02. Ice cream

36 2 2
                                    

Dingin. Putih. Berbagai macam bau menyeruak dihidung gadis itu. Sebenarnya ia gugup. Namun kegugupan itu dibuangnya karna ia harus menenangkan seorang wanita yang sedari tadi tak bisa diam. Gadis itu harus menjadi lebih dewasa untuk saat ini.

Kini matanya beralih pada seorang pria yang terbaring lemas dengan selang infus ditangannya. Wajahnya pucat. Matanya masih memilih menyembunyikan kilauan coklat yang dimiliki.

Tuhan, bangunkanlah dia.

Gadis itu kembali menatap kakaknya yang sedari tadi hanya mampu menggenggam tangan dingin pria itu.

Sebenarnya gadis itu tak mau meninggalkan kakaknya seorang diri dalam keadaan seperti ini. Namun masa depannya harus dikejar. Dengan berat hati, Sera membuka suara.

"Kak. Kau tak apa sendirian?"

Cessa menoleh ke arah adiknya. Dia tau apa yang dimaksud Sera.

"Pergilah. Aku akan baik-baik saja." Ya. Cessa tak mau egois. Masa depan adiknya sangat penting. Toh sendirian di ruangan itu tak membuat dirinya dalam bahaya. Hanya hatinya yang cemas.

Sera menangkap wajah kakaknya yang khawatir, "Kau tak perlu berfikiran yang tidak-tidak. Semua akan baik-baik saja. Percayalah." Sera membawa tangannya melingkar di pinggang Cessa. Membenamkan kepalanya di dada seorang Cessa. Menghantarkan rasa nyaman pada wanita yang sangat disayangnya.

Cessa mengecup singkat puncak kepala Sera, " Pergilah. Aku tidak mau kau terlambat karna menungguku berhenti menangis." kata Cessa sambil menghapus sisa-sisa air matanya.

" Mustahil. Kau tidak akan berhenti menangis." tawa Sera memenuhi seisi ruangan.

Dengan secepat kilat Sera mendaratkan bibirnya di pipi Cessa, " Aku pergi. Byee" tak lupa gadis bermata biru itu mengedipkan sebelah matanya manja kepada Cessa. Cessa hanya bisa tersenyum geli melihat tingkah adiknya itu.

***

Kakinya melangkah dengan ringan. Senyumnya terus terukir. Tak peduli beberapa mata yang melempar kagum padanya. Hatinya sedang gembira. Sangat sangat gembira.

"Pilo!" Sahut seorang lelaki. Namun sahutan itu tak sedikitpun digubris oleh Pilo. Ia terus melangkahkan kakinya dan terus menunjukkan deretan giginya yang putih.

"Pilo!" Sahut seorang lelaki lebih keras. 
Yang di panggil terus berjalan ke kursinya lalu duduk dengan tenang. Pikirannya melayang mengingat kejadian tadi. 

"S-se-ra?"

Gadis yang sedang berjalan itu berhenti lalu menoleh ke sumber suara.

"Kau memanggilku?"

"Oh y-ya. Kau mau ke kelas?"

"Seperti yang kau lihat. Ada apa?"

"Hmm.. T-tak jauh dari sini ada toko es krim. Aku ingin mengajakmu kesana. T-tenang saja, aku mengajakmu setelah kelasmu selesai. Kau mau?"

Gadis itu tampak menimbang-nimbang, memutar bola matanya ke atas lalu mengerucutkan bibirnya sebentar, "Baiklah."

"Aww! Apa yang kau lakukan ha?!" Pilo mengelus kepalanya yang berdenyut.

"Kalau aku tidak memukulmu kau akan terus tersenyum seperti orang gila."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 01, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

are you?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang