Part 11

95 15 28
                                    

Author Pov,-.

Arga menghampiri gadis yang terkapar di atas tanah kotor belakang rumah besar itu. Di singkirkannya helaian rambut yang menutupi wajahnya. Ada rasa nyeri yang begitu menyengat di dadanya, saat melihat keadaan wajah gadis itu. Bercak darah terlihat jelas di wajahnya. Tubuhnya yang penuh luka dan memar, membuat Arga seolah hanya membual dengan janji yang selalu di katakannya. Tak hentinya dia mengumpat pada dirinya sendiri yang membiarkan gadisnya seperti ini lagi.

"Ayo kita pulang." di selipkan satu tangannya di bawah tengkuk gadis itu , sedangkan tangan yang satu lagi menahan punggungnya. Dengan langkah kecil Arga terus berjalan, rumah besar yang terlihat cantik ini terasa seperti neraka bagi mereka. Rumah yang dulunya seperti surga untuk Swan, kini telah berubah menjadi tempat yang terkutuk.

Sepanjang jalan Arga hanya diam, berjalan sambil menatap lurus ke depan. Sedangkan Swan, bersandar pada dada laki-laki yang kini tengah menggendongnya. Matanya terpejam, menghirup dalam-dalam aroma tubuh laki-laki itu. Laki-laki yang selalu membuatnya nyaman selama ini. Yang selalu  menangis saat dia menangis. Yang juga merasakan sakit saat dia terluka.

Swan kini hanya memiliki Arga dalam hidupnya. Orang yang sangat tulus menyayanginya, melindunginya, mendampinginya, menangis dan tertawa bersamanya.

Aroma grean tea dari tubuhnya begitu menenangkan. Terkadang terbesit di pikiran Swan, apa laki-laki ini begitu menyukai teh, sampai-sampai tubuhnya beraroma grean tea. Tapi sayangnya jawabanya adalah TIDAK.

"Swan makan dulu ya?" Arga datang dengan semangkuk bubur dan jus jeruk di tangannya. Menghampiri Swan dan duduk di sisi ranjangnya.

"Makan ya? Aku suapin." Di sodorkannya satu sendok bubur ke mulut Swan. Meski malu gadis itu tetap membuka mulutnya.

"Arga begitu baik, Mamanya juga, bahkan seluruh penghuni rumah ini sangat baik padaku. Membiayai sekolahku, hidupku. Apa iya aku tidak menjadi beban untuk mereka?" Kegelisahan itu terus terbesit dalam pikiran Swan. Matanya terus menerawang entah kemana. Malam itu dia bahkan tidak bisa tertidur.

*******

Sudah tiga hari Swan tidak masuk sekolah. Tapi itu tidak lantas membuatnya tertinggal pelajaran. Setiap hari Arga selalu meminjamkan buku catatan ke teman sekelas Swan. Menemani belajar di kamar Swan. Bahkan di setiap jam makan Arga selalu membawa dua piring ke kamar gadis itu, duduk di atas ranjangnya lalu menikmati makanannya bersama.

Luka dan memar di tubuh Swan sudah semakin membaik. Gadis itu selalu merengek ingin sekolah lagi, dan itu membuat Arga mau tidak mau akhirnya menurutinya. Meskipun kenyataanya Arga tidak setuju. Dia sangat khawatir dengan kondisi Swan sekarang.

"Sampai di sekolah gak boleh capek-capek. Waktu istirahat aku jemput, kita makan siang bareng. Pulang sekolah jangan keluar kelas sebelum aku jemput. Di kelas jangan terlalu banyak ja..." ucapan Arga terhenti saat Ibu jari dan telunjuk Swan mengampit bibirnya, mencubit gemas bibir laki-laki di depannya.

"Kamu nih ya... Cerewet... banget" ucap Swan makin gemas.

"Ahhh... Sakit bodoh...!!" Arga melepas paksa dua jari Swan yang masih setia menjepit bibirnya.

"Ikh.. Arga apa sih? Kamu selalu panggil aku bodoh, emangnya dari sisi yang mana aku terlihat bodoh?. Kelasku aja paling unggul. Apa lagi coba?" Protes gadis itu tidak terima.

"Aduh...aduh... Sombongnya gadis bodohku ini." Arga menyentil kening Swan pelan, membuat Swan mengerucutkan bibirnya kesal.

Arga....
Nama itu seperti sudah terpatri dalam otak Swan. Sekeras apapun dia melawan pikiran itu, tapi dia selalu berakhir di tempat yang sama. Tidak jarang Swan tidur larut malam, hanya untuk mencari jawaban dari getaran yang di rasakannya. Rasa suka yang tidak pernah dia tau dari mana asalnya. Bahkan saat Arga mengungkapkan perasaannya, Swan hanya bisa diam, pura-pura bodoh di tengah keraguannya.

"Nih makan" Sebungkus roti dan sebotol Coca Cola di letakkan Arga di atas pangkuan Swan.

"Yang ini bonus" ucapnya lagi dan menyodorkan Es coklat ke tangan Swan.

"Apa nih?" Tanya Swan yang tidak pernah tau dengan jenis Es yang di berikan Arga padanya.

"Bodoh, itu namanya Es Wawan" kata Arga sembari tersenyum melihat ekspresi bingung di wajah Swan.

"Nama yang aneh. Kok bisa ya di kasih nama seperti itu?" tanya Swan yang masih penasaran.

"Aku juga gak tau. Nama itu ada di Box esnya." Tutur Arga. Di sesapnya es coklat miliknya, lalu mengernyit saat dingin es itu terasa menyengat di giginya.

PANGGILAN UNTUK SWAN ALEYA DARI KELAS IX A, UNTUK SEGERA KE RUANG KEPALA SEKOLAH.

Mendengar nama Swan di sebut gadis itu mengernyitkan keningnya. Tumben Kepala Sekolah memanggilnya.

"Ada apa? Kok kamu di panggil?" Tanya Arga yang juga bingung.

"Aku juga gak tau Ga. Aku kesana dulu." dengan setengah berlari Swan menuju ruang Kepala Sekolah. Entah kenapa, perasaannya tidak cukup baik, ada yang aneh menggelitik dalam pikirannya.

Tok.....Tok....Tok...

"Masuk..." respon orang dalam ruangan itu saat mendengar pintunya di ketuk.

"Permisi Pak..." Swan menyumbulkan kepalanya, memberi salam dan mengangguk sopan pada orang yang kini sedang duduk di balik meja kerjanya.

"Duduklah !!" Titah Pak Yulius. Dengan patuh Swan mengikuti perintah guru di depannya. Swan hanya bisa diam saat gurunya itu mulai menyisihkan dokumen-dokumennya lalu mulai fokus pada murid yang kini duduk manis di depannya.

"Ada yang mau Bapak bicarakan." Ucap Pak Yulius. Guru itu mulai bicara dengan serius. Sesekali berdebat kecil dengan muridnya. Keputusan yang sudah di pertimbangkannya matang-matang, harus benar-benar terlaksana. Tapi beberapa kali Swan mencoba menolak meskipun semuanya sia-sia karena gurunya yang sangat kokoh dengan pendiriannya.

Obrolan mereka berlangsung cukup lama dan berakhir dengan kemenangan yang di dapat gurunya.

"Saya permisi, Pak." Swan bangkit dari duduknya, membungkuk hormat lalu melenggang pergi dari ruangan itu. Ruangan yang dari beberapa menit lalu berhasil membuatnya sesak, menangis, dan tertekan.

Dengan langkah gontai Swan berjalan. Melalui koridor kelas yang sudah sangat sepi karena pelajaran sudah di mulai. Firasat buruk yang di rasakannya beberapa waktu lalu ternyata benar adanya. Air mata gadis itu terus saja membasahi pipinya. Dadanya begitu sesak, segukan kecil berhasil lolos dari mulutnya yang juga sudah mulai basah.

Apa mimpi indah di tengah hidupnya yang buruk akan segera berakhir? Bagaimana harusnya aku? Tersenyum? Menangis? Merasa lega? Atau duka yang berkepanjangan? Aku benar-benar tidak mengerti.

"Arga... Hiks.. Ak..aku harus bagaimana?" lirih gadis itu sendiri.

Kalau saja aku bisa berteriak, aku ingin meneriakkan semua ini..
Aku mencintaimu, seseorang yang pertama bagiku. Percayalah selamanya hatiku tidak akan berubah. Air mata dan tempat ini akan menjadi saksi, saat-saat aku mulai jatuh cinta untuk yang pertama kalinya.



Hayyyyo siapa yang Keppo????
#Hell Gj, jelas gak ada Begok 😤....

Di tunggu Nextnya ya?
Maaf kalau agak GJ terus pendek banget hihi...
JANGAN LUPA VOMENT PLEASE......🙏🙏🙏🙇🙇🙇🙇🙇

Jember, 24 September 2016.

Take Cover Me 🌸 Complite 🌸Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang