Chapter 11: Identitas sang Gagak 2

2.4K 280 20
                                    

Jari Naruto bergerak pelan, mengirimkan stimulasi kepada otak untuk segera terjaga. Pelan tapi pasti bola mata shapire yang sebelumnya tersembunyi kini mulai terlihat. Rasa pening mendera hingga membuat mata itu kembali menutup cepat mencoba mengurangi rasa sakit.

Naruto baru sadar kedua tangannya terikat ketika ia tidak dapat bergerak bebas. Bahkan mulutnya tertutup sebuah lakban hitam yang menghalangi suaranya untuk keluar.

Mengamati sekelilingnya, ia dapat melihat sebuah tembok bercat putih gading dengan beberapa ornamen-ornamen antik yang sering ia lihat di acara televisi. Di pojok ruangan sebuah lemari besar terpajang, pintunya terbuka menampilkan isinya yang kosong tak berisi apapun. Sebuah meja rias lengkap dengan cerminnya terpajang tak jauh dari lemari tersebut.

Sebuah pintu berwarna krem tertutup rapat. Naruto tak tahu apakah pintu itu terkunci atau tidak. Tetapi ia bisa menebak bahwa pintu itu jelas terkunci. Sebuah jendela besar tak luput dari pengamatannya. Jendela itu terbuka menampilkan langit siang yang cerah. Angin meniup pelan gorden berwarna putih yang terpasang rapi disana. Hanya saja sebuah teralis terpasang kokoh mencegah penghuninya untuk kabur.

Naruto berdecak pelan ketika ia merasa kesempatan untuk kabur sangat kecil. Ia tidak bodoh untuk tidak mengetahui bahwa dirinya diculik. Naruto baru menyadari bahwa ia terduduk di sebuah ranjang empuk yang sangat besar. Ia juga merasakan kakinya tak terikat apapun, bebas.

Ketika suara pintu terbuka, Naruto terkejut dan reflek menatap pintu itu. Disana seorang pemuda yang ia kenal berdiri dengan sebuah nampan berisi penuh dengan makanan.

Napasnya berubah cepat ketika pemuda itu mendekat. Ketika pemuda itu meletakkan nampannya di nakas dekat ranjang, ia reflek menjauh. Menghimpitkan badannya pada tembok di belakangnya.

Pemuda itu hanya tersenyum. Ia duduk tak juh dari Naruto yang masih mengawasinya dengan tajam. Tangannya terulur melepaskan lakban di mulut Naruto. Diwaktu yang sama pula Naruto hampir dapat berteriak namun harus gagal ketika tangan pemuda itu juga dengan cepat membekap mulut Naruto.

"Tenang saja, aku tidak akan menyakitimu. Sungguh aku berjanji"

Ketika dirasa Naruto sudah tenang, pemuda itu melepaskan bekapannya. Ia tersenyum ketika mengetahui Naruto tak mencoba berteriak. Sebuah senyum yang akan terlihat manis bagi Naruto apabila tidak dalan kondisi yang seperti ini.
.

.

.
"Kau yakin dia berada disini?"

Seorang pria berambut hitam berdiri tegak di depan sebuah rumah mewah. Tangannya terus berada di dalam saku celananya memberika kesan cool kepada semua yang melihatnya.

Disampingnya seorang pria yang memakai baju pelayan mengangguk mantap. Di tangannya terdapat sebuah laptop yang terbuka menampilkan sebuah video. Di dalam video itu terlihat seorang perempuan berambut pirang sedang memakan makan siangnya dengan cara disuapi oleh seorang pria.

"Malam ini kita akan membawanya pergi, siapkan segalanya kurang dari satu bulan, jangan sampai kurang satu apapun" pria berambut hitam tersebut segera berbalik masuk ke dalam mobil limousine yang terparkir di belakangnya sejak tadi. Ia tak memerlukan jawaban dari orang kepercayaanya karena ia yakin ia tak akan kecewa.

Mobil itu segera pergi menjauh  meninggalkan sang pelayan sendiri. Pelayan itu membungkukkan badannya seiring menjauhnya mobil limousine itu. Sebelum melangkah pergi sekilas ia kembali melihat rumah mewah dihadapannya. Dan sebuah seringai licik terpasang di wajah tuanya.
.

.

.
Naruto memandang bulan yang sedang menampakkan sinarnya malam ini. Tangannya yang saat ini sudah bebas memegang erat teralis besi yang mengurungnya. Sedang tangan yang lain memeluk erat tubuhnya.

Benang MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang