Setelah Arnes mengantar Alana pulang, ia mendapat telepon kalau ia harus menjemput Bella di depan salah satu cafe. Cafe yang berbeda dengan yang tadi di datangi Arnes. Dengan malas ia menyetir mobilnya ke tempat dimana Bella berada.
Sesampainya di depan Cafe tersebut, Arnes membuka kaca dan menyuruh Bella untuk segera masuk ke mobil. Bella masuk ke mobil dengan wajah yang tak bersahabat.
"Ngapain lo nyuruh gue jemput lo, sih?" tanya Arnes sambil keluar dari parkiran.
"Kenapa emang?" tantang Bella.
Dengan santai Arnes menjawab, "Gue udah punya pacar."
Jawaban itu membuat hati Bella panas lagi, ia tersenyum kecut. "Udah punya pacar ya? Terus gue, lo anggep apa?" Bella menahan air matanya yang menggenang.
Arnes tertawa meremehkan. "Emang lo siapa gue nanya kayak gitu?"
"Arnes, lo bakal tunangan sama gue, harus gue ingetin lagi?" jawab Bella pelan menahan perasaannya yang campur aduk tak karuan.
"Yang ngebet mau tunangan sama gue itu kan lo." balas Arnes telak. Membuat gadis di sampingnya ini bungkam sementara.
"Tapi kenapa lo harus jadian sama Alana? Harus di tengah lapangan gitu?"
Arnes tak menanggapi lagi, ia fokus menyetir mobilnya.
"Nes!" panggil Bella. "Lo kenapa sih tetep nggak bisa nerima kalo lo itu harus tunangan sama gue? Lo masih inget-inget masa lalu lo?"
"Lo bisa diem nggak sih? Gue lagi nyetir." sahut Arnes dingin. Enggan melanjutkan pembicaraan saat Bella berkata tentang masa lalu.
Bella diam, melempar pandangannya dari Arnes, menatap keluar jendela. Hatinya panas terbakar api cemburu. Matanya masih mampu menahan genangan air mata itu agar tak jatuh.
***
Arnes memasuki pekarangan rumahnya. Ia memarkirkan mobilnya di garasi dan menaiki beberapa tangga di depan pintu rumahnya. Ia melangkah memasuki rumahnya yang tampak sepi itu. Sampai di ruang keluarga, suara bariton dari seorang pria paruh baya yang memanggil namanya terdengar.
"Arnes,"
Arnes berhenti melangkah dan menoleh dengan malas.
"Papa dengar dari Bella kamu punya pacar?" tanya Daniel yang sama sekali tidak basa-basi.
"Iya, Pa."
Pria paruh baya itu menggeleng menatap anak sulungnya. "Kamu masih nggak paham juga yang Papa bilang? Kamu itu akan tunangan sama Bella nantinya. Kenapa kamu bukannya pacaran sama Bella?"
"Yang mau Arnes tunangan sama Bella kan Papa sama papanya Bella, bukan Arnes. Arnes nggak pernah setuju dijodohin sama Bella." jawabnya sarkas.
Kemudian seorang wanita paruh baya juga datang, berdiri di sebelah Daniel dan mengusap punggunya pelan. Winna ikut menatap putra nya itu, dengan tatapan lembut.
"Papa nggak mau tau, Arnes. Saat kamu lulus nanti, kamu cuma boleh tunangan sama Bella." ujarnya dengan nada menuntut.
Ia mendengus pelan. "Arnes masih kelas sebelas, masih lama lulusnya." Kemudian melangkah menuju tangga.
"Arnes," panggil Winna lembut, tapi tetap tak dihiraukan. Ia terus menaiki tangga. Winna mengerti bagaimana watak Arnes dan Daniel, memang, mereka sama-sama keras kepala.
Arnes masuk ke kamarnya yang bernuansa abu-abu dan putih, lalu melempar tas nya ke sofa yang ada disana, melepas sepatunya, dan menjatuhkan diri ke ranjang. Ia mengusap wajahnya dengan kasar lalu memandang langit-langit berwarna putih tulang di kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Like Yours
Teen FictionAlana, murid baru dengan perawakan yang kalem, penyuka musik dan puisi, juga mampu menarik hati Arnes. Arnes merasa yakin untuk memberikan hatinya lagi kepada seorang gadis. Menjadikan Alana bintang di hidupnya. Tapi ketika mereka berpacaran, ada s...