[5] - Awkward Moment

307 18 0
                                    

"Jadi... dengar-dengar kalian akan bertunangan? Benar?"

Hening. Keduanya tampak enggan menjawab pertanyaan Prissy. Mereka sesekali saling melirik sekilas seperti meminta pendapat satu-sama lain, namun detik berikutnya kembali membuang tatapannya masing-masing. Mereka duduk tak bergeming. Sibuk berkutat dengan pikirannya masing-masing.

Awkward moment.

"Eh kok malah pada diem-dieman gitu sih? Gausah kaku di rumah gue. Santai aja kali." celetuk Angga dari arah dapur. Kedua tangannya membawa sebuah nampan berisikan dua gelas orange juice, berjalan ke ruang tamu tempat Mommy-nya dan kedua temannya itu untuk mencairkan suasana.

Saat hendak memindahkan dan meletakkan dua gelas orange juice di atas meja, dalam satu kesempatan Angga melirik jahil kepada Sean yang kebetulan juga meliriknya sengit. Angga tersenyum menyeringai saat ia menyadari Sean peka dengan celetukannya yang mengandung makna sindiran secara tidak langsung. Sean mengerti bahwa 'kaku' yang dimaksud Angga adalah dirinya sedang gugup.

Sialan! Ini sih jebakan kampret!

Setelah Angga selesai menjamu keduanya, ia segera beralih duduk di sebelah Mommy-nya sambil menyilangkan lutut kanannya di atas pahanya. Ia hampir saja menyemburkan tawanya melihat aksi bungkam kedua anak yang ada di hadapannya itu. Malu-malu kucing seperti anak ABG.

"Yaelah pake malu-malu segala. Bilang 'IYA' aja susah."cetus Angga membuat Ruby dan Sean refleks menatap Angga dengan tatapan berbeda. Jika Ruby menatap Angga dengan tatapan seolah bertanya, maka Sean sebaliknya. Ia menatap Angga dengan tatapan membunuh. Ingin rasanya Sean menyumpal kaos kaki ke mulut Angga. Tapi tidak mungkin kan jika di hadapannya Prissy?

Kali ini lo selamat, Angga Gunandar Damanique.

Dalam keheningan, Prissy menatap Ruby dengan sorot mata yang penuh arti. Tatapan itu sungguh lembut. Sama halnya saat menatap mata Mamanya. Ah, Ruby jadi teringat dengan mamanya sekarang. Mendadak suasana hatinya merindukan sosok wanita paruh baya itu.

"Ruby mencintai Sean?" Tanya Prissy. Lagi. Entah kenapa pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulutnya. Ketiga orang sisanya nampak tersentak. Angga yang berada paling dekat dengan Mommy-nya hanya bisa menarik ujung pakaian wanita paruh baya itu sarat akan teguran. Tatapan matanya pun seolah menegaskan kepada Mommy-nya untuk tidak melanjutkannya lagi. Lalu pandangannya tertuju ke Ruby.

Ruby nampak membuka mulutnya, lalu mengatupkannya kembali. Begitu seterusnya. Ia tidak mengerti apa jawaban yang akan dilontarkannya. Suaranya seperti tertahan sesuatu. Ada rasa aneh saat ia ingin mengatakan sejujurnya.

Ruby belum mencintai Sean. Untuk saat ini.

Ya, belum. Karena jika Ruby mengatakan tidak, itu sama saja ia menentang takdir. Bukankah rasa cinta itu hadir kapan saja tanpa tau batas waktunya? Ruby tidak ingin menutup kesempatan Sean untuk mencintainya. Begitupun sebaliknya. Tapi... kenapa ada sesuatu dalam diri Ruby ingin mengatakan sebaliknya?

Ruby terdiam sejenak. Pikirannya berseteru hebat dengan apa yang ada di dalam benaknya. Pilihannya hanya ada dua. Tetapi kenapa rasanya sangat sulit?

"Ehem!" Sean berdeham sebelum Ruby berpikir jelas lebih jauh lagi. Hal itu cukup berhasil membuat perhatian Ruby teralihkan. Ia menoleh ke arah Sean sambil mengerjapkan matanya beberapa kali.

Tenggorokan Sean merasa gatal di pandang seperti itu. Ia pun akhirnya mengalihkan perhatiannya dengan meneguk orange juice yang sudah di siapkan di atas meja.

"Masih proses tante. Lagian kita juga... baru ke-nal." Ucap Sean tampak ragu di akhir kalimatnya.

Prissy dan Angga saling berpandangan. Ini adalah telepati antara anak dan Mommy-nya. Angga menghela nafasnya berat. "Lebih baik begini, Mom." Bisiknya sangat pelan.

JET BLACK HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang