30 분

304 27 8
                                    

30 분

Cast: Kim Sunggyu, Kim Myungsoo

Genre: Brothership

Oleh: Utii Han

Don't Plagiat!! ^_^









Langsung sajaa...

Chekidott!!





Happy Reading!


30 분

Langit malam ini terlihat sangat indah. Bintang-bintang tersebar di setiap sudut langit gelap. Bulan sabit menambah keceriaan para bintang yang berkerlap-kerlip, seolah berlomba menunjukkan cahaya mana yang paling terang. Dan bulan seolah menjadi juri malam itu. Sangat indah.

Di atap rumahnya, Myungsoo berbaring menghadap langit beralaskan tikar. Di sana tergeletak bermacam makanan ringan dan minuman kaleng. Tangan kanannya terulur mencari bintang yang menurutnya paling indah. Lalu menggenggamnya. Ia ingin menangkap bintang itu.

"Myungsoo-ya?"

Sunggyu datang dengan membawa satu nampan berisi satu panci berisi ramyeon panas dan dua mangkuk yang ditumpuk, lalu meletakkannya di tengah tikar. Myungsoo yang sadar langsung mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. Mengambil satu mangkuk dan sumpit. Wajahnya yang tampan tapi imut itu terlihat menggemaskan. Ia seperti bocah lima tahun yang meminta jatah makan pada ibunya.

"Apa kau sudah lapar?" tanya Sunggyu.

"Tentu saja. Kau memasak terlalu lama, Hyung!" Sunggyu hanya terkekeh mendengarnya.

Kemudian ia meminta mangkuk Myungsoo dan menuangkan ramyeon yang sudah dimasaknya. Keduanya sangat menikmati kebersamaan kecil itu. Menghabiskan malam dengan memakan ramyeon panas dan beberapa snack serta minuman kaleng.

"Ukhuk! Ukhukk!"

"Hya, gwaenchana?"

Myungsoo menenggak sedikit air putih yang diberikan oleh Sunggyu. Sunggyu menepuk-nepuk pelan punggung Myungsoo. Myungsoo tersenyum dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja.

"Bagaimana bisa kau bilang baik-baik saja? Kau pasti kambuh lagi. Sebaiknya kita masuk saja. Udara semakin dingin. Lihat! Wajahmu kenapa tiba-tiba pucat, eoh?"

Myungsoo diam. Ia hanya tersenyum melihat hyungnya yang akan menjadi manusia paling cerewet jika keadaannya memburuk seperti saat ini. Ia sangat menyukai Sunggyu yang sangat mengkhawatirkannya seperti ini. Merasa menjadi manusia paling beruntung yang mendapatkan perhatian dari seorang Sunggyu yang hebat.

"Hya! Hidungmu mengeluarkan darah!"

Dengan sigap, Sunggyu mengambil tissu dan menyumpalkannya ke hidung Myungsoo yang mimisan. Sedari tadi Sunggyu terus menggerutu. Myungsoo hanya terkekeh.

"Kenapa kau tertawa? Palli! Kita harus masuk!"

"Sebentar, 30 menit lagi, Hyung." Sunggyu yang hendak memapah Myungsoo menghentikan gerakannya.

"Ne?"

"Aku masih ingin di sini bersamamu. Kumohon 30 menit saja, setelah itu kita bisa masuk."

Dan di sana akhirnya. Berbaring menghadap langit. Sunggyu dan Myungsoo. Dengan rela, Sunggyu membiarkan lengan kirinya menjadi bantal untuk Myungsoo. Adik satu-satunya. Keluarganya yang tersisa setelah kepergian ayah dan ibunya, sekitar tujuh dan tiga tahun lalu. Ia hanya hidup bersama Myungsoo. Menghidupi adiknya dan dirinya sendiri.

"Hyung,"

"Eum?"

"Aku rasa bintang itu adalah Eomma. Dan bintang di sebelahnya itu adalah Appa," kata Myungsoo sambil menunjukkan dua bintang yang bersebelahan dan terlihat paling terang.

Sunggyu menatap Myungsoo.

"Kau benar. Bintang-bintang itu adalah Eomma dan Appa."

"Hyung, jika kau merindukanku suatu saat nanti, lihatlah ke langit. Jika kau menemukan bintang yang paling terang, itu adalah aku."

Trenyuh. Sunggyu menatap Myungsoonya sedih. Sunggyu berpikir jika Tuhan tak berlaku adil padanya. Kenapa Tuhan memberinya waktu hidup di dunia jika pada akhirnya ia harus hidup sendiri? Ia sudah kehilangan kedua orangtuanya. Haruskah ia juga kehilangan adik yang disayanginya? Tuhan sungguh tak adil menurutnya.

Di saat remaja lain sedang asik menikmati masa mudanya, Myungsoo hanya berdiam diri di rumah menjaga kesehatannya yang mudah menurun. Sekalinya keluar rumah hanyalah pergi ke rumah sakit untuk menjalani pengobatan, yang pada akhirnya pengobatan itu hanya sia-sia saja. Karena kanker yang mengerogoti Myungsoo sudah tak bisa diobati. Dan kini sudah mencapai stadium akhir. Pengobatan itu akhirnya hanya bisa sedikit menambah waktu Myungsoo melihat dunia.

"Kenapa aku harus melihat ke langit? Jika aku merindukanmu, aku akan memandangmu seperti ini," ucap Sunggyu dengan tanpa sengaja juga meneteskan air matanya.

Myungsoo beralih menatap Sunggyu yang sejak tadi sudah menatapnya. Laki-laki bermata elang itu tersenyum.

"Gomawo, Hyung."

"Untuk apa?"

"Hyung, aku ingin tidur. Bisakah kau memelukku?"

Bukannya menjawab, Myungsoo malah menarik tangan Sunggyu yang lain untuk memeluknya. Ia makin masuk ke dalam pelukan hangat kakaknya itu. Menutup matanya perlahan.

"Sebaiknya kita masuk saja. Di sini dingin," ucap Sunggyu yang menepuk-nepuk punggung Myungsoo.

Tak ada jawaban. Tak ada pergerakan sama sekali. Tak ada suara hembusan napas. Sunggyu menghentikan tepukan di punggung Myungsoo.

"Myungsoo-ya?"

Yang ditakutkannya akhirnya terjadi. Ketakutan saat Myungsoo yang bisa kapan saja pergi meninggalkannya, malam ini menjadi nyata. Ini mimpi paling buruk baginya setelah kepergian kedua orangtuanya.

Sunggyu mengeratkan pelukannya pada Myungsoo yang kini sudah tak bernapas lagi. Air matanya menetes deras. Suara isakan yang sedari tadi tak terdengar, kini perlahan terdengar pilu. Bagaimanapun ia harus merelakan Myungsoo pergi. Ia tahu ini akan terjadi dan sudah mempersiapkan hatinya. Sayangnya, ia tetap tak bisa begitu saja rela. Ia tak tau apakah ia bisa hidup sendiri tanpa Myungsoo kali ini. Dulu saat orangtuanya pergi, Myungsoolah yang menjadikannya kuat. Tapi sekarang, ia tak yakin apa ia bisa melewati semuanya sendiri.

"Hyung, jangan takut jika suatu saat nanti aku pergi. Aku, eomma dan appa. Akan menerangimu dari langit. Kami akan menjadi bintang paling terang untukmu."




•••




Sejak satu bulan berlalu setelah kepergian Myungsoo. Setiap malam Sunggyu selalu berada di atap untuk melihat bintang. Di langit, selalu ada tiga bintang yang bersinar paling terang. Seakan mengerti bagaimana hati Sunggyu, langit tak pernah mendung selama satu bulan terakhir. Langit terlihat cerah dengan bintang-bintang dan bulannya.

"Aku merindukanmu, Myungsoo-ya."

Sunggyu menunjuk satu bintang yang paling dekat dengan bulan. Sunggyu teringat jika Myungsoo pernah bilang jika ia ingin menjadi bintang yang paling dekat dengan bulan.

"Aku juga merindukan kalian, Eomma.. Appa.."

Tess!

Setetes...

Dua tetes...

Dan air mata itu mengalir tanpa ada isakan. Sunggyu sudah menahannya. Tapi ia tak kuat. Dadanya sesak. Sakit. Ia terluka. Sebenarnya ia tak suka ditinggal sendiri seperti ini. Sungguh.

"Dulu, 30 menit yang kau minta. Apa kau menikmatinya, Myungsoo-ya?"
























-End-

 30 분 || OneShotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang