24. Salah Paham

3.6K 255 14
                                    

• Like We Used To, A Rocket To The Moon🎶

###

"It should have been me inside that car, it should have been me instead of her in the dark."

•••

ADENA terus saja mengulang kata-kata Mika yang mengatakan kalau ia tidak boleh larut dalam kesedihan seperti ini. Disatu sisi, dia kecewa dengan sifat Raffa yang seakan-akan tidak mau ambil pusing lagi. Sifat Raffa yang terus melarangnya untuk dekat dengan Dean, sedangkan dia dengan sebebasnya bisa dekat dengan Kirana.

Akhir-akhir ini, banyak sekali hal yang menjadi pertimbangan Adena untuk tetap melanjutkan hubungannya. Okelah, dia memang terlanjur sakit. Tapi disisi lain, ia juga tidak bisa melepas Raffa dengan begitu mudahnya. Baginya, melepas cowok itu adalah part tersulit dalam sebuah cerita. Sekali lagi, ia tidak bisa.

Karena merasa tak mampu, Adena pun memutuskan untuk bertahan. Melanjutkan sebagian dari cerita yang sudah ia dan Raffa ciptakan bersama. Karena dia sadar, kalau sebuah hubungan memang akan ada sedikit masalah. Masalah dalam suatu hubungan itu kalau kata orang adalah sebuah bumbu dalam masakan. Maka dari itu, tanpa masalah mungkin semuanya akan datar-datar saja. Toh, masalah juga akan membuat kita sadar akan sampai dimana kesetiaan kita.

Bagi Adena itu normal--walaupun ia awalnya tidak sependapat dengan itu. Bahkan, ia rasa kalau dia memutuskan untuk menyerah begitu saja, ia akan kelihatan seperti seorang gadis lemah di depan mata Kirana yang dengan begitu mudahnya membagikan miliknya pada orang lain. Maka dari itu, ia ingin merebut kembali apa yang sepantasnya ia miliki.

Ia ingin merebut Raffa dari Kirana;

     Bukan dalam artian yang buruk.

****

Satu pesan masuk dari Raffa yang mengatakan kalau cowok itu menunggu Adena di rooftop kontan saja membuat semangat Adena naik. Ia sendiri tidak tahu apa yang bisa memicu dirinya untuk terlihat se-excited seperti ini. Padahal kalau dipikir-pikir, kalimat yang dikirim Raffa itu hanya sebatas kalimat biasa yang tidak perlu disenangi.

Siang itu, angin berhembus kencang di atas sana. Langit terlihat sedikit gelap, meskipun tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. Hanya saja, matahari sedikit malu untuk menampakkan wajahnya. Adena berkali-kali menyelipkan helaian rambutnya yang berterbangan bebas ditiup angin. Di depan sana, Raffa sudah berdiri membelakangi Adena, dengan satu tangannya yang berada dalam saku celananya. Melihat itu, Adena pun berdehem, membuat tatapan Raffa tiba-tiba berpindah pada matanya.

"Mau ngomongin apa, Raffa?" tanya Adena deluan.

Mula-mula Raffa hanya diam sambil terus menatap Adena dalam. Ia bahkan sangat-amat merindukan setiap lekuk wajah gadis itu. Hingga, ia tersadar kalau ini bukan saat yang tepat. "Oh... itu, ada yang gue mau ngomongin sama lo."

Perasaan Adena semakin cemas saat mendapati wajah gusar pada cowok itu. Jantungnya bahkan berdetak dua kali lebih cepat saat tak bisa membaca tatapan Raffa saat itu. Dia takut... Takut kalau Raffa berniat untuk mengatakan hal yang tidak mau di dengarnya. Takut kalau Raffa... Akan menjatuhkannya lagi. "Bicara soal apa, Raffa?"

Cowok itu mengembuskan napasnya terlebih dahulu. Siang itu dia memang dilanda dengan dilema besar. Bahkan, dia sempat ragu untuk mengatakan hal itu pada Adena. Sama dengan Adena yang sempat ragu untuk mendengar beberapa penuturan dari Raffa siang itu. "Jadi..." Raffa diam, lagi menatap gadis itu lekat. "Gue rasa kalo ada baiknya kalo kita break dulu. Hng, just for a while."

Lost And FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang