Hari ini hujan, tidak deras tapi cukup membasahi tanah-tanah retak di tengah kemarau. Aku memandang tetesan air itu dari jendela di sudut kanan kafe tempatku menunggunya saat ini. Jam di pergelangan tanganku sudah menunjukan pukul lima sore. Dia terlambat datang dari waktu kami memutuskan untuk bertemu. Sudah sekitar dua jam aku menunggu, tapi dia belum juga datang mungkin perjalanannya terganggu karena macet saat hujan dan ditambah jam sibuk keluar kantor.
Aku memutuskan tetap menunggu dan enggan untuk menghubunginya lebih dulu, mengingat beberapa masalah yang sedang melanda hubungan kami. Lalu lonceng kafe berbunyi pertanda ada seseorang yang masuk, kutengok ke arah pintu sosoknya berdiri sambil mengedarkan pandangan mencari keberadaanku. Mungkin dia lupa di mana tempat aku biasa duduk di kafe ini, saat mata kami saling tatap aku melambai dan menyunggingkan senyum kecil padanya.
Dia tidak membalas senyumku mungkin karena lelah dan juga sedikit kesal karena bajunya yang basah. Sosoknya berjalan menghampiri dan menjatuhkan tubuhnya ke kursi di hadapanku. Rasanya aku perlu memberikan apresiasi yang layak untuk diri sendiri karena ketenanganku hari ini menghadapinya. Aku meyakinkan diri untuk tetap tenang karena ada beberapa hal yang akan ku sampaikan padanya dan jangan sampai goyah dalam mengambil keputusan untuk masalah kami.
Sudah sekitar sepuluh menit kami berdiam diri aku sibuk dengan pikiranku dan memandang tetes air di luar sana dan dia pun masih sibuk dengan telepon genggamnya. Pada akhirnya dia berdehem pelan mencari perhatianku, tapi aku masih enggan menatapnya rasanya pemandangan di luar jauh lebih menenangkan. Lalu ku dengar helaan napas dan deheman lagi keluar dari bibirnya.
"Sorry telat, tadi lupa keasikan kerja dan ngobrol sama temen kantor. Kamu juga ga ngabarin lagi via WA atau telepon kaya biasa." Aku tersenyum kecil menoleh ke arahnya.
"Ngga apa-apa, aku suka di sini. Aku juga ngga tau kamu bakal bete apa ngga kalo aku nanyain kamu kapan dateng. Jadi, kalo sampe hujan reda kamu ngga dateng ya aku pulang. Kamu ngga pesen minum? Bajunya juga basah pasti lupa deh bawa jas hujan di motor." Ganti dia yang tersenyum kecil, lalu bangkit dari tempatnya ke konter pemesanan. Aku kembali memandang ke luar jendela. Rasanya saat ini lebih mudah dan nyaman memandang keluar dari pada memandang sosoknya di depan sana.
Beberapa menit kemudian dia kembali dengan dua cangkir minuman dan sepotong roti. Dia menyodorkan satu cangkir ke arahku dan menyesap kopi dari cangkirnya sendiri. Aku pun melakukan hal sama menyesap minumanku, tapi ternyata rasanya berbeda dari minuman yang biasa aku pesan.
"Ini caramel macchiato? Kamu lupa aku lebih suka cappcucino hangat tanpa gula?" Dia kembali diam dan menarik pelan cangkirku.
"Biar aku ganti. Sorry aku lupa." Ujarnya sambil menunduk dan aku kembali menarik cangkirku.
"Ngga perlu aku masih bisa minum ini, sayang uangnya." Suasana kembali hening dan dentang jam di sudut lain kafe sudah menunjukkan pukul enam sore. Aku agak heran ternyata kami mampu berdiam selama ini tanpa pembicaraan apa pun, padahal biasanya saat kami bersama tidak ada percakapan yang tidak menyenangkan.
"Aneh ya? Kita bisa selama ini diem-dieman padahal lagi duduk bareng. Rasanya hujan di luar masih jauh menarik dari ngobrol sama kamu dan mungkin kamu juga mikir main hp lebih seru dari pada ngobrol dengan suasana canggung kaya gini. Tapi, aku ngga bisa lama-lama buat diem-dieman, jadi kalo kamu nggak mau ngomong biarin aku yang ngomong tanpa disela. Kamu cukup dengerin tanpa harus nanggepin dan kalo pun mau nanggepin tolong setelah aku selesai ngomong, bisa?"
Dia mengangkat kepalanya dan menutup aplikasi chat dari telepon genggamnya kemudian meletakkannya di sudut meja terjauh dari jangkauanku. Aku tidak tahu sejauh apa jarak kasat mata yang terbentang di antara kami saat ini, tapi rasanya belum pernah selama lima tahun kami jadi seperti orang asing yang duduk dalam satu meja. Aku menghela napas pelan, kutumpukan kedua tanganku di atas meja meyakinkan diri setelah ini aku akan baik-baik saja dan dapat melanjutkan kehidupanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelah yang Bertemu Jeda
Short StoryShort story Shadara dan Ryan pasangan yang sudah berpacaran selama lima tahun, tapi akhir-akhir hubungan mereka selalu diwarnai ketegangan ada yang berubah dari hubungan mereka. Ryan atau Dara?