IPA & IPS - 10

340K 16K 375
                                    


Pagi-pagi, Michelle sudah melihat mobil sedan terparkir di pekarangan rumahnya. Michelle memicingkan matanya, merasa familiar dengan mobil itu.

Ketika Michelle membuka pintu rumahnya, seorang lelaki berseragam sekolah SMA yang terlihat rapi keluar dari mobil tersebut.

Aldino Julio.

Michelle mematung di depan pintu rumah, terpaku ketika Aldino menatap Michelle dengan senyum lebar. Baru kemarin rasanya mereka menjauh, hari ini dunia seakan berputar tiga puluh enam derajat.

"Morning, Princess," ucap Aldino ketika Michelle mendekatinya. Michelle mengernyit heran. Rasa tak nyaman langsung menjalar di benaknya.

"Kenapa ke sini?" tanyanya.

"Mau ke sekolah bareng kamu." Hah? kamu? Michelle kaget ketika Aldino mengucapkan kata asing itu. Biasanya gue-elo.

"Kamu masih marah?" tanya Aldino. Michelle terdiam.

Jujur saja dia masih kecewa dengan Aldino.

"Maaf yah," kata cowok itu lagi.

Michelle tidak tahu harus memaafkan Aldino atau tidak. Setelah beberapa saat menunggu jawaban tapi tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Michelle, Aldino pun mengajak Michelle masuk ke dalam mobilnya. Sepanjang perjalanan menuju sekolah, tidak ada yang memulai percakapan, hingga akhirnya suara deheman Aldino membelah kesunyian.

"Maaf banget, Chelle. Harusnya aku denger penjelasan kamu dulu. Aku pengen denger kamu jelasin semuanya ke aku," ucap Aldino.

"Gak ada yang perlu dijelasin lagi," ucap Michelle dingin.

"Kamu masih marah? Aku harus ngapain lagi, Chelle?" tanya Aldino heran, namun Michelle semakin merasa risih.

"Lo pergi ke masa lalu dan perbaiki kesalahan lo," perintah Michelle kepada Aldino. Sebuah perintah yang sangat tidak mungkin Aldino bisa lakukan.

Tak lama kemudian, mobil Aldino sampai di gerbang sekolahnya. Mata Michelle menangkap sosok Rifqi yang baru saja melewati mobilnya, menggunakan motornya, dan membonceng seorang perempuan. Hati Michelle terasa tertusuk melihatnya bersama yang lain. Harusnya Michelle merasa biasa saja karena dia tidak pacaran beneran dengan Rifqi. Michelle tahu bahwa Rifqi hanya ingin menerbangkannya ke angkasa dan menjatuhnya sejatuh-jatuhnya.

Aldino mengikuti arah pandang Michelle.

"Rifqi emang gitu yah, hobi mainin hati cewek, dari kelas 10 dia players."

Aldino mulai mengumbar kejelekan Rifqi di hadapan Michelle, namun Michelle tidak merespons apa pun.

Setelah mobil sedan yang ditumpanginya terparkir sempurna, Michelle langsung turun dari mobil dan meninggalkan Aldino tanpa mengucapkan terima kasih.

Rifqi melihat Michelle yang turun dari mobil Aldino dan melangkah pergi tanpa menunggu Aldino keluar lebih dulu. Rifqi heran mengapa mereka ke sekolah bareng. Rifqi sudah menduga bahwa Aldino sedang memulai pendekatannya kepada Michelle. Lalu tak lama, Rifqi melihat Aldino keluar dari mobilnya dan mengejar Michelle.

"Sayang, kamu liatin apa?" Ucapan manja dari perempuan yang baru saja diboncengnya berhasil mengalihkan fokus Rifqi pada tebak-tebakan di otaknya.

"Bukan apa-apa," jawab Rifqi.

"Kamu jangan selingkuh yah, awas loh!"

Rifqi tidak menghiraukan ancaman cewek itu dan berlalu meniggalkannya di parkiran.

***

"Shif, gue kangen sama Aldino," kata Rifa ke Shifa ketika mereka berjalan di koridor menuju kelas. Shifa menghela napas.

"Ya elah, Rif. Tiap hari juga ketemu kali."

"Ihh! Maksud gue bukan begitu. Gue kangen di-chat sama dia, gue kangen main bareng dia, jalan bareng dia," ujar Rifa.

"Dia lagi deket sama siapa gitu?" tanya Shifa.

"Gak tahu, apa jangan-jangan Aldino lagi PDKT sama cewek lain lagi?!" tebak Rifa.

"Michelle, tunggu!" teriakan Aldino membuat Rifa dan Shifa menoleh. Mereka menghentikan langkahnya, melihat Aldino yang sedang mengejar Michelle.

"Apa lagi sih? Udah ah gue mau ke kelas," ucap Michelle dengan nada kesal.

"Kan kita sekelas, ke kelasnya bareng," ucap Aldino.

"Gak!" tolak Michelle. cewek itu langsung pergi meninggalkan Aldino. Aldino pun mengejar Michelle lagi.


Shifa dan Rifa saling menatap satu sama lain sebelum melanjutkan perjalanan menuju kelasnya.

"Masa lagi PDKT sama Michelle?" tanya Shifa tak percaya.

"Ya kali, Shif. Aldino lagi minta maaf kali. Kan kata Michelle mereka lagi tidak berhubungan dengan baik," ucap Rifa berusaha terus untuk berpikiran positif.

Dug!

Shifa tersenggol oleh Davin yang sedang berlari. Tidak sakit, namun dia tidak terima disenggol oleh mantannya.

"Dasar mantan nggak tahu diri!" teriak Shifa.

Davin pura-pura tidak menghiraukannya dan terus berlari.

"Aduhh! Kalian tuh yahh, dulu sayang sayangan sekarang benci bencian, dulu baby-baby-an sekarang babi babi-an," sindir Rifa kepada Shifa. Shifa memutar bola matanya malas, dia tersindir oleh omongan Rifa.

***

"Tuh kan, aku bilang juga apa! Makanya tadi pagi tuh sarapan. Kalau kamu gak mau sarapan aku suapin kamu tiap pagi di kantin," ucap Shifa kepada Davin yang terbaring di atas ranjang putih di hadapannya.


Kini mereka berada di UKS. Davin pingsan ketika upacara dan benar-benar membuat Shifa khawatir.


"Iya. Maaf beb, aku gak bakal gitu-gitu lagi deh," ujar Davin dengan nada menyesal.


"Kalau kamu udah kayak gini aku khawatir tahu! Aku juga harus ngorbanin waktu belajar aku di kelas demi kamu!"


"Maaf Beb, yaudah kamu balik lagi aja ke kelas, aku bisa sendiri kok." Davin tersenyum, mengisyaratkan bahwa ia baik-baik saja.


"Gak mau. Pokoknya aku balik ke kelas kalau kamu udah baik-baik."


"Pokoknya mulai besok kamu dateng ke sekolah lebih pagi, kita sarapan di kantin bareng-bareng," tambah Shifa tegas. Davin tersenyum melihat pacarnya yang sangat peduli kepadanya.

***

Masa lalunya tiba-tiba muncul di pikirannya. Kadang Shifa merindukan Davin, namun rasa itu hilang karena gengsi dan rasa tidak sukanya kepada Davin.

"Mikirin apa lo?" tanya Rifa, membuat lamunan Shifa buyar.

"Emm... enggak."

"Davin kayaknya lagi PDKT lagi deh sama cewek lain," tebak Rifa asal.

"Tau dari mana lo? Masa iya udah PDKT lagi?!" ucap Shifa tanpa bisa mengontrol nada terkejut dalam ucapannya.

"Anjir. Shock lu, santai aja kali," ucap Rifa sambil tertawa kecil melihat reaksi Shifa. Shifa terdiam salah tingkah.

***

"Kenapa masih ngikutin gue?" tanya Rifqi kepada perempuan yang dari tadi terus mengikutinya.

Rifqi merasa terganggu oleh penampilan perempuan itu. Dia menggunakan rok selutut, kaus putih yang agak kekecilan, make up yang tebal dan rambut yang badai.


Bisa dibilang cabenya anak SMA.

"Kenapa emangnya?" tanyanya heran.

"Kita gak sekelas, kelas lu di pojok sana." Rifqi menunjuk kelas yang terletak paling pojok.

"Huft, cowok gak peka," gerutu perempuan tersebut dan akhirnya meninggalkan Rifqi. Rifqi merasa lega, akhirnya perempuan tersebut meninggalkannya. Tak lama kemudian Farrel keluar dari kelas menatap Rifqi.

"Cewek baru, Rif? Michelle dikemanain?" sindir Farrel.

Rifqi tidak merespons apa pun, menahan emosinya. Rifqi memutuskan untuk masuk ke dalam kelas daripada meladeni Farrel. Ia menghampiri bangku yang ada di sebelah Rifa. Rifa menoleh ketika Rifqi duduk di sebelahnya.

"Lo beneran pacaran sama Michelle?"

"Urusin aja dulu Aldino elu, baru urusin hubungan gua," ucap Rifqi seraya mengeluarkan ponselnya, tak mengacuhkan Rifa dan malah terpaku pada benda itu.

"Ish! sensian amat jadi cowo!"

***

"Apaan sih?"

Lengan Michelle ditarik paksa oleh Aldino. Michelle mencoba melepaskannya, namun tenaga Aldino terlalu kuat. Akhirnya Aldino melepaskannya ketika mereka sudah berada di belakang sekolah.

"Lo pacaran sama Rifqi?" tanya Aldino, kembali memakai kata elo-gue dalam ucapannya.

"Bukan urusan lo!"

Michelle berencana untuk pergi dari sana, namun gagal karena Aldino menahannya.

"Jawab!" perintah Aldino kasar.

"Kalau gue beneran pacaran, lo mau apa?" tanya Michelle dengan nada tinggi. tak mau kalah dengan bentakan Aldino.

"Michelle!" bentak Aldino.

"Lo kok berubah gini sih, Al? Semenjak gue sama Rifqi, lo berubah drastis. Seberapa benci sih lo sama Rifqi?"

"Gue suka lo, bahkan lebih. Gue takut kehilangan lo, gue cemburu sama Rifqi. Puas lo?" jawab Aldino lantang.

Michelle tersentak, kaget.

"Mendingan lo kejar Rifa aja biar gak rumit."

"Hati gue di tangan lo, Chelle, lo udah curi hati gue," kata Aldino.

"Tapi gue cuma nganggep lo sebatas teman, gak lebih, Al! Tolong jangan baperan, tolong jangan buat ini semakin rumit," pinta Michelle yang memulai membasahi pipinya dengan tetesan air mata.

Aldino langsung memeluk Michelle, menenangkannya. Michelle memejamkan matanya, merasakan air mata turun membelah pipinya, dan ketika dia membukakan matanya, Michelle melihat Rifqi terdiam di seberangnya. Mematung menyaksikan apa yang dirinya dan Aldino lakukan.

Michelle refleks melepaskan pelukannya secara paksa, membuat Aldino mengikuti arah pandangnya Michelle. Tanpa berkata apa pun, Rifqi langsung pergi meninggalkan mereka.

*

IPA & IPS (TERBIT & SUDAH DISERIESKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang