"permulaan"

105 4 1
                                    

Kala itu di sebuah kafe. Aku menyesap teh susu yang sudah ku pesan. Diam, aku berfikir. Berfikir kenapa tidak ada ide yang muncul dalam kepalaku. Aku Gea mahasiswi tingkat akhir jurusan teknik sipil. Sekarang aku sedang sibuk mencari ide material apa yang pantas digunakan dalam penelitianku.
"Woi! Ngelamun aja!"
Seseorang menggebrak meja ku kasar. Dia Theo, sahabatku 'seperjuangan seperjurusan'. Aku menatapnya sinis.
"Yo, gue ingetin sekali lagi! gue gak mau mati sebelum skripsi gue selese. Titik!"
"Santai dong, bareng gue aja setahun lagi,"Theo menanggapi dengan wajah usilnya.
"Gile, pasti lu orang ngomongin gue kan?"
Muncul si pembuat onar, Dira. Sahabatku juga 'seperjuangan seperjurusan'. Dengan tidak tahu malunya dia minum teh susu milikku. Benar-benar kebiasaan yang buruk.
"Lu sempet sikat gigi gak hari ini?,"tanyaku pada Dira sambil merebut cup teh susu milikku. Aku cukup serius merasa kesal untuk jenis pertemanan satu minuman untuk semua, satu sendok untuk semua. Ugh, kalian tidak pernah tahu kalau diam-diam teman kalian menyimpan rahasia kalau mereka mengidap Hepatitis.
"Pelit!,"jawab Dira singkat.
"Si duo gamer mana? Bukannya lu ada kelas bareng mereka?,"tanya Theo pada Dira. Dira menyisir rambut pendeknya asal, dengan gaya soknya dia berkata,"Gue ga butuh masuk kelas buat dapetin A." Ini maksudnya dia membolos kelas hari ini. Tak lama Rama dan Josh datang dan langsung duduk di kursi yang tersisa. Masing-masing memegang gadget dengan wajah fokus ke layar. Dira pun beraksi, dia memencet-mencet layar gadget Rama asal.
"Kan mati! Ah elu mah!" Dan akhirnya Rama bisa masuk ke dalam obrolan.
"Jadi, gimana tentang project yang gue share di grup?,"tanya Theo membuka obrolan.
"Hm, gue ga yakin ada waktu,"tanggapku singkat. Hey! Skripsi gue mau dikemanakan?!
"Gue suka! Gue suka!,"tanggap Dira kegirangan. Ah, entah kenapa semua tingkah Dira selalu berkebalikan dengan cara pandangku tentang bertingkah laku.
"Hm, bagus. Menarik juga. Bisa lah." Rama menanggapi dengan logat orientalnya yang sangat kental. Aku menoleh ke arah Josh. Dia masih sibuk saja dengan gadget-nya.
"Woi!,"ucapku sambil merebut gadget yang ada di tangan Josh.
"Ga punya otak!,"ucap Josh kesal.
"Oke, gue jelasin lagi konsepnya." Theo mulai membuka obrolan kembali. Ah, seharusnya aku tidak membalas chat Theo yang menanyakan aku ada dimana. Sekarang semua berkumpul dan pasti obrolan ini tidak akan selesai dalam waktu singkat. Lagi, lagi-lagi skripsiku terbengkalai.
"Huft,"aku mendengus lelah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 15, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

kamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang