Part 02

644 169 131
                                    

"Nak, Ila.."

Laila yang sedang melipat tumpukan baju bersih menoleh ke arah mamanya.

"Iya, ada apa ma?" Laila berjalan mendekati mamanya yang sedang berdiri di ambang pintu kamar. Sepertinya ini waktunya abah ingin mengatakan maksud beliau siang tadi. Apapun itu semoga saja sesuatu yang baik.

"Ila, mama dan abah ingin membicarakan sesuatu denganmu."

Iya. Ila tau ma. Kan siang tadi abah sudah bilang ke Laila. Aku menggandeng tangan mama dan berjalan menuju ruang tamu. Aku dan mama kemudian menghampiri abah yang sudah lebih dulu duduk di kursi ruang tamu kami sambil memakan pisang goreng.

Begitu aku dan mama duduk, abah meminum teh panasnya untuk melegakan esofagos tempat di mana pisang goreng tadi meluncur. Beliau berdehem sebelum mulai berbicara.

"Ila. jadi gini nak, Abah beberapa hari yang lalu bertemu dengan kawan jaman dulu waktu masih mendulang emas bersama di Masupa, beliau sekarang tinggal di Jakarta." tutur Muhammad Thaha, abah dari Laila.

Laila mengangguk mendengarkan penuturan abahnya dengan seksama. Oooh... Jadi bertemu kawan lama rupanya. Tapi, kalau hanya itu yang ingin abah sampaikan kenapa tadi siang menelpon seperti ada berita besar segala? Aku pikir ada kebakaran atau ada itik yang dicuri orang. Ternyata cuma ini. Ish.. Ish.. Ila kan jadi parno sendiri bah..

"Beliau mempunyai seorang anak laki-laki."

Lah, itu pun disampaikan juga? Apa hubungannya denganku? Lain cerita kalau aku bertanya. Abah.. Abah.. Nanti kalau orang dengar meraka akan menyangka abah ini mau mengawinkan aku dengan anak bujang kawan abah lagi. Hahaha mangaradau aku nih!

Meskipun tingkat kepahaman Laila hanya sekitar 30 persen, dia mengangguk saja seolah memahami semua perkataan abahnya itu.

"Rencananya, abah ingin menjodohkan kamu dengan anak kawan abah itu nak."

Jlep!

Terdengar mulus keluar dari tenggorokan tapi begitu membahang di telinga Laila.

Apaaahh??? Apa aku sekarang sedang salah dengar? Ada apa dengan telingaku ini? Aku yakin aku sudah mengoreknya pagi tadi. Tadi abah bilang apa? Jo.. Jo.. Jodoh? Dijodoh...kan? Masyaallah aku tadi cuman bercanda tapi malah diijabah Allah dengan cepat. Wah kalau begitu ini bukan hanya berita tentang abah yang bertemu kawan lama dia. Tapi sudah ke tahap menjodohkan aku dengan anak kawan lama dia. Tidak! Tidak! Tidak! Kalau aku dijodohkan dengan anak kawan abah lalu menikah... Impianku untuk bersuamikan aktor setampan Song Joong Ki juga akan lenyap tak berbekas. Tiiiddaaakkk... Itu tidak boleh terjadi!

Seandainya waktu bisa diulang lagi, tentu aku akan menghayalkan Song Joong Ki siapa tau diijabah juga. Sekarang aku harus bagaimana? Katulahan kamu La.. Katulahan!

"Dijodohkan? Dijodohkan bagaimana Bah?" Bodoh juga aku bertanya seperti itu. Di mana-mana kalau yang namanya dijodohkan itu ya pasti akan dikawinkan lah Ila! Kamu nanti akan punya suami dan ibu serta abah mertua. Dan kalau kerjamu rajin, kamu juga akan lekas punya anak. Eh tunggu, kenapa aku sudah berpikir ke arah situ? Kendalikan dirimu Laila! Ini kalau Latifah mendengarnya, bisa digoda habis-habisan kamu di restoran acil nanti.

Abah Laila mendekati putri bungsunya dan mengelus rambut Laila penuh kasih sayang.

"Dengarkan abah ya nak, abah ini sudah tua, badan abah juga kadang tidak enak, kalo-kalo abah tidak berumur panjang lagi, siapa yang akan mengurus kamu nanti nak? Kalau mengharapkan si Hasan tuh, dia sudah punya istri dan istrinyalah tanggung jawab dia sekarang."

Laila terdiam seraya kupingnya masih mendengarkan nasihat atau lebih tepatnya pujukan abahnya itu.

Ila tau bah. Lagian Ila juga bisa mengurus diri Ila sendiri. Takkan sampai minta diurus abang Hasan segala. Emangnya Ila bayi yang baru bisa merangkak? Buat malu paninian di kubur aja.

CE'ESTE •SLOW UPDATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang