi kulit mereka yang bersentuhan tanpa pelapis. Rasanya tetap magis. Dan dia heran apa yang membuat ciumannya terasa ajaib, mampu menyulapnya sedemikian beruntung hanya karena kecupan.
Kebahagian yang sedetik lalu menguasainya berganti kekhawatiran karena ingat kelakuannya saat mabuk. Alkohol sering membuatnya lebih berani dan berpikir pendek. Apa yang dipikirkan Kejora setelah mendengar ceritanya? Jao beringsut mundur, memakai sandal kemudian berdiri di dekat dinding kaca. Jauh dari tempatnya berdiri, fajar mulai merekah malu-malu.
Saat sepi begini, dia jadi ingat obrolannya dengan Kyai Solah sebelum akad nikahnya dengan Kejora. Hatinya seperti diremas-remas oleh tangan raksasa tak bernaluri. Dia sampai meringis karenanya.
"Aku akan menikahkan kalian. Pertama, Abangnya sudah meninggal sementara ayahnya menghilang setelah dinyatakan keluar dari penjara beberapa bulan lalu. Tapi, aku punya satu permintaan untukmu. Bisa tidak bisa kamu harus menepatinya. Tanpa tawar menawar." Kyai dengan rambut sebagian memutih itu menghela napas panjang. Jao menunggu dengan hati ketar-ketir. "Bersyahadatlah di depanku, sekarang."
"Apa?" Jao mengerutkan kening. "Buat apa aku mengatakannya? Toh, seribu kali bersyahadat tidak membuatku mempercayaiNya lagi."
"Percaya atau tidak, itu bukan tujuanku. Sebab dengan bersyahadat aku memberikan jawaban yang selama ini kamu tanyakan. Kamu selalu bertanya-tanya mengapa hatimu selalu gelisah, tidak tenang dan khawatir. Apakah aku harus menjawabnya dulu agar kamu mau mengucapkan syahadat?" Kyai Solah mengedip, menatap Jao dengan matanya yang teduh.
"Jelaskan padaku." Jao masih berhati-hati.
"Nabi Muhammad saw. pernah bertanya pada malaikat Jibril. "Apakah engkau pernah tertawa, Jibril? Malaikat Jibril menjawab, "Ya." Nabi saw. bertanya lagi, "Kapan?" Berkata Jibril, "Ketika manusia mencari sesuatu di dunia sedangkan sesuatu itu tidak ada di dunia. Sejak manusia mulai diciptakan sampai wafat, dia mencari sesuatu yang tidak pernah diciptakan di dunia." Nabi Muhammad saw. merasa heran dan bertanya lagi, "Apakah sesuatu yang dicari manusia sedangkan hal itu tidak pernah diciptakan di dunia?" Berkata malaikat Jibril, "Ketenangan. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan ketenangan di dunia tetapi Dia menciptakannya di akhirat." Kyai Solah memberi jeda, membiarkan Jao mencerna ceritanya.
"Lalu, dengan cara apa mendapatkan ketenangan seperti omong kosongmu itu?" Jao benar-benar tidak tersentuh.
Kyai Solah terkekeh. "Ketenangan itu ada di dalam ibadah kepadaNya serta taat padaNya sebagai jembatan kita dalam menapaki perjalanan untuk mendapat ketenangan yang hakiki, akhirat. Saat ini kamu menafikan keberadaanNya, tapi hatimu selalu jujur, Nak. Dunia tidak akan membuatmu hidup kekal. Juga harta-hartamu. Umurmu setiap hari berkurang, sedang dosamu senantiasa bertambah. Bagaimana kamu akan menanggungnya kelak ketika Dia meminta pertanggungjawabanmu? Mau kemana kamu setelah kematian, setelah semua amal ditimbang, ketika semua amal yang sebesar zarrah pun mendapat balasan, ketika dosa yang sebesar atom pun memperoleh balasan? Mau sampai kapan kamu seperti ini?"
Hati Jao gemetaran. Serupa bumi yang terkena gempa 12 SR. Dia berpegangan pada kanopi ranjang agar tidak jatuh di lantai. Semua ketakutan berkumpul memenuhi dirinya. Terutama ketika sayup-sayup daun telinganya mendengar suara adzan shubuh berkumandang memenuhi kamarnya. Jao menutup telinga. Rasa takut membuat dadanya sesak. Sesak itu naik ke kerongkongan, menyumbatnya. Semakin naik hingga mata, memaksa indera penglihatannya meneteskan airmata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pria Gerhana Yang Membawa Cinta Untuk Surga
RomanceBahwa perihal hidayah sepenuhnya mutlak hak prerogative Tuhan, bukan manusia. Nabi Muhammad saw. bahkan tak pernah berhasil mengislamkan Abu Lahab yang notabenenya adalah paman dan tetangga bersebelah tembok. Nabi Nuh as. pula tak sukses menjadikan...