7. Kabar Buruk

39K 1.3K 38
                                    

Evan bahkan masih fokus pada laptop dan laporan dihadapannya daripada memperhatikan mamanya yang mengoceh panjang lebar. Hari masih pagi, tetapi Elishia - mama Evan- sudah datang dan menemuinya di ruang pribadi Evan. Dan Evan sudah tahu maksud kedatangannya kemari.

"Evan, kamu dengerin mama gak sih?!"

Evan masih diam dan hanya bergeming.

"Evan!"

"Iya, apa?" Akhirnya Evan menanggapi, walaupun malas.

Elishia membenahi letak kacamata yang bertengger di hidungnya, "Gimana keadaan istri kamu sekarang?"

Evan mendengus, "Evan kira mama sudah enggak peduli sama keadaan Raysa."

"Yah.., sebenernya sih enggak. Dia juga udah enggak bisa ngasih cucu ke mama. Ngasih cucu buat nerusin perusahaan yang sudah papa kamu bangun dari awal sampai sebesar ini."

"Udahlah ma, jangan singgung itu lagi."

Elishia berdecak malas, "Udahlah, kamu ceraikan aja istri penyakitan kamu itu."

"Ma!" Evan menggertak mamanya. Omongan mamanya ini sudah beberapa kalinya terucap.

"Nanti malam kamu temui anak teman mama, namanya Giselle. Dia pemilik butik di Paris. Cantik, ini fotonya. Mama sudah janji sama keluarga mereka buat makan malam bersama nanti malam."

Evan hanya melirik foto yang mamanya taruh di meja kerjanya. Gadis itu biasa, cantik. Namun tidak secantik Raysa. Evan juga sudah menduga hal inilah yang membuat mamanya ke kantor Evan. Mengolok-olok Raysa, meminta Evan menceraikan Raysa dan meminta Evan menikah dengan gadis yang ditawarkan mamanya.

"Batalkan saja makan malamnya, ma." Ucap Evan sambil fokus membaca proposal yang ia pegang.

"Kenapa? Kamu mau makan malam sama Raysa? Udahlah, kalau perlu ajak aja istri kamu itu. Biar tau mana wanita yang enggak penyakitan dan bisa hamil."

Mendengar kalimat pedas itu juga membuat hati Evan sakit, Evan memejamkan matanya rapat-rapat. Menahan emosinya meledak.

"Ma, kalau mama mau Evan punya anak dari darah daging Evan sendiri, dalam beberapa bulan ini Evan akan punya anak dan mama akan mendapatkan cucu." Ucapnya kemudian.

Elishia terkekeh meremehkan mendengar itu, "Bagaimana bisa? Rahim istri kamu aja sudah diangkat. Enggak akan bisa punya anak. Selamanya."

"Bukan di rahim Raysa, tapi dirahim wanita lain."

"Ap-apa?! Maksud kamu itu apa?" Seketika tubuh Elishia menegang, terkejut dengan ucapan anak semata wayangnya ini. "Kamu hamilin wanita lain?"

Evan mengangguk meng-iyakan.

"Evan! Astaga..." Tidak habis pikir oleh apa yang diperbuat anaknya, Elishia hanya bisa memijat pelipisnya. Menatap Evan dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Mama enggak perlu menjodohkan Evan lagi sama siapapun. Ini kan yang mama minta? Cucu? Anak dari darah daging Evan. Evan sudah frustasi ma, Evan udah kehilangan berbagai cara. Seolah-olah kalau Raysa tidak bisa mempunyai anak maka hidup Evan ini selesai, perjuangan Evan meneruskan perusahaan ini juga selesai. Jangan salahkan Evan kalau melakuka hal ini." Evan meremas rambutnya frustasi.

Sebenarnya Elishia yang melihat ini merasa tidak tega melihat anaknya yang memperlihatkan sisi rapuhnya ini. Tapi Elishia tetap menampakkan wajah dan sifat angkuhnya. Evan anaknya tidak boleh terlihat rapuh.

"Siapa wanita yang kamu hamili?"

Evan diam, berpikir untuk menjawab atau tidak. "Evan nggak akan ngasih tau mama."

I Love Your HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang